To Be Continued

279 86 26
                                    

Mobil yang sedang dilajukan Kak Farel kini sudah berhenti, menandakan mobil telah terparkir dengan pas di parkiran sekolah.

Dengan segera aku merangkul tas ranselku dan bersiap untuk turun dari mobil. "Kak duluan ya!" pamitku.

Berlari dengan bersenandung kecil dalam suasana hati yang merekah menanti sang pujaan dicuaca pagi yang masih dingin seperti ini adalah salah satu cara yang bagus. Karena dengan secara tidak langsung pasti akan membuatmu dapat berolahraga sejenak sekali membiarkan kaki tercegah dari rasa kaku.

Berhubung aku salah satu dari sekian orang yang tidak begitu mementingkan olahraga, atau lebih tepatnya -malas. Jadi kurasa, merasakan jatuh cinta adalah salah satu alasan yang tepat.

Aku berhenti berlari, berganti dengan berjalan pelan lalu masuk ke kelas Devian, sudah ada beberapa orang yang telah datang pagi ini. Wah, padahal biasanya aku selalu sendiri saat datang awal kemari.

"Eh Clarrisa. Mau delivery?" Tanya Fajar, yang merupakan teman kelas Devian. "Ehe iya, diem aja ya."

Dan sepertinya julukan Clarrisa si tukang Delivery kini sudah tidak asing.

Kulihat mereka hanya menggelengkan kepala melihat tingkahku. Oke biarkan saja mereka terus berpikir atau berkomentar tentang apa yang aku lakukan, ini kan kehidupanku.

Aku menatap ke arah kotak bekal yang hari ini aku bawa. Hari ini aku membawa omelet Daging untuk Dev, dan semoga saja dia suka. Yah karena aku memang tidak begitu pandai memasak. Dan Dev juga tahu itu.

Setelah selesai menyelipkan kotak bekal di laci Dev, aku beranjak ke kelasku sendiri, kembali menyapa sebagian murid yang telah datang seperti biasa, dan mereka kembali menyapaku dengan ramah.


***

Bel pulang dibunyikan, semua murid yang masih berada di kelas pun sontak langsung bersorak ria dengan aksi kalang kabutnya membereskan buku mereka masing-masing.

Berhubung jam istirahat tadi aku diberikan hukuman oleh guru Seni karena telah mengoceh dengan Ica dan Arin di jam pelajarannya, sehingga aku dan mereka berdua mau tak mau harus menerima tugas hukuman dengan membantu penjaga pustaka untuk membereskan buku-buku yang berkotak-kotak kardus banyaknya, jadilah aku yang tidak mendapat kesempatan waktu untuk bertemu dengan Devian sedari tadi.

Sungguh patut disayangkan. Dengan cepat aku segera merapikan buku-buku milikku dan langsung merangkul tas ranselku. "Clarr, ntar sore Mall yuk. Kita jumpa di tempat biasa aja, jam empat ntar oke!"

Aku sedang buru-buru, sehingga aku hanya mengacungkan jempol sembari mengangguk mengiyakan ajakan Ica dan Arin tadi, lalu langsung berlari keluar kelas.

Aku melongok ke dalam kelas Devian yang tepat berada di sebelahku. Kulihat beberapa murid yang lain juga masih berada di dalam kelasnya, dan Devian juga termasuk.

Aku berdiri di depan pintu menunggu antrian murid yang ingin keluar dari kelas mereka, juga turut menunggu Devian yang ikut keluar.

"Dev!" Aku memanggil dengan sedikit keras dan ia langsung melihatku, oh aku rindu sekali dengannya.

"Kenapa? aku duluan ya?" tanyanya tiba-tiba.

"Jangan!" Dengan refleks aku mencegahnya dan langsung menggeleng dengan cepat. Sudah lama tidak bertatap muka dengannya, sudah lama tidak berbicara panjang dengannya. Dan itu hanya semakin membuatku egois ingin segera meraihnya kembali.

"Buru-buru amat sih, gak bisa ngomong sebentar apa?" kulihat ia melirik ke kiri kanannya, yah memang kami masih berada di ambang pintu kelasnya saat ini. Dan kini kurasakan ia mulai menarikku ke dalam kelasnya, tepat di kursi tempat duduknya.

To Be ContinuedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang