"Maybe home is nothing but two arms holding you tight when you're at your worst."
----------------------------------------
Aku melemparkan tubuhku keatas kasur seraya membentangkan kedua tanganku lebar-lebar. Mataku menatap langit-langit kamar yang berwarna coklat. Aku mengambil napas perlahan lalu memejamkan kedua mataku untuk beberapa saat.
Tak lama terdengar suara decitan pintu dan langkah kaki yang semakin lama semakin mendekat. Aku tak perlu membuka mataku untuk melihat siapa itu karena aku sudah tahu jika itu Justin. Maksudku, siapa lagi kalau bukan ia?
"Kau kelelahan?"
Aku kembali membuka mataku untuk melihat wajahnya yang kini berada tepat didepan wajahku. Ia menatap kedua mataku lekat-lekat sementara kedua tangannya berada tepat di samping kepalaku.
"Aku sangat kelelahan," Gumamku.
Ia tersenyum, mengecup bibirku dengan lembut lalu menarik lenganku hingga kini posisiku menjadi duduk.
"Aku akan pergi mandi," Gumamnya.
Aku menaikkan sebelah alisku padanya. "Lalu?"
Ia menyeringai, lalu mendekatkan wajahnya padaku hingga hidungnya menyentuh hidungku. "Kau ingin mandi bersamaku?"
"Oh, tidak, terima kasih."
"Oh, ayolah Eleanor."
"Kau tak ingat saat terakhir kali kita mandi bersama?" Tanyaku.
Ia terdiam sejenak, lalu wajah tampannya kembali menyeringai. "Kau tak bisa berhenti meneriakkan namaku,"
Pipiku memanas dan aku mencoba untuk menutupinya diantara helaian rambutku yang terurai.
"Bukan itu maksudku, oh astaga." Gumamku. "Kita menghabiskan waktu selama kurang lebih satu-setengah jam dalam kamar mandi dan aku hampir mati kedinginan,"
Itu terlalu berlebihan, sebenarnya.
"Tapi kau menyukainya bukan?"
Aku mendorong wajahnya agar menjauh dariku. Ia hanya tertawa saat aku melakukannya.
"Oh, diamlah."Aku kembali merentangkan tubuhku diatas kasur.
"Kau yakin tidak akan mandi bersamaku, Eleanor?"
"Justin,"
"Baik, aku mengerti."
Lalu semuanya menjadi hening dan tak berapa lama terdengar bunyi pancuran air. Aku senang semuanya kembali seperti semula. Aku, Justin, rumah ini dan Los Angeles. Tak ada yang berubah sedikit pun dari rumah ini, kecuali, mungkin, caraku dalam memandang rumah ini. Semuanya masih sama seperti saat terakhir kali aku berada disini sebelum pergi ke rumah Sarah.
Sarah! Astaga.
Aku tak mendengar apapun darinya selama beberapa hari ini. Aku merogoh saku celanaku untuk mengambil handphoneku lalu menghubunginya.
"Hallo?"
"Sarah! Astaga, ini aku, Eleanor. Aku minta maaf kar-"
"Eleanor?"
"Sarah? Apa kau baik-baik saja?"
"Kuharap begitu,"
"Apa yang terjadi? Sarah, apa kau me-"
Ia mematikkan teleponnya. Apa yang terjadi dengannya? Aku beranjak dari kasur dan memutuskan untuk menemuinya karena aku tahu ada yang salah dengannya. Ia terdengar seperti sedang menangis. Aku benar-benar berharap ia baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damaged Love | Justin Bieber
FanfictionJustin Bieber adalah kesalahan terindah dan terbaik yang Eleanor Heather buat dalam hidupnya. Sebuah kesalahan yang Eleanor tidak pernah sesali. Ia tidak tahu apa yang ia lihat dari seorang Justin Bieber; yang ia tahu adalah ia sangat mencintainya.