Hamka, sebelum aku mengenal Arjuna, aku sangat mengidolakan lelaki ini. Tinggi, putih, potongan rambutnya rapi, agamis, dan pendiam. Entah mengapa tiap aku melihatnya sikapku yang sering ribut, banyak tingkah, agak kriminal, dan terkesan garang dalam sepersekian detik berubah menjadi tuan putri. Aku tidak merubah diriku, aku hanya.. entahlah, intinya Hamka dapat memutarbalikkan kepribadianku dalam sekejap. Aku tidak berani berbicara dengannya, melihatnya berlama lama, apalagi berpapasan dengannya. Aku lebih suka melihatnya dalam bentuk punggung saja. Jika ada kesempatan untuk bersalaman dengannya, aku memilih untuk tidak menyentuhnya. Demi Tuhan, aku benar-benar jatuh cinta padanya, aku tidak sanggup untuk menyentuhnya. Bagiku Hamka adalah seseorang yang harus dilindungi. Dilindungi dari perempuan-perempuan sepertiku.
Tidak seorangpun tau seluk beluk Hamka, dia begitu misterius. Sampai pada suatu hari, aku menyuruh Salsa untuk menceritakan tentang diriku ke Hamka.
"Sal.. kamu deket gak sih sama Hamka?"
"Nggak kok, Nya. Tapi sering aja duduk sederet gitu, kenapa?"
"Eh tolong dong kamu kan sekelas sama Hamka tuh, nah, tanyain dong dia tau aku apa enggak hehe."
"Laah masak tau tau aku ngomong eh kenal Sonya nggak? Kan dikira gimana gitu."
"Kamu cerita aja tentang aku terus kamu nanyak ujung ujungnya, kamu tau Sonya nggak? Gitu, Sal.."
"Oke siaappp!"
Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, handphoneku bergetar, line dari Salsa rupanya. Jangan-jangan, misi berhasil..
"Nyaaaa aku udah nanyak sama si Hamka."
"Terus gimana? Dia tau aku nggak?"
"Iya dia ternyata tau kamu."
Misi berhasil
"Kamu emang nanya gimana sama dia?"
"Ya aku cerita gituuu kalok mau main kata Sonya cobain ke Pecinan apa Umbul Sidomukti gitu, recomended deh.. btw kamu tau Sonya gak sih? Terus kata dia, tau kok, anak kelas sebelah kan?"
Yessss!!! Hamka tau siapa aku. Ini cukup bagus, misi kedua sedang dalam proses perancangan. Semenjak saat itu, aku dan Salsa menamakan misi yang anak-anak muda sering jalankan (baca: modus) sebagai tindakan mbabi.
Aku melihat pembagian jatah kelas untuk semester dua, rupanya kelasku diacak. Nomor absen satu sampai pertengahan masuk ke kelas A, dan nomor absen pertengahan sampai terakhir masuk ke kelas B. Hal yang paling kutakutkan ahirnya terjadi. Aku pisah kelas dengan Indri, sementara Indri dan Salsa sekelas di kelas A dengan Hamka. Jujur aku tidak mengenal siapapun di kelas B kecuali Vidi, Febri, Dinur, dan Ami serta separuh anak anak dari kelasku yang ikut dipindahkan. Minggu pertama kulalui dengan duduk di dekat gerombolan Vincent Minggu kedua juga sama, sampai ahirnya aku selalu duduk bersama dengan mereka. Dan merekapun tau tentang Hamka.
Vincent merupakan lelaki yang mulutnya nyinyir seperti perempuan, dia seorang biang gosip tapi bukan berarti seperti ember bocor yang menyebarkan rahasia orang. Dia bahkan mau membantu mendekatkan aku dengan Hamka karena dia cukup mengenal Hamka dan sekamar dengannya sewaktu training di Jember.
Febri bertubuh agak gempal, dia teman dekat Vincent, mirip seperti gay jika sedang jalan berdua, tapi menurutku lebih mirip seperti Steven Chow dan rekannya dalam film Kungfu Hustle. Febri nggak kalah nyinyirnya dengan Vincent, tapi dia masih 3 level di bawah Vincent.
Dinur, dia cukup pendiam, tidak nyinyir, dan seorang pendengar yang baik. Terkadang jika bercerita ke Vincent akan menyebabkan gosip, lebih baik aku bercerita dengan Dinur.
Dan Ami, dia sering menjadi korban bully dari Vincent karena belum bisa move on dari mantannya. Aku suka menceritakan Hamka pada Ami karena mereka satu komplek, sehingga Ami sering berpapasan dengannya.
Namun rasa sukaku terhadap Hamka perlahan mulai hilang dengan sendirinya karena aku sendiri lelah. Tidak ada usaha sedikitpun dariku, bahkan Vincent pun ahirnya angkat tangan karena Hamka mulai jarang masuk dan jadwal kelas A dan B yang tidak pernah bertemu. Jika dipikir-pikir aku yang dulu mengejar Hamka sampai sebegitunya sekarang hanya sebatas Oh, iya dia emang ganteng, jadi suka ngeliatnya. Aku juga mulai jarang menceritakan Hamka pada mereka lagi.
"Feb, kayaknya aku mau move on dari Hamka."
"Loh kok gitu? Kan belom ada usaha, Nyaaa..."
"Ya justru karena gaada usaha itu makannya aku males. Ngapain coba ngejar-ngejar orang yang belom tentu kenal kita. Lagian dia juga susah sih, pendiem orangnya."
"Hmm.. maaf ya Nya, kalok aku sekelas sama dia sih pasti bakal aku bantuin maksimal. Tapi kalok emang kamu udah capek yaudah. Btw tau nggak kamu, naksir seseorang itu cuman bertahan 4 bulan doang. Lebih dari itu artinya bener-bener mencintainya."
"Feeebbb aku suka Hamka lebih dari 1 semester yaaa... Tapi ujung ujungnya bosen sih, hmm yaudah gampang malah enak gak jadi beban, haha!"
"Udah udah, ngoceh mulu, sana packing gih.. besok kan kita praktikum, byeeee.."
Praktikum di Karimun Jawa rupanya membuatku kembali menyukai Hamka. Aku bahkan tidak menyangka Hamka akan satu kelompok denganku dan memilih untuk duduk di sebelahku karena aku bisa menggambar cukup bagus mirip dengan aslinya sehingga dia selalu meminjam catatanku. Bahkan saat istirahat, Hamka ikut join makan malam bareng denganku. Tapi dia masih pendiam, setidaknya tidak terlalu diam seperti dulu.
"Ciyeeee aksi mbabi 2 diluncurkan nih yeee.." Kata Indri mengagetkanku sehabis sholat Isya
"Apaan sih, Ndri. Aku gak mbabi kok. Hamka aja yang dari tadi minjem catetan mulu." Jawabku agak sewot.
"Yaudah bagus bagus, aku sama Salsa jadi pengamat aja deh, yang jelas praktikum ini berkesan banget yaa ahahhahahahaha."
"Sana iihhh minggir udah masuk tuh."
Selesai praktikum, aku melihat jam tanganku, gila.. jam 11.30 malam. Aku cepat cepat berkemas buat balik ke asrama bareng Wikan, dan di depan gerbang aku bertemu dengan Hamka dan Febri.
"Eh Feb, bawain nih berat tas aku." Kataku
"Elaah buang aja kali Nya, udah gak kepakai juga."
"Buang dimana nih?"
"Buang disini loh.." Jawab Hamka sambil menggandeng tangan kiriku. Febri dan Wikan hanya melihatku sambil memasang mata agak melotot. Dalam hati aku hanya bisa berkata "eeehhh.."
"Oh, iya, hehe gak ngeliat itu tong sampah."
Kemudian aku lari...
KAMU SEDANG MEMBACA
Arjuna [COMPLETED]
RomanceArjuna.. Dalam budaya Jawa orang menyebut Arjuna adalah sosok wayang yang pendiam, sopan, teliti, cerdik, pemberani, dan melindungi mereka yang lemah. Namun bagiku, Arjuna bukanlah sosok wayang yang terlihat sempurna di mata seseorang. Arjuna adalah...