Gambling

40 1 3
                                    

Setelah Juna menginap di rumahku, tidak ada yang spesial. Semua sama seperti biasanya. Bahkan dia tidak menyapaku di kelas, dia juga menganggap seakan akan tidak ada apapun yang terjadi semalam. 

Aku membaringkan tubuhku di kasur seusai ujian botani, dan melanjutkan rutinitasku bermain gitar di depan jendela kamar, menatap halaman demi halaman dari cerita fiksi yang sedang kubuat, dan membayangkan skenario-skenario yang kuharap akan terjadi. 

"Kak, nonton film yuk!" Ajak adikku, Ara.

"Kamu punya film emangnya?" Aku balik bertanya

"Udah lihat Manusia Setengah Salmon belom?" Jawab Ara, aku menggeleng.

"Alah paling ceritanya juga sama kayak yang di buku, udah baca kalok itu mah."

"Iih, beda tau, dimana mana juga nggak afdol kalok belom nonton. Yaudah kalok nggak mau, aku nonton sendiri aja, mana laptopnya?"

"Eh yaudah deh ikutan nonton."

Setelah film usai aku mencari ponselku, mati. Baterainya habis, lalu kucolokan dengan charger, dan muncul notifikasi menumpuk di Line. Ah.. grup kelas. Memang suka ribut. Lalu ku scroll satu persatu dan ternyata ada notifikasi dari Juna, sebanyak 11 chat masuk! Dan itu sudah sejak 3 jam yang lalu.

"Kenapa Jun?" Tanyaku. Belum sempat aku menekan tombol back, chatku sudah terbaca olehnya.

"Kamu kemana aja sih, Nyaaa??" 

"Nonton sama adek tadi. Kenapa? Nggak ada tugas, besok itu libur." Jawabku ketus.

"Bukan tugas, aku mau minjem mobilmu boleh? Soalnya 2 hari lagi adekku mau ke sini, dia mau verifikasi. Jadi maba di fakultas sebelah."

"Emang gak bisa apa naik motor?" 

"Bawannya banyak, Nya.. pliisss.. " Juna mulai ngeles. 

Aku curiga, bisa saja itu bukan adiknya. Bagaimana kalau itu gebetannya? Astaga Sonya! Ngapain mikir berlebih gitu sih, nggak.. nggak mungkin.. nggak mungkin aku naksir sama Juna. Enggak! dan gak boleh terjadi!

"Ok, tapi bensinnya isiin ya. Dan aku harus ikut." Jawabku.

"Siaappp... btw ini foto adekku, mirip sama kamu yak hahaha" 

Kuakui Juna, adikmu memang berwajah mirip denganku. Hanya saja dia dibalut oleh kerudung yang indah, sedangkan aku dibalut oleh rambut hitam bergelombang. 

Dua hari kemudian, Juna datang ke rumahku untuk meminjam mobil. Lalu dibelokkannya mobilku ke arah universitas sebelah untuk menjemput temannya terlebih dulu kata Juna. Satu perkumpulan dengannya dari IMM (Ikatan Mahasiswa Majalengka) yang kuliah di Semarang. Setelah 30 menit menunggu di depan fakultas dengan cat berwarna ungu, datanglah temannya itu. Perempuan berkacamata dan bertubuh lebih kurus dariku berlarian ke arah Juna dan memeluknya, tapi Juna menepisnya. Aku mengalihkan pandangan ke dedaunan di atasku. Perempuan itu menyadari adanya diriku. Dia cepat-cepat menghampiriku

"Halooo, namaku Cecil. Kamu temennya Juna ya? Siapa namanya, teh?" Dengan logat sundanya yang kental

"Sonya." Jawabku singkat, lalu kubukakan pintu mobil.

"Mari Kak, masuk." 

Di sepanjang jalan, Kak Sesil terus terusan mengajakku ngobrol, dan ternyata dia orang yang sangat baik. Akupun langsung nyaman dengannya.

Sesampainya di stasiun, Juna mengecek ponselnya. Tidak ada notifikasi dari adiknya. Padahal keretanya seharusnya sudah sampai sejam yang lalu. Di telpon pun juga tidak diangkat, kemudian kami berpencar. Target pencarian: perempuan, dengan tas ransel coklat bercorak hijau, kerudung merah muda, dan berwajah mirip sepertiku. Juna mencari di sisi kanan stasiun, aku dan kak Cecil mencari di sisi kiri stasiun. 

"Dek, udah berapa lama kamu kenal sama Juna?" Tanyanya

"Hm.. baru semester ini kok, Kak."

"Dulu dia sekelas sama aku waktu SMA, tapi dia ngilang setahun dan gak nyangka ternyata dia jadi seangkatan sama kamu. Juna orangnya gimana?" Kali ini kak Cecil bertanya dengan nada seperti mengintrogasi.

"Pendiem kok, Kak. Eh masa kata Juna aku mirip sama adekknya coba?" Aku mengalihkan pembicaraan

"Hah? Jangan mau kamu disama-samain. Kamu itu ngegemesin adeekk.. oh iya, ini tadi aku bbm adeknya Juna, nanyak dia tau apa enggak dijemput siapa disini. Nih baca deh" Kata kak Cecil sambil menunjukkan bbm nya kepadaku.

[16.12] : Kamu tahu mau dijemput siapa dek?

[16.15] : Iya Kak udah tau kok. Mau dijemput sama Kak juna sama ceweknya.

Deg... ceweknya? Siapa ceweknya Juna? Jangan-jangan Kak Cecil lagi..

"Kamu ceweknya Juna kan?" Tanya Kak Cecil padaku.

"Eh.. bukan kok, kakak palingan yang disangka ceweknya." Jawabku bingung

"Lah, dia kan udah kenal aku, Dek. Dia juga tau aku udah pacaran 3 tahun sama Mas Roni. Kamu serius bukan ceweknya Juna?"

"Bukan, Kak! Bukan! Aku cuman temen sekelasnya Juna doang, nggak lebih." 

Ampun, kenapa aku jadi bingung gini sih. Siapa sebenarnya ceweknya Juna itu? Kenapa aku mendadak penasaran banget? Kalaupun maksud adiknya Juna adalah aku, kenapa dia bilang "ceweknya" bukan "temennya kak Juna"

"Cil, Nya! Ini adekku udah ketemu. Kenalin, namanya Wulan." Juna tiba tiba mengagetkanku dan kak Cecil. Sontak kak Cecil cepat cepat memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Eh adek, lama nggak ketemu, sini sini.." Kata kak Cecil sambil memeluknya.

Kemudian kami pulang, mengantarkan kak Cecil kembali ke kos-kosannya, dan menitipkan Wulan pada teman sekelasku, Sarah. Saat di perjalanan, kak Cecil dan Wulan kembali menanyaiku tentang Juna.

"Eh kok kamu mau sih, Dek temenan sama Juna?" Tanya kak Cecil. Wulan tertawa.

"Ya.. mau gimana lagi orang temen sekelas, satu kelompok, masa iya nggak mau kenal, Kak?" Jawabku garing.

"Btw, kamu ati-ati ya sama Juna!" Kata kak Cecil agak serius.

"Engg.. emang Juna kenapa, Kak?" Aku balik bertanya.

"Iya ati-ati ntar lama-lama bisa suka loh." Jawab Juna gercep sambil membuka jendela memutar kaca spion.

"Yeeee... kamu kali yang duluan suka sama aku!" Jawabku sewot. Wulan dan kak Cecil tertawa

Ini semacam gambling, ya, taruhan perasaan. Jam sudah menunjukkan 22.15, setelah mengantarkan mereka berdua, Juna mengantarku pulang. Lalu dia kembali ke kos-kosannya dengan kupanggilkan taksi.

"Makasih ya, Nya udah minjemin mobil buat jemput adekku." Katanya sambil membuka pintu taksi.

"Iya, Jun. Ati ati di jalan ya.." Juna lalu hendak masuk ke taksi,

"Juna! Bentar, sini.." Panggilku, dia lalu menutup pintu taksinya dan mendekatiku

"Kenapa?" Tanyanya sambil menurunkan kepalanya dan mendekatkan telinganya di bibirku

Lututku terasa lemas, aku berpegangan pada pagar rumah dan mencoba untuk fokus. Tapi bau parfum Juna benar-benar melumpuhkan indraku yang lain.

"Nanti, kalau argometernya ngelonjak, kamu turun aja di pinggir Jalan. Pokoknya ati-ati jangan sampai kena tipu. Biasanya 35 ribu kalau ke kos-kosanmu." Jawabku.

Juna mengangguk lalu masuk ke dalam taksi. Samar-samar kulihat tangannya melambai dari dalam mobil. 

Tuhan... apakah aku sanggup melakukan perjudian ini?

Arjuna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang