4. Swept Away On A Wave Of Emotion

11.8K 956 104
                                    

Aku sedang mengingat-ingat dosa apa yang sudah aku perbuat. Siapa orang yang sudah aku dzolimi. Aku buat sakit hati hingga disumpahi dan mendapat karma seperti ini. Terjebak bersama orang yang hobinya marah-marah tak jelas. Sejak bertemu dengannya tak ada kebaikan yang aku lakukan. Mulut ini tak berhenti bicara kasar, marah-marah, mengutuk, dan terus mencaci maki. Seperti saat ini, aku kembali dibuat kesal. Betapa murka Gie melihat penampilanku keesokan hari ketika datang menjemput.

Aku santai-santai saja di rumah, malas-malasan nonton teve. Berpenampilan seperti layaknya orang libur, tak mandi seharian. Aku pikir dia tak jadi datang, setelah tengah malam tadi menelepon sambil marah-marah. Dia melaporkan kalau Rizky sudah sampai rumahnya dengan selamat. Gie mengomel, tak menyangka rumah Rizky di ujung rel Cilebut, Bogor.

Begitu melihat Gie datang dengan mukanya yang jutek, secepat kilat aku melesat mandi, dandan, dan ganti baju. Tapi, dia masih saja mencela penampilanku. "Yang bener aja! Kita mau ke kafe bukan mau antre sembako di kantor RW."

Aku berusaha sabar. Minimal 15 tahun penjara, hukuman jika aku menebas lehernya. Tapi, mulut nyinyirnya masih terus menggerutu di belakangku, membuat darahku bergolak. "Gue sudah mandi, kece tapi itu mulut masih aja nyinyir," kataku menahan emosi. Dengan hati dongkol aku berlalu melewati, sengaja menyenggol bahunya. Dia menatapku dari atas sampai bawah.

"Kalau pakai baju yang sesuai umur. Punya dress kan?" Aku menghentikan langkah siap menghadapinya. Sumpah! Aku tak mengerti apa maksud baju yang sesuai umur? Kalau dia mengharapkanku mengenakan mini dress seperti yang dikenakan Sadako tempo hari, mimpi!

"Lama-lama lo kayak banci! Ngurusin penampilan gue. Kenapa nggak lo sendiri yang pakai dress?" teriakku dari belakang punggungnya.

Gie menghentikan langkahnya, punggungnya terlihat kaku. Mampus! Dia marah aku bilang banci. Tapi, memang benar kan? Cuma banci yang ribet komentar tentang penampilan. Meski begitu aku mengkeret takut. And, nothing happens. Gie langsung menyeretku ke mobilnya. Sepanjang jalan dia diam, tak bicara, ngambek mungkin. Bagus deh, jadi tak berisik, capek ribut terus.

Sampai di kafe suasana sudah ramai. Aku langsung dibawanya ke belakang panggung menemui teman-temannya. Nama band-nya Dalbo. Aku diperkenalkan dengan keempat personel lainnya dan juga cewek-cewek yang mendampingi mereka. Entah pacar atau hanya sekadar groupies, aku tak peduli dan tak ingin tahu juga. Tidak penting! Secara mereka semua menyeramkan. Penampilannya sudah seperti ibu-ibu Dharma Wanita kelurahan.

Tak heran jika tadi Gie menyuruhku pakai dress, secara temannya begini semua. Full make up dengan bulu mata berat bikin susah melek. Rambut mereka seragam, panjang dan dikeriting gantung. Jika ada angin topan sekalipun, aku yakin itu rambut tetap kokoh. Dan, mereka semua pakai dress yang hampir menyentuh panties.

Sama seperti Gie, selain nge-band, member Dalbo yang lain juga memiliki profesi berbeda. Nge-band hanya untuk menyalurkan hobi dan untuk mempertahankan pertemanan yang sudah terjalin sejak SMA. Tak seperti Gie yang bawaannya selalu bikin kesal, ternyata teman-temannya menyenangkan, seru, dan ganteng-ganteng. Aku betah ngobrol dengan mereka.

Sekali lagi aku harus mengakui, di balik sikapnya yang menyebalkan ternyata Gie memang menakjubkan. Dia begitu gagah di atas panggung. Terlihat galak ketika menggebuk drum. Pandanganku tak bisa lepas dari aksi panggungnya yang enerjik. Gie fasih merentetkan pukulan di belakang set drum double bass miliknya. Dia memiliki skill yang tinggi dalam bermusik, terdengar dari entakan irama drum dari lagu-lagu metal yang dibawakannya.

Malam semakin larut, suasana mulai panas. Penonton terus bersorak, meneriakkan nama personel Dalbo. Dari atas panggung Gie terlihat bersemangat, beberapa kali melempar senyum ke arahku. Dia membuatku belingsatan, bolak-balik merapatkan paha, panties-ku sudah kuyup. Gie terlihat ganteng, manly, dan sexy. Rambut gondrongnya basah kena keringat, begitu juga dengan kausnya. Menempel ketat, mencetak dengan jelas otot-otot tangan dan dadanya yang mengembang mirip Popaye habis ngemil bayam. Huhuhuhu... he's hawt!!

Come On Get ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang