Lilyana,,,
Aku agak kewalahan membawa tiga kantong plastik belanjaanku, ini karena besok hari merdekaku setelah lima hari berkutat dengan pekerjaan. Aku juga sudah membeli buku resep masakan jadi besok aku siap berperang di dapur. Rasanya aku ingin segera merebahkan badanku diatas tempat tidur. Aku tidak sabar menunggu pintu lift terbuka. Akhirnya pintu lift terbuka setelah hampir menunggu lumayan lama. Aku segera melangkahkan kakiku ke depan tapi aku terkejut melihat siapa yang ada di hadapanku. Kantong plastik yang berisi barang belanjaan terlepas dari genggaman tanganku.
Dia segera keluar dari pintu lift membantuku memasukan belanjaanku yang terjatuh ke kantong plastik. "Kau baru pulang?" Tanyanya tanpa menoleh ke arahku.
Aku hanya menjawab dengan anggukan kecil. "Makasih, Hend." Aku segera beranjak berdiri setelah memastikan tidak ada lagi belanjaanku yang terjatuh.
"Oh iya, Ly kenalkan ini Sansan."
Iya aku pernah mendengar nama itu dari cerita Hendra, setelah aku melihat sosoknya sekarang aku mengerti mengapa Hendra terus bercerita tentangnya. Dia perempuan yang menurutku hampir mendekati sempurna, dia terlihat anggun sekali dengan balutan mini dress bermotif polkadot yang dipakainya. Dia tersenyum sambil mengulurkan tangannya.
"Aku Sansan." Ucapnya ramah.
"Aku Lilyana, panggil saja aku Lily. Senang bertemu denganmu." Aku mencoba memaksakan senyum di wajahku agar tidak meninggalkan kesan buruk di matanya. Aku pun segera berpamitan untuk segera naik ke atas karena pintu lift sudah terbuka lagi. Sebenarnya mataku sudah berkaca-kaca karena perasaan kecewa yang memenuhi semua sudut hatiku. Aku sempat melihat Hendra merangkul Sansan sebelum pintu lift tertutup dan pertahananku runtuh begitu saja. Airmataku tumpah, ternyata yang selama ini aku takutkan akhirnya terjadi.
***
Hendra,,,
Setelah mengantar Sansan sampai lobi, aku sempatkan mampir ke apartemen Lily. Lagi-lagi ia ceroboh, pintu apartemennya tidak terkunci padahal aku sudah sering mengingatkannya jangan sampai lupa mengunci pintu untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Aku tidak mendapati sosok Lily di dalam, mungkin ia sedang di kamar mandi.
Walau Lily penampilannya terlihat cuek tapi apartemennya terlihat rapi. Walau sifatnya jauh dari kata feminin tapi dia jago memasak. Teringat pertama kali saat Lily belajar masak, aku dan Greys-lah yang menjadi kelinci percobaan untuk mencicipi masakan yang dia buat. Tapi dia sekarang sudah mahir memasak, aku dan Greys malah ketagihan dengan masakan buatannya.
Sudah hampir lima belas menit aku menunggu tapi dia tidak juga keluar dari kamar mandi. Aku mencoba menengok ke kamarnya, ia masih belum juga keluar dari kamar mandi. Aku masuk ke kamarnya dan mendekat ke pintu kamar mandi, terdengar suara sesenggukan. Walau terdengar samar karena suara air yang mengalir dari shower tapi aku yakin itu adalah suara tangisan.
Aku kembali lagi ke ruang depan, tidak sopan jika aku menunggu di dalam kamarnya. Tadi saat bertemu Lily di lobi, wajahnya terlihat tidak bersahabat. Aku pikir karena ia lelah setelah pulang bekerja tapi sepertinya ia sedang ada masalah.
Setelah hampir setengah jam menunggu, terdengar suara pintu dibuka dari kamar Lily. Aku bernafas lega, setidaknya dia tidak mungkin melakukan hal yang konyol. Aku tidak segera menghampirinya, takut kalau dia sedang berganti pakaian.
"Kamu ada disini, Hend?" Dia terlihat sedikit terkejut melihat aku yang sudah duduk di ruang depan.
"Kamu tuh ceroboh sekali sih, Ly. Kamu lupa mengunci pintu lagi, untungnya aku yang datang. Coba kalau orang jahat yang datang bagaimana?" Aku akan berubah menjadi bawel kalau itu berhubungan dengan adikku Greys dan Lily.
"Iya maaf, ini aku baru saja ingin mengunci pintu. Kamu ada apa ke sini?" Tanyanya sambil memindahkan belanjaannyayang tadi dibawa ke dalam kulkas.
"Memangnya baru harus ada apa-apa baru aku boleh kesini?" Jawabku agak ketus.
Dia tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya. "Kamu mau kubuatkan kopi atau teh?"
Aku tidak menjawab. "Kamu sedang ada masalah, Ly?" Tanyaku to the point.
"Persediaan kopi dan gulaku habis. Jus sayuran saja, ya?" Dia tidak menanggapi pertanyaanku. Dia membawakan sebotol jus sayuran kemasan kesukaanku dan segelas mug.
Dia duduk di depanku sambil menuangkan jus ke dalam mug. Matanya sembab dan hidungnya pun merah. Biasanya kalau ada masalah, dia tidak sungkan bercerita kepadaku begitupun sebaliknya. Mungkin dia butuh waktu untuk sendiri.
"Dia cantik, Hend." Dia mulai mengalihkan topik pembicaraan lagi.
"Sansan maksudmu?"
Dia hanya mengangguk kecil dan ia terlalu memaksakan senyumnya.
"Kamu tidak bisa bohong di depanku, Ly." Aku mencoba mendekat dan memegang kedua bahu Lily. "Are you okay?" Aku menatap matanya yang sudah mulai terlihat berkaca-kaca, aku baru menyadari dua bola matanya berwarna coklat.
Dia menepiskan kedua tanganku dari bahunya. "Iam fine, kamu tidak perlu khawatir."
Aku tahu dia berbohong tapi aku tidak bisa memaksanya untuk bercerita kepadaku. Dia menyuruhku pulang karena dia bilang sudah lelah dan ingin cepat-cepat tidur padahal aku tahu dia selalu tidur di atas jam dua belas malam kalau menjelang weekend. Mungkin dia butuh waktu untuk sendiri dulu, aku menghabiskan segelas jus yang sudah dituangnya tadi kemudian pamit pulang. Baru kali ini aku melihat mendung diwajahnya padahal yang aku tahu dia selalu ceria dan tulus tanpa beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
РазноеKamu pernah jatuh cinta pada pendengaran pertama? Aku pernah.... Aku tidak tahu seberapa kuat aku tetap berada diposisi seperti ini? Aku masih menyimpan suatu perasaan yang aku sendiri tidak berani mengungkapkannya. Aku takut kisah lalu terulang k...