Lelaki dengan Kepribadian Ganda

87 2 2
                                    

         Ya, kejadian saat praktikum itu kuanggap kali pertama dan terakhirku berbicara dengan Hamka. dia kembali ke sifat awalnya yang dingin dan seolah olah tak mengenaliku. Bahkan jika kuajak berbicara, dia hanya menjawabnya dengan singkat. Lambat laun perasaan itu menghilang seiring dengan berjalannya waktu. Mereka bilang aku adalah sosok perempuan yang plin-plan. Tidak! Aku bukanlah perempuan seperti itu. Seperti kata Raditya Dika dalam buku marmut merah jambu yang kupinjam dari Salsa,

"Jatuh cinta diam diam itu ibarat naik komedi putar, seakan berjalan, tapi tidak kemana-mana."

          Aku melanjutkan hidupku seperti biasanya, kuliah-bermain-makan-pulang-praktikum, hingga suatu hari, Vincent bercerita padaku kalau dia menyukai salah satu perempuan di kelas. Tapi dia memiliki satu ketakutan terbesar, yaitu Arjuna. Arjuna merupakan sosok lelaki pendiam yang diantara alis matanya sering membentuk kerutan. Vincent beranggapan bahwa lelaki pendiam cukup berbahaya baginya karena dianggapnya sebagai inhibitor, dia takut gebetannya itu akan jatuh ke tangan Arjuna. Jadi aku yang saat itu tidak berpikiran apapun memilih duduk di samping Arjuna guna mengorek informasi tentang dirinya.

"Ini kosong kan? Aku disini ya?" kataku. Arjuna mengangguk sambil memindahkan tasnya.

"Eh, tas kita samaan ya?" tanya Arjuna sambil memegangi tasku,

"Ah enggak kok, bahannya aja yang sama." Jawabku.

Satu hal yang langsung menjadi list teratasku tentang sifat Arjuna: dia bukan lelaki pendiam. Sepanjang kuliah justru Arjuna lah yang banyak berbicara padaku, aku hanya menjadi pendengarnya dan dia benar-benar berbeda 180 derajat dengan yang orang-orang katakan tentangnya. Arjuna bukanlah sosok lelaki dingin. Dia selalu menjawab pertanyaanku sebodoh apapun itu, dan dia sering melontarkan guyonan - guyonan untukku. Akhirnya aku dan Arjuna pun menjadi teman dekat. Dia terkadang duduk di sebelahku karena aku memakai kacamata sehingga harus duduk di depan, sementara Arjuna lebih suka duduk di pojok belakang.

"Kamu tahu, gambar apa ini?" Tanya Arjuna sambil menggambari telapak tangannya saat kuliah geologi berlangsung. Aku menggeleng

"Ini gambar mahkota raja api ozai" Jawabnya sambil berbisik di telingaku.

Sontak aku tertawa terbahak bahak. Mungkin jika bukan karena adikku yang suka menonton TV, aku tidak tahu apa itu raja api ozai.

"Kamu tahu ini gambar apa?" Tanyaku balik sambil menggambari buku catatanku.

"Hm.. cewek seksi lagi berjemur? Apa model lagi pemotretan?"

"Salah! Ini suster ngesot." Jawabku

"Yee.. bukan, itu model. Kalau mau gambar itu yang bener gimana sih!"

"Iya iya, eh sini aku minjem tanganmu. Aku tulisin sesuatu deh." Kataku sambil memegangi tangan kirinya.

"Ini huruf Thailand?" Tanyanya bingung sambil membolak balik telapak tangannya.

"Bukan, ini aksara Jawa. Tulisannya Arjuna." Jawabku sambil terus mencoret tangannya. Diapun cuma mangguk mangguk.

Akhirnya kuliah geologi kuhabiskan dengan mencoret seluruh buku catatanku dengan gambar-gambar dan tangan Arjuna yang belepotan tinta.

Beberapa hari setelah itu, akupun menceritakan tentang Arjuna kepada Vincent bahwa dia selama ini salah tangkap. Kata Arjuna, gebetan Vidi memang cantik tapi bukanlah tipenya. Dia lebih menyukai perempuan perempuan lokal yang berkulit hitam dan tubuhnya berisi. Semenjak itu, Arjuna sering sekali mengerjaiku. Dia suka meniup ubun-ubun di kepalaku saat aku sedang melamun. Dia juga sering sekali mengejek logatku yang agak 'medok', dia juga suka menarik-narik rambutku saat di kelas, dan satu lagi ejekan favoritnya, dia bertingkah laku seperti monyet saat bertemu denganku hanya karena aku lebih pendek darinya dan tasku sering diangkat hingga aku seperti monyet.

Dengan catatan: di tempat yang sepi.

Namun satu hal yang sampai saat ini aku masih berpikir tentang Arjuna, dia seringkali seolah olah tidak mengenaliku tepatnya di tempat-tempat ramai saat di kampus. Dia juga jarang menyapaku jika ada banyak orang, di kelaspun aku dan dia tidak akan berbicara jika dia tidak duduk di sampingku. Semua ulah dan guyonannya itu dia lakukan di luar kampus. Biarpun Arjuna telah menceritakan masa lalunya padaku, menginap di rumahku, tapi terkadang dia masih saja dingin jika ada orang lain yang melihat. Seakan akan ada suatu pembatas antara aku dan dia.

"Kenapa ya, Ndri si Juna suka gitu sama aku?" Tanyaku ke Indri.

"Whaaatt?? Kamu jadi selama ini deket sama Juna?" Indri balik bertanya.

"Ya gitulah cuman sebatas temen kayak aku sama Vidi, Febri, apa Dinur gitu sih." Jawabku

"Itu tuh.. Luar biasa deh kalok buat aku! Kamu tau sendiri kan, Juna itu orangnya gimana? Misterius! Udah gitu coba deh kamu perhatiin mukanya Nyaaaa astagaaa serem banget! Mukanya galak gitu, tatapannya angker!" Indri langsung nerocos dengan heboh.

"Enggak kok, dia lucu kalok lagi peragain monyet gitu, hihi.." Tanggapku.

"Eh eh eh... waiittt.. kamu ndak lagi naksir kan sama Juna?"

"Enggak, Ndri.. dia itu bukan tipeku heeeyy.." Sanggahku. Indri magguk mangguk

"Yaudah deh good, good. Aku nggak suka semisal kamu sama dia ada apa apa gitu. Kasihan sama kamunya sih. Kamu terlalu kalem buat dia, Nya. Biarpun kelakuanmu mirip preman pasar tapi kalok sebelahan sama dia kejantananmu kalah deh."

"Ngaco kamu, Ndri !"

          Sudah 3 hari ini aku tidak melihat Arjuna. Sudah kucoba untuk chat pun juga tidak dibalas. Yasudah, aku juga tidak terlalu mengharapkan dibalas atau bagaimana. Aku sekedar ingin mengabari kalau sudah banyak tugas-tugas yang dia lewatkan. Tiba-tiba malam itu handphone ku bergetar dan langsung muncul di layar 'Arjuna sent you a sticker'. Aku juga tidak langsung membukanya. Sengaja aku diamkan dulu hampir satu jam baru kubuka pesan darinya.

"Nyaaa maaf ya baru bales, kemaren 3 hari aku sibuk ikut open recruitment pecinta alam hehe."

Kata Arjuna sambil mengirimkan stiker tertawa.

"Kamu nggakpapa kan? Nggak nangis kan?" Tanyaku agak bercanda

"Ya enggak laaah.. aku kok nangis, si Ucup tuh yang nangis gara-gara gak kuat panjat tebing. Matanya sampek gede gitu kayak ikan koki." Balasnya dengan cepat. Akupun percaya karena Ucup adalah anak yang cengeng.

"Oh yaudah deh kalok gitu semangat yaa cepet sembuh." Balasku lagi

"Aku nggak sakit kok, itu si Ucup yang tepar dari kemarin. Aku ngerawat dia 3 hari ini."

"Oalah, penting besok masuk ya, Jun! Ntar absenmu kosong banyak loh"

Keesokan harinya, Juna tetap tidak masuk. Vincent lalu mengajakku ke kos-kosannya. Dan disitu aku melihat Arjuna, terbaring di kasurnya dengan kulit yang menghitam dan wajah yang kumal. Aku sengaja bersembunyi di balik pintu tamu dan berbisik bisik pada Vincent

"Juna sakit, Vin?" Tanyaku

"Iya. Orang kemarin aku 3 hari jagain dia terus disini. Aku juga yang anterin di ke rumah sakit. Badannya remuk, dia nggak bisa jalan nggak bisa duduk sampek aku gendong kemarin."

Kemudian dari kamar mandi Ucup keluar dan menyapaku.

"Eh Sonya! Tumben main."

Badannya terlihat sangat segar dan tidak seperti orang sakit.

Arjuna...

Kau berhasil menipuku.

Arjuna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang