Part 6

2.8K 203 6
                                    

Kyuhyun's POV

Aku baru saja membersihkan diri ketika mencium aroma masakan lezat dari arah dapur. Pagi-pagi seperti ini, siapa yang memasak? Apa noona datang untuk memasak?

Dari jauh terlihat seorang perempuan sibuk dengan sutil dan wajan di tangannya. Rambut panjang yang dijepit asal membuat leher putih pemiliknya terekspos. Aish, aku baru ingat bahwa sekarang aku tinggal dengan seorang gadis.

"Oppa sudah bangun?" Aku terkejut begitu orang yang kuperhatikan sejak tadi menyadari kehadiranku. Dengan senyum kikuk, aku mengangguk dan menghampirinya di dapur.

"Apa yang kau masak hari ini?" tanyaku seraya melirik bahan-bahan makanan yang tersebar di seluruh meja dapur.

"Sup kimchi pedas, apa oppa suka?" Aku mengangguk sambil tersenyum. Sebenarnya aku tak menyangka bahwa gadis semuda dia selain pandai menari juga pandai memasak. Makanan yang dimasak dengan tangannya sendiri selalu terasa enak di lidahku. Kalau orang-orang tak bertanya, kuyakin mereka semua mengira Goo Jaena adalah seorang ibu rumah tangga. Fisik dan penampilannya sangat menunjang. Kyu, memangnya apa yang kau harapkan dari seorang gadis berusia tujuh belas tahun? Sedewasa apapun penampilan Jaena, perbedaan usia diantara kami terlalu jauh. Sekeras apapun aku mencoba untuk menyangkal, nyatanya di mataku gadis ini bukanlah gadis biasa.

"Cha, sudah siap," gadis itu mengangkat sebuah panci berukuran sedang dari atas kompor dan meletakkannya di meja makan kemudian menatapku sambil tersenyum. "Kajja kita makan selagi masih panas!" Tak ada kata yang keluar dari mulutku, lagi-lagi kepalaku mengangguk tanpa dikomando. Apakah aku terlalu terpesona dengannya?

Aku mengambil posisi tepat dihadapannya. Aroma sup buatannya dapat menggugah selera makan siapa saja yang menghirupnya. Benar-benar gadis luar biasa. Dengan sigap gadis itu menuangkan sup ke dalam mangkuk yang kupegang, lalu memberiku sendok dan sumpit setelahnya.

"Coba dulu, oppa. Aku penasaran apa sup ini enak atau tidak," matanya menatapku berseri-seri layaknya orang penasaran. Aku menjadi geli melihat ekspresi kekanakkannya itu. Mungkin dengan ekspresi seperti itu orang-orang baru percaya bahwa usia gadis ini bahkan belum menyentuh kepala dua.

"Ne, oppa cicipi dulu," kataku sembari menyendok kuah berwarna kemerahan itu ke dalam mulutku. Matanya yang bulat membuatku ingin menjahilinya.

Iseng, aku mengerutkan dahi sambil menggelengkan kepala beberapa kali tanda tak suka. Wajah imutnya berubah menjadi kecewa. Gadis itu menghela napas panjang lalu berdiri, tangannya mengangkat panci yang isinya baru berkurang seperempat. Oops, sepertinya dia salah tangkap. Cepat-cepat aku menahan tangannya.

"Mau kau apakan?" tanyaku penasaran.

"Tentu saja aku ingin membuat yang baru. Bukankah oppa bilang tidak enak?" Nada lirihnya membuatku tak tega meneruskan 'drama' ini. Aku menatap tanganku yang masih berada di atas tangannya sambil tersenyum. "Aku tidak pernah bilang kalau masakanmu tidak enak."

"Tapi tadi oppa menggeleng." Kali ini aku menatap manik matanya. "Oppa hanya bercanda, masakanmu selalu luar biasa rasanya. Luar biasa enak tentunya.. Jangan dibuang, oppa suka sekali," kulihat senyum Jaena mengembang. Panci yang semula diangkat, diletakkan lagi pada tempat sebelumnya.

"Syukurlah, kupikir oppa tidak suka dengan masakanku." Aku menepuk telapak tangannya beberapa kali sebelum melanjutkan makanku sendiri. Entah apa yang membuatku senang ketika menyentuhnya tadi. Rasanya sangat nyaman..

***

Goo Jaena's POV

Aku mengulum senyum ketika menyentuh satu persatu foto Kyuhyun oppa yang terdapat pada sebuah album foto berwarna biru laut di kamarnya. Sungguh, pada awalnya aku sama sekali tidak berniat menyentuh barang-barang di sana.. Hanya saja ketika melihat album itu, rasa penasaranku bangkit begitu saja. Oh ya baiklah, aku hanya senang ketika memandang foto-foto di sana. Jaena, sekarang waktunya kau melanjutkan pekerjaanmu. Ketika aku hendak menutup album biru itu, sebuah foto terjatuh ke lantai kamar. Cepat-cepat aku mengambil lembaran itu dan mengembalikannya ke tempat asal.

Semuanya menjadi lebih rumit saat mataku beradu dengan dua orang yang terdapat di dalam foto tersebut, aku sangat mengenal salah satunya. Kyuhyun oppa dengan seorang wanita yang terlihat lebih dewasa sedang bergandengan mesra berlatar matahari terbenam di Sungai Han — sepertinya.

Pertanyaan muncul begitu saja dipikiranku. Apa wanita ini kekasih Kyuhyun oppa? Tidak, Kyuhyun oppa adalah pria lajang. Aku sudah pernah bertanya sebelumnya.

Pintu kamar terbuka lebar ketika aku masih hanyut dalam pikiranku sendiri. Sontak aku melihat siapa gerangan yang masuk. Oh tidak, pemilik kamar datang. Buru-buru aku menutup album dan mengembalikannya ke atas meja — tempat aku menemukan album biru itu.

"Apa yang sedang kau lakukan di kamarku?" Suara dingin itu menusuk gendang telingaku. Nada datarnya terdengar seperti sebuah petir yang menyambar bagiku karena ini adalah pertama kalinya aku mendengar pria itu berbicara amat dingin.

Dengan kikuk aku berdiri sambil menunduk. "Mianhae, oppa. Tadinya aku hanya ingin membersihkan kamarmu saja. Aku tidak bermaksud lancang menyentuh barang-barangmu, tapi saat aku menata meja, ada album itu. Aku hanya.."

Wajah Kyuhyun oppa berubah menjadi menakutkan. Matanya menatapku tajam. Pria itu berjalan menuju meja dan menyimpan album itu di dalam laci meja.

"Bukankah sudah pernah kukatakan bahwa kau tak perlu membersihkan kamarku? Aku tak suka bila ada orang lain masuk ke dalam kamarku." Belum selesai aku menjelaskan, Kyuhyun oppa sudah lebih dulu memotongnya. Meskipun aku menunduk, aku bisa merasakan tatapan tajamnya seperti mengulitiku. Aku benar-benar tamat..

Foto yang terjatuh tadi belum sempat kukembalikkan ke dalam album masih berada dalam genggaman tangan kananku yang kusembunyikan di balik punggung. Tanganku mulai berkeringat karena aku menggenggamnya terlalu erat. Pikiranku bercampur aduk.

"Nan jeongmal mianhaeyo, oppa," kataku lirih lalu bergegas menuju pintu. Tanpa dikomando setetes air mata jatuh membasahi pipiku dan cepat-cepat kuusap. Kupercepat langkahku, saat melewati Kyuhyun oppa, pria itu menarik tanganku hingga foto itu terlepas dari genggamanku. Karena sudah tidak tahu harus bagaimana, aku membiarkan foto tersebut tergeletak di lantai dan bergegas keluar dari kamar Kyuhyun oppa menuju kamarku sendiri.

Aku masih bisa bertahan sampai aku menutup pintu kamar dan berlari ke kasur. Di situ aku menangis sejadi-jadinya. Merasa bodoh karena telah berbuat lancang. Merasa tidak tahu diri karena telah membuat orang yang menolongku kecewa. Merasa hancur karena ternyata pria itu masih mencintai wanita lain. Dan terakhir, sadar karena aku bukanlah siapa-siapa di tempat ini. Aku terlalu percaya diri dengan menganggap diriku berarti di mata Cho Kyuhyun, seorang pria dewasa dan mapan dengan wajah tampan dan hati yang baik.

To be continue...

It Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang