1

4.4K 215 24
                                    

"Lo yakin masih suka sama sepupu lo itu? Siapa sih namanya? Aldo kayaknya bukan, tapi bodo amatlah intinya dia." Lia sudah sangat bosan melihat sahabatnya yang satu ini sangat terobsesi dengan yang namanya sepupu sendiri.

"Ya ampun, Lia. Nama dia tuh Aldi! Lo suka banget ganti-ganti nama orang. Itu nama udah di selametin, jangan asal ganti!" jelas Chaca menatap jengkel ke arah Lia, karena kebiasaan sahabatnya ini yang suka mengganti nama orang seenak jidatnya.

"Ya itulah pokoknya. Gue saranin ya, Cha. Mendingan lo moveon dari si, Aldi. Dia nya juga gak peka sama perasaan lo, gimana mau taken. Dan parahnya lagi dia itu sepupu lo sendiri, Cha. Se-pu-pu." katanya sambil menekankan kata 'sepupu' dengan tegas.

Chaca memandang sahabatnya ini dengan tatapan bosan. "Mau gimana lagi, Li? Lo ngomong gampang tinggal bilang moveon. Lah gue? Gue yang ngejalanin." miris rasanya jika mempunyai perasaan yang lebih terhadap sepupu sendiri.

Kalau boleh memilih Chaca tidak ingin mempunyai perasaan bisa dibilang cinta dengan sepupunya itu. Tapi, mau gimana lagi? Rasa itu tumbuh dengan sendirinya. Sekuat mungkin Chaca mencoba menghilangkan perasaan itu, pasti selalu gagal. Semakin Chaca ingin melupakannya, semakin pula Chaca teringat dirinya.

"Gue ngerti kok posisi lo saat ini. Makanya, gue pengen yang terbaik buat lo. Gue akan selalu ada buat lo. Jadi, semangat!!! Jangan pernah menyerah." Lia mencoba memberi semangat untuk Chaca.

"Makasih, Li. Lo emang sahabat terbaik yang gue punya." diberi semangat oleh sahabat itu memang sangat spesial. Walaupun itu terbilang sederhana.

"Itulah gunanya sahabat 'kan." Lia tersenyum sambil memeluk Chaca.

Sahabat memanglah segalanya. Dikala kita bahagia ia ada disamping kita, bahkan disaat terpuruk pun pasti ada untuk kita. Itulah yang benar-benar dinamakan sahabat sejati.

-----

"Sampai disini pertemuan kita kali ini. Ibu harap kalian mengerti apa yang saya jelaskan tadi, sampai jumpa pertemuan selanjutnya." jelas Guru tersebut dan langsung pergi keluar kelas.

Murid-murid yang berada dikelas XII Ipa-2 bersorak senang karena, bel pulang sekolah sudah berbunyi. Chaca merasa sangat lelah hari ini, penat dengan pelajaran yang ia hadapi dan itu pun harus benar-benar masuk ke otaknya.

"Pulang bareng, yuk." suara tersebut membuat Chaca sadar dari lamunannya. Ternyata yang mengajaknya pulang bareng itu Aldi.

"Emangnya gak ngerepotin nih?" tanya Chaca meyakinkan.

"Gak sama sekali malah. Lagian rumah kita deketan ini, udah kayak sama orang aja lo."

"Lo kan emang orang, Di. Kalau bukan orang terus apa? Alien atau jangan-jangan ini arwahnya Aldi?" timpal Chaca sambil memasang ekspresi mengerikan seolah-olah di hadapannya benar-benar awah Aldi.

PLETAK

"Punya mulut tuh di jaga!" sebuah setilan dengan mulus mendarat di kening Chaca akibat perkataan ngawur yang di lontarkannya itu.

"Apaan sih Aldi... Sakit tau! Asal nyentil aja, punya tangan tuh di jaga!" omel Chaca memasang wajah sebal.

"Yaudah dimana yang sakit?" tanya Aldi dengan suara yang sangat lembut, sukses membuat hati Chaca bergetar.

"Nih, disini nih." unjuk Chaca ke keningnya yang terasa sakit.

CUP

"Udah kan, gak bakalan sakit lagi. Maaf, Cha." ucapnya sambil mengelus kening Chaca yang baru saja di ciumnya itu.

Chaca yang di perlakukan seperti itu hanya bisa diam ditempat. Seakan-akan dirinya tidak bisa bergerak. Menurut Chaca ini adalah keajaiban dunia ke delapan baginya. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba saja Aldi mencium keningnya.

Rezeki anak sholehah.- Chaca membatin dengan wajah merah seperti tomat.

"Cie... Mukanya sampe merah begitu. Bilang aja suka gue cium." ledek Aldi mencolek dagu Chaca, dengan genitnya ia mengedipkan sebelah mata.

"Ng...nggak kok. Geer banget jadi orang!" Chaca berusaha menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi.

"Pulang yuk." ajak Aldi menarik tangan Chaca menuju parkiran motor yang berada disekolahnya.

Chaca hanya pasrah mengikuti kemauan Aldi. Sebenarnya Chaca senang di ajak pulang bareng, kebetulan juga Chaca satu kelas dengan Aldi jadi gampang lah. Tapi, Chaca sok jual mahal karena rasa gengsinya yang sangat besar. Lagi pula, perempuan harus jual mahal kan?

"Cepet naik!" perintahnya.

Huh! Ini orang seneng banget maksa.-batin Chaca kesal.

Tapi, gitu-gitu lo suka kan sama, Aldi?

Entah dari mana munculnya suara itu. Tapi memang kenyataannya benar. Kalau Chaca memang jatuh cinta sama Aldi, bahkan kalau boleh cinta mati. Benar kata orang tua jaman dulu kalau sedang jatuh cinta 'tai kucing' pun kalau dimakan rasa coklat.

"Yaudah sih. Gue juga tau kali." ucap Chaca sebal sambil memutar kedua bola matanya.

"Pegangan yang erat, Cha." instruksinya lagi.

"Bawel ah, bilang aja lo mau mo-" belum sempat Chaca menyelesaikan ucapannya, motor yang ia tumpangi melaju sangat kencang. Bahkan saking kencangnya Chaca hampir terjungkal ke belakang. Untung saja Chaca langsung memeluk pinggang Aldi dengan erat.

"Lo pengen buat gue mati gara-gara naik motor sama lo?" ucap Chaca sedikit berteriak agar Aldi bisa mendengar ucapannya.

"Lagian dibilangin ngeyel." jawab Aldi santai tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.

"Dasar kang modus." ledek Chaca disertai pukulan pelan di punggungnya.

Aldi yang mendengar ledekan dari Chaca hanya bisa terkekeh dibalik helmnya.

-----

Setelah menempuh perjalanan akhirnya sampai juga di depan rumah Chaca dengan selamat sentosa.

"Mau mampir gak, Di?" tawar Chaca berbaik hati.

"Lain kali aja, Cha. Salam buat Mama aja ya. Masuk gih!" ucap Aldi seraya mengacak-ngacak rambut Chaca.

"Yaudah, hati-hati di jalan, Di." pesan Chaca sambil melambaikan tangan ke Aldi yang semakin lama semakin jauh dari pandangannya.

Padahal cuma di acak-acak rambut doang, Cha. Tapi, senengnya gak ketulungan.

Sesederhana itu.

-----

Semoga suka ya.
Kalau hasilnya kurang memuaskan harap dimaklumi aja. Masih sangat amatir, jauh dari kata bagus.

Happy reading^^

Makasih

-fwazhrxx_

My Husband is My CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang