Devon Galau

19.8K 906 209
                                    

Hai hai! Aku balik lagi nih. Part ini mungkin agak ga nyambung dan singkat, tapi bodo :p

Masih enjoy sama cerita ini? Vomment nya jgn lupa ya beybeh wkwk..

Happy sad-true-day night yay semua

***

DEVON POV*

Gue duduk di sebuah bangku panjang didalam kantin sambil menyedot jus alpukat. Dengan tatapan kosong kedepan, gue menghentak-hentakkan kaki gue kelantai.

Terbesit di pikiran gue untuk menghubungi Chira. Udah 3 hari ini dia ngilang, gue kangen. Tanpa menunggu lama lagi, gue merogoh saku celana dan mengambil handphone.

Devon Ariditya: I miss u so bad, rapunjel.

Send.

Gue menggaruk pelipis resah, tindakan gue barusan bakal buat dia makin ngejauh nggak, ya? Ah bodo, gue kangen dia kok.

Kenapa juga dia pake ngejauh, sih? Emang salah gue apa? Gue kan cuma mengungkapkan apa yang gue rasain. Emangnya salah, ya? Lagian gue juga jujur, gue emang jatuh cinta sama dia. Cinta nggak butuh alasan, kan? Selama gue ngerasa nyaman dan bahagia dekat dia, gue nggak peduli apa yang orang bilang.

Emang dasarnya Chira tipe cewek aneh kali, ya? Makanya susah banget buat dia pahamin apa yang gue rasa.

"Wettss, bro? Tumben sendirian?"

Gue menoleh, Ryo, temen sekelas gue, dengan tampangnya yang urakan tersenyum lebar sambil merangkul gue.

"Lagi males rame-rame, yo." Gue menyahut ogah-ogahan.

Ryo duduk disamping gue sambil mengunyah permen karet, "Galau, Von?"

"Engga, lagi males aja gue. Lagi nggak semangat."

Ryo terkekeh, "Kalo seorang Devon galau? Kedengerannya agak mustahil."

Gue menyikut perutnya pelan, "Anjir lo, Yo. Baru kali ini gue begini."

"Kenapa, sih? Cerita aja kali."

Gue terdiam sebentar lalu mengehela nafas, "Cewek emang ribet, ya?"

"Ribet gimana? Penampilannya? Sifatnya? Atau apa? Yang jelas"

Gue menggaruk tengkuk gue yang nggak gatal, "Ya pokoknya ribet. Kita nggak bilang cinta, salah. Kita bilang cinta juga salah. Gue nggak ngerti asli."

Ryo tertawa renyah, "Tiap cewek punya sifat yang beda-beda, Von. Emangnya lo lagi suka sama siapa?" Tanyanya kepo.

"Ada deh. Cewek idiot."

"Chira?"

Gue langsung menatap Ryo heran, darimana dia bisa tau?

"Biasa aja keles, Von." Ryo menoyor kepala gue.

"Lo tau darimana?"

Ryo tersenyum, "Dia sepupu gue, Von."

Lagi-lagi gue dibuat speechles, "Serius???"

"Duarius, tigarius, empatrius, mau berapa rius juga gua jabanin, Von." Ryo tertawa lagi.

Gue bener-bener bingung, darimana Ryo tau kalo cewek idiot itu Chira? Apa Chira cerita sama Ryo? Ah entah.

"Dia tipe cewek yang beda, Von. Nggak pernah pacaran, ditembak cowok juga belum pernah. Jadi wajar aja kalo dia bersikap aneh gini pas lo nyatain cinta ke dia." Jelas Ryo.

Gue cuma mangguk-mangguk kayak orang bego, "Jadi sebenernya dia ngejauh dari gue karna apa?"

"Dia nggak ngejauh. Dia cuma perlu waktu  buat mastiin perasaan dia ke lo itu perasaan cinta atau bukan.".

Gue diem lagi untuk beberapa saat, "Emang dia cerita apa aja ke lo?"

Ryo memutar bola matanya, "Mau tau juga rupanya, seorang Devon bisa kepo, ya?"

"Gue nanya serius, Yo."

Ryo melirik jam tangannya lalu berdiri, "Sorry, Von. Gue ditunggu pak Nito dikantor. Duluan, ya?" Ryo menepuk pundak gue pelan sebelum dia pergi.

Gue cuma diam melongo sambil menatapi kepergian Ryo, pasalnya cowok itu bener-bener buat gue penasaran sekarang.

Gue melihat layar handphone gue, nggak ada balasan dari Chira. Pasti dia sengaja nggak mau bales, deh. Ya ampun Chira, segitu bingungnya ya lo sama perasaan sendiri?

"Jelas-jelas gue yang pesen duluan, kenapa lo nyerobot?"

"Lo itu cowok, gue cewek, ngalah ngapa. Gue aus abis pelajaran penjas, kalo tenggorokan gue kering terus suara gue nyangkut di tenggorokan karna nggak mau nanjak, lo mau tanggung jawab? Mau?"

Suara cempreng yang nyerocos terus itu, gue kayak kenal. Gue menoleh kebelakang, benar aja ada Chira disitu lagi berdebat sama Tito.

"Gue juga aus abis hapalan kimia. Emangnya kalo lo cewek kenapa? Lo nggak bisa ngantri? Nggak belajar waktu sd?" Tito nggak mau kalah.

Chira berkacak pinggang, "Gue waktu sd belajar ini ibu budi, ibu pergi ke pasar, dan ayah pergi ke kantor." Chira merebut paksa jus jeruk yang ada di genggaman Tito.

Tito terlihat nggak terima lalu merebut balik jus itu. Adegan rebut-rebutan ini sukses membuat kantin sedikit ramai, dan gue asyik menonton dari jarak jauh. Takut kalo Chira liat gue, dia malah kabur dan berhasil dikalahkan sama Tito.

"Lo nggak pantes minum jeruk, ntar kulit lo ngelupas kayak uler!" Chira melotot, "Mending lo minum air putih aja, sehat. Biar badan lo nggak kerempeng kayak pena gue."

"Enak aja lo kalo ngomong. Lo yang nggak pantes minum jeruk, muka lo udah asem ntar tambah asem!"

Chira makin kalap, ditoyornya kepala Tito hingga cowok itu hampir menjulang ke belakang, "Muke lu yang sepet kayak jeruk nipis!"

"Stop! Ngapain sih ngeributin jus jeruk doang? Tinggal pesen satu lagi susah amat!" Sopi yang sedari tadi pusing akhirnya turun tangan menengahi.

"Kalo jeruknya masih ada juga gue males ribut sama dia!" Chira dan Tito menjawab berbarengan sambil menunjuk satu sama lain.

Gue terkekeh melihat mereka berdua, khususnya Chira. Kadar keimutan dia naik 50% ketika dia marah.

"Yaudah, biar adil sedot aja barengan." Sopi mengambil sedotan satu lagi dan menaruhnya didalam jus jeruk, "Nah, sedot bareng-bareng tuh, adil kan?"

Chira melotot tak percaya, "Lo nyuruh gue join sama dia? Amit-amit."

"Siapa juga yang mau join sama lo. Bisa kena virus idiot, deh, gue!" Lagi-lagi Tito nggak mau kalah.

Chira yang makin geram akhirnya menjambak rambut ikal milik Tito, "Apa lo bilang? Hah?!"

"Ss...sakit.. Bego!" Tito meringis sambil berusaha melepaskan jambakan Chira.

"Lo ngomong apa tadi? Gue idiot? Terus kalo gue idiot, masalah buat lo?!" Mata Chira membulat, nafasnya tersengal-sengal, dan bibirnya monyong-monyong, makin imut.

Gue memperhatikan Chira dari bangku gue sambil menopang dagu dan senyum-senyum.

"Udah, Ra. Ngapain pake ribut, sih?" Sopi ternyata sama kesalnya dengan Chira. Namun kekesalannya itu karna temannya nggak juga berhenti menjambak Tito yang kini udah nggak karuan lagi mukanya menahan sakit.

"Nggak, Pi. Dia kurang asem banget bilang gue idiot."

Sopi menggelengkan kepalanya, "Udah To, mending lo minta maaf ketimbang rambut lo botak."

"Iya deh, gue minta maaf, lepasin rambut gue!" Tito mengemis pada Chira.

Sedetik kemudian Sopi menangkap basah gue lagi mantengin Chira dari jauh. Nggak lama dia nyenggol lengan Chira dan berbisik pada gadis itu sambil menatap gue. Perasaan gue nggak enak. Bener aja, Chira langsung menoleh ke arah gue dan perlahan tangannya yang sedari tadi menjambak rambut Tito mulai terlepas. Tatapan nya masih fokus di satu titik, gue.

"Nih, ambil aja buat lo." Ia menyerahkan jus jeruk yang ada digenggamannya pada Tito lalu menarik tangan Sopi menjauh dari kantin.

Gue menatap kepergiannya dengan wajah lesu. Sesekali ia menoleh kebelakang dan menatap gue takut. Kenapa, sih, dia?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Idiot GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang