Dasar bos gilaa!! Aku memikirkan kejadian tadi saat tiba-tiba aku teringat jika harus menghubungi Karina.
Hallo, Ki. Kebetulan, aku baru saja mau menelepon kamu, Karina berkata senang dari seberang sana.
Ada apa? Tanyaku heran. Kamu tidak bilang jika perusahaanmu ada acara. Aku seperti orang bodoh saat ditanya oleh teman-temanmu.
Maaf, Ki. Aku lupa, ringisnya. Mas Deo dan keluarganya mengajak aku ke puncak, Ki. Hening sejenak. Aku seperti bisa menebak kelanjutannya.
Aku tidak mau menggantikan kamu lagi ya, Karin. Perjanjian kita cuma tiga hari.
Please, Ki... Tolongin aku. Aku janji bakal belikan kamu dua tiket gratis nonton konsernya maroon 5. Aku juga akan membelikan kamu sepatu yang kamu mau kemarin.
Apa boleh buat. Tawaran ini begitu menggiurkan. Baiklah. Tapi ingat janji kamu ya, Karin.
Siap, adikku sayang. Besok aku telepon lagi.
....
"Selamat pagi, pak," ucapku saat Pak Bian datang dengan wajahnya yang dingin. Wajahnya terlihat kusut dan matanya merah. Tanpa membalas salamku, ia masuk ke ruangannya dan menghempaskan pintu dengan keras. Terserahlah!!
"Bian ada di ruangannya?" Seorang wanita cantik seperti model berdiri dihadapanku dengan wajahnya yang sombong. Apa dia tidak bisa membedakan yang mana kantor atau club, pakaiannya terlalu menor untuk ukuran kantor.
"Apakah anda telah membuat janji terlebih dahulu, Nona?" tanyaku sopan.
Ia mendengus mencemoohku. "Aku tidak perlu membuat janji untuk bertemu kekasihku." Dasar pria playboy, baru semalam ia mengatakan mencintaiku, Karina maksudnya dan sekarang telah berdiri seorang wanita yang mengaku kekasihnya.
"Tapi Pak Bian tidak memesan pada saya, mbak. Lagipula mbak tidak ada di daftar tamu Pak Bian hari ini," tegasku kali ini. Jangan kira tatapannya bisa membuatku terintimidasi ya. Jangan panggil aku Kiara kalau begitu.
Tanpa perduli ucapanku ia langsung masuk. "Bian, baby...," rengeknya sok manja.
"Pak, saya sudah mencegah nona ini masuk...!"
"Kamu keluar!!" tegasnya padaku dingin. What?? Dia masih dendam padaku rupanya. Aku hanya tersenyum mengejek melihatnya. "Kenapa menatapku begitu?!"
"Tidak ada apa-apa, Pak." Aku kemudian pergi saat aku mendengar nenek sihir itu menyuruh Pak Bian untuk memecatku.
....
"Kamu lama banget sih, Kar." Jenna melihatku cemberut. Ya kami telah berjanji untuk bertemu dulu sebelum masuk ke tempat pesta berhubung kami sama-sama tidak membawa pasangan, sementara Dian datang dengan pacarnya. Jenna terlihat cantik dengan gaun biru lembutnya. Tubuhnya yang terlihat tinggi dan langsing semakin menonjolkan kecantikannya.
"Sorry," ringisku pelan. Aku sedikit terlambat karena harus ke butik untuk memakai gaun ini. Aku memilih baju berwarna sampanye dan memperlihatkan lekukan tubuhku. Dengan baju tanpa lengan dan memperlihatkan punggungku, panjang gaun sebatas mata kaki dan terdapat belahan panjang disampingnya.
"Well, tapi penampilan kamu cantik banget sih, Kar," puji Jenna padaku. "Aku yakin Pak Bian semakin suka sama kamu."
Darimana mereka tahu jika Pak Bian menyukai Karina. "Maksud kamu apa?" ucapku pura-pura tidak tahu. Jadi Karina juga sudah tahu?
"Ya, aku dan Dian berpikir kalau dia menyukaimu dari tatapannya setiap melihatmu." Apakah benar? "Sudahlah. Jangan terlalu banyak berpikir. Kamu kan sudah ada Mas Deo yang gak kalah hot. Lebih baik kita bersenang-senang di pesta ini."
Suasana pesta terlihat meriah. Tidak bisa dibedakan antara karyawan dan para client, karena pakaian mereka semua bagus. Saat aku menyapa Dian dan pacarnya, mataku bersirebok dengan mata Pak Bian. Kalau biasanya ia terlihat tampan, kali ini dia sangat tampan sekali. Disebelahnya berdiri wanita yang tadi siang.
"Kamu melihat apa?" ucap Dian padaku. Ia mengikuti pandanganku. "Pak Bian terlihat tampan sekali," ia berseru tanpa sadar pacarnya yang menjadi kesal disebelahnya.
"Ooh.. Jadi begitu," ujar Rado, pacar Dian.
"Maaf sayang," ringisnya pelan. Aku dan Jenna tertawa cekikikan melihatnya.
Aku sedikit risih dengan tatapan Pak Bian padaku. Sepanjang malam ia selalu melihatku dengan tatapan tajamnya. "Aku permisi ke toilet."
"Perlu aku temani?" Jenna hendak berdiri menemanimu namun aku melarangnya. "Tidak perlu, Jen. Kamu disini saja."
Aku membasuh wajahku saat Pak Bian ikut memasuki toilet dan menguncinya dengan cepat. "Apa-apaan ini?" ujarku kaget.
"Kau membuatku gila sepanjang malam. Aku sudah bilang kan kalau aku tidak akan melepaskanmu." Ia berjalan cepat ke arahku dan memelukku erat. "Kau cantik sekali malam ini." Ia mengelus pipiku lembut. Jarak kami yang begitu dekat membuatku sulit bernapas.
"Lepas..!!" ujarku memberontak. "Apa yang anda lakukan, Pak? Saya mau pulang." Bukannya takut tapi aku tidak ingin lepas kendali melihat bibirnya yang seksi. Jika aku menyambutnya ia akan mengira Karina yang melakukannya.
"Baiklah. Aku akan mengantarmu pulang." Aku mendesah lega sampai saat ia melumat bibirku dengan dalam dan membelitkan lidahnya. Seumur hidup aku belum pernah dicium seintens ini, tidak yang sebenarnya aku belum pernah berciuman. Oh my first kiss!!