"Aku pikir sudah waktunya aku jujur padamu, Steve," ujarku.
"Kurasa juga sebaiknya demikian," jawab Steve, "aku melihat kau agak tertekan akhir-akhir ini."
"Aku... aku... bertemu dengan teman lamaku. Dia Rene," jelasku, "dia adalah pria yang sering kuceritakan padamu. Pria yang selalu kuidamkan sejak SMU."
Aku tercekat. Aku yakin ceritaku akan melukai Steve. Namun tak ada pilihan lain. Steve harus tahu.
"Aku dan dia sering bertemu... dan..."
"Cukup," jawab Steve tenang, "aku sudah tahu apa yang akan kau beritahukan. Aku sudah tahu, sejak kau melepas cincin kawinmu." Steve terdiam. Aku melihat setitik airmata di pipinya, yang buru-buru dihapusnya, lalu buru-buru ia berpindah ke kamar lain.***
"Jadi suamimu sudah tahu tentang hubungan kita?" tanya Rene.
"Ya. Aku sudah jujur padanya."
"Lalu apa tanggapannya? Ia marah? Ia memukulmu? Apa yang terjadi?" tanya Rene kuatir.
"Tidak. Tidak ada yang terjadi. Ia diam." Aku menahan agar airmataku tidak jatuh. Mengingat adegan Steve menangis sudah membuat hatiku tersayat. Aku kasihan padanya.
"Baguslah," ujar Rene lega, "jadi apakah kalian akan bercerai?"
"Rene!" bentakku.
"Maaf, Eva... aku hanya... aku tak sabaran," Rene tersenyum lembut, "aku ingin cepat memilikimu, dan kita akan pergi ke luar negri."
Steve tak pulang ke rumah malam itu. Juga malam berikutnya. Aku mendapati baju-bajunya sudah tak ada di lemari. Aku tahu, pasti menerima kenyataan pahit ini membuat Steve sangat sedih. Ia pasti tak dapat melihat wajahku lagi, pikirku. Steve tak mungkin memaafkanku. Aku sudah sangat bersalah pada Steve... aku memandang foto pernikahan kami yang terpajang di dinding kamar. "Maafkan aku, Steve," bisikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Commitment
RomancePernikahan adalah soal komitmen... tapi bagaimana jika cinta sudah berpindah ke lain hati? Haruskah aku berkomitmen tanpa cinta?