Baru saja aku keluar dari ndalem abah, Farha sudah menghampiriku beserta teman-teman yang lain. Mereka semua teman satu 'kamarku' yang tak pernah aku tau namanya satu persatu sebatas pernah melihatnya saja.
"Mbak ayok ke kamar ambil kitab. Kemaren kitab mbak udah dibagiin tapi aku lupa bilangnya" kata Farha. aku melirik kerumah/Ndalem abah. Disana ada orang paling nyebelin di dunia sedang memperhatikanku. Akupun tersenyum ke arah Farha dengan selebar-lebarnya agar dia melihatku.
"Oh yaudah ayo" kataku, langsung menarik tangan Farha. sudah beberapa langkah kami berjalan tapi teman-teman yang tadi mengikuti Farha ilang. Akupun menengok ke belakang dan betapa syoknya aku saat melihat mereka masih disana sambil memandangi tempat gus Faiz tadi padahal gue Faiznya udah pergi dari kapan tau.
"mbak-mbak ,,, hjskksaakdhadhusgdidga" kata Farha. Aku hanya bisa menghela nafas. Sampai kapan aku begini. Rasanya aku ingin sekali membeli kamus bahasa Jawa agar aku tau semua orang disini ngomong apa. Kali aja kan ngomongin aku.
"Kita keatas lagi nih?" tanyaku saat kami sudah berada dibawah pondok Darul.
"Iya mbak, ayoo.." kata Farha. tadinya aku ingin sekali membantah tapi bayangan janjiku kepada gus Faiz rese itu kembali hadir. Kenapa ya, kenapa dia gak bisa lenyap gitu aja sih di kepala aku. Aku takut kalau begini terus kepalaku botak karena otakku terus teringat akan janji bersama tuan nyebelin itu.
Setelah mengambil kitab. Semua santri turun lagi karena pengumuman dengan menggunakan bahasa arab telah dilantunkan oleh pengurus yang bertugas. Kami semua keluar dari pondok dan berbondong-bondong memadati jalan menuju masjid. Tapi yang membuatku heran adalah seluruh santri malah duduk-duduk di tepian pot-pot bunga berukuran besar dengan bunga hiasan didalam peluknya.
"Kok gak langsung ke masjid?" tanyaku penasaran.
"Iya mbak, kuliah subuhnya belum selesai" kata Farha. Setelah mendengar kata-kata Farha yang sebenarnya aku tidak mengerti aku hanya ber-ohh ria karena takut malah diperpanjang oleh Farha jika aku bertanya lebih lanjut. Toh cepat lambat aku kan tau maksud ucapannya.
Tak lama kemudian Farha berdiri dan mengajakku tuk berdiri juga. Bukan hanya kami ternyata, masih banyak yang lain. Sebetulnya desari tadi banyak sekali yang mengajakku ngobrol dengan wajah berbinar-binar, ntahlah aku tidak tau mengapa mereka begitu senang saat aku menjawab pertanyaan mereka dengan singkat menggunakan bahasa indonesia. Ehh tunggu kita berkomunikasi mengunakan translator Farha. kalau tidak ada dia mungkin aku hanya bisa tersenyum-senyum aneh karena bingung menjawab apa. That's not good!
"udah shalawatan mbak, yuk, kita berdiri" kata Farha. Aku menurut saja.
Kami semua berdiri. Dan tanpa diberi aba-aba kami terbelah menjadi 2, kami semua minggir disamping kanan dan kiri jalan. Seketika aku terpana, kalau saja aku membawa SLR kesayanganku pasti kejadian ini akan ku abadikan dan ku posting di Instagram, Blog, dan media sosial yang aku punya.
Dari arah masjid datanglah berbondong-bondong warga desa. Usia mereka kebanyakan sudah bisa dianggap 'berumur'. Ada nenek-nenek yang menuntun cucunya ditangan kanannya dan menyalami setiap santri yang dilewatinya. Ada Ibu-ibu yang dengan anak digendongannya sambil menyalami juga santri-santri yang dilewatinya. Sementara bapak-bapak dan kakek-kakek terus berjalan tanpa adegan bersalaman, aku tidak tau alasannya, yang aku tau hanya mereka lewat begitu saja.
Nenek-nenek yang membawa cucunya itu sekarang sudah mulai mendekat kearahku. Dalam hati aku kasian juga melihat semua nenek-nenek yang mengikuti acara kuliah subuh ini dengan membawa cucu. Kemana anak-anak mereka? Dan aku salut kepada nenek-nenek dan kakek-kakek yang dengan semangat empat limanya mereka menghadiri acara kuliah subuh yang diadakan oleh Abah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penjara Suci (NOVELTOON/MANGATOON)
Teen Fiction[Pindah Ke Noveltoon/Mangatoon] "Kalo memang papa sama mama gak tahan lagi sama sikap Nindy, kenapa kalian harus buang Nindy ke Pesantren? Kenapa gak bunuh Nindy aja sekalian!" -Anindya Athaya Zahran.