Untungnya pintu apartemen Lily tidak dikunci jadi Hendra bisa masuk tanpa harus mengganggu Lily untuk membukakan pintu. Lily sedang tertidur pulas, Hendra dengan hati-hati mengganti handuk kompresnya. Badan Lily panas sekali, ia terkena demam mungkin karena semalam ia terlalu lama menghabiskan waktunya dikamar mandi. Hendra membenarkan selimut yang menutupi badan Lily. Ini pertama kalinya Hendra melihat Lily sakit sampai dia tidak bisa bangun dari tempat tidurnya.
Hendra pergi menuju dapur untuk membuatkan bubur untuk Lily. Biasanya Lily yang selalu memasakan masakan untuknya dan adiknya tapi kali ini Hendra yang memasak untuknya walaupun hanya memasak sepanci kecil bubur.
Hendra duduk tidak jauh dari tempat tidur sambil sesekali mengganti handuk untuk kompres tubuhnya. Hendra memperhatikan sekeliling kamar Lily, ada bingkai foto keluarganya di atas nakas. Hendra meraih bingkai itu, ada foto Lily dimana kedua orangtuanya sedang mencium wajah Lily dari sisi samping. Lily pernah bercerita tentang keluarganya, ia adalah anak tunggal dan hubungan Lily dengan Ibunya memang tidak harmonis sejak Ayahnya meninggal. Dan setelah Ibunya memutuskan untuk menikah lagi, akhirnya Lily memilih untuk meninggalkan rumah dan memilih hidup mandiri.
Hendra dan Lily memang mempunyai nasib yang hampir sama, mungkin itu yang membuat mereka berdua dekat. Hendra dan Greys pun sudah mulai hidup mandiri sejak kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan. Sejak saat itu hidup Hendra dan Greys berubah seratus delapan puluh derajat. Hendra terpaksa menjual rumah orang tuanya untuk biaya kuliah kedokterannya yang baru seumur jagung dan juga untuk biaya sekolah Greys.
"Kamu di sini, Hend?"
Hendra lega karena Lily sudah bangun, sudah waktunya Lily minum obat. Hendra meletakan bingkai fotonya ditempat semula dan beranjak dari duduknya. "Tunggu sebentar ya, Ly." Hendra pergi ke dapur untuk membawakan bubur yang sudah dimasaknya tadi.
"Maaf, aku jadi merepotkanmu padahal aku sudah bilang ke Greys kalau aku baik-baik saja." Ujar Lily saat Hendra sudah kembali dari dapur.
"Kamu lupa kalau aku ini dokter. Jelas-jelas kamu ini sakit." Tersirat khawatir di wajah Hendra. Hendra membantu Lily untuk bangun dari tidurnya dan mulai menyuapi sesendok bubur kemulut Lily walaupun Lily sempat menolak untuk disuapi. Hendra sudah menyiapkan obat penurun panas.
"Makasih, Hend. Kamu nggak ke rumah sakit? Pasienmu mungkin lebih membutuhkanmu daripada aku." Lily mencoba meyakinkan Hendra kalau dirinya sudah agak baikan jadi Hendra bisa pergi meninggalkannya.
"Berhentilah mengkhawatirkanku, kamu yang seharusnya mengkhawatirkan keadaanmu. Berhentilah bersikap sok kuat, orang yang kuat pun kadang butuh bantuan." Hendra marah seperti ini kepada Lily karena ia begitu mengkhawatirkan keadaan Lily. "Maafkan aku, Ly aku nggak bermaksud membentak kamu." Ujar Hendra saat menyadari perubahan raut wajah Lily, Hendra mulai menyadari kalau nada bicaranya terlalu tinggi. Hendra pun segera kembali dapur untuk menaruh mangkuk bubur yang sudah kosong.
Lily memiringkan kepalanya, ia mencoba menyembunyikan air matanya. Ia menangis bukan karena Hendra membentaknya tapi saat perhatian Hendra yang berlebihan seperti ini membuat hatinya semakin terasa sesak. Sudah hampir lima tahun Lily memendam perasaan terhadap Hendra dan berharap kalau Hendra adalah jodohnya tapi melihat Hendra dan Sansan kemarin, rasanya dia baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Sudah waktunya Lily berhenti berharap, Hendra tidak akan menganggapnya hanya lebih dari sekedar seorang sahabat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
RandomKamu pernah jatuh cinta pada pendengaran pertama? Aku pernah.... Aku tidak tahu seberapa kuat aku tetap berada diposisi seperti ini? Aku masih menyimpan suatu perasaan yang aku sendiri tidak berani mengungkapkannya. Aku takut kisah lalu terulang k...