Lara menghela nafas gugup saat dia sudah sampai di depan calon kelas barunya. Bukan, dia bukan murid kelas X baru. Lara sudah berumur 17 tahun dan menjadi siswi kelas XI IPS tapi hari ini adalah hari pertamanya di sekolah baru. Ayahnya pindah tempat tugas jadi Lara dan ibunya ikut pindah juga.
Lara mengipas lehernya dengan tangan, peluh sudah mengalir dilehernya. Bukan karena nervous tapi reaksi alami dari perbedaan cuaca antara tempat sebelumnya, Malang, dengan tempat barunya, Surabaya. Bahkan Lara tidak keluar sama sekali dari rumah dinas Ayahnya setelah sampai di Surabaya karena tidak bisa berpisah dengan AC. Lara tidak mengerti bagaimana ada yang bisa bertahan di tempat yang seperti gurun pasir ini.
“Perkenalkan diri kamu ke teman – teman” kata guru wanita yang berjilbab dan berbadan tambun.
Lara melihat ke arah calon teman – teman barunya. Lara merasa dingin saat banyak mata tertuju ke arahnya dan memperhatikannya dari atas sampai bawah. Selain khawatir dengan kesan pertama yang dia berikan, Lara juga tidak pernah suka saat harus menyebutkan nama lengkapnya.
“Namaku Larasati Abimanyu, panggil saja Lara. Aku pindahan dari SMA 2 Malang”
Suara riuh terdengar. Lara tetap mengangkat tinggi kepalanya, tidak ingin terintimidasi meski dalam hati dia begitu takut. Dia hanya murid pindahan, tidak punya teman dan jika mereka semua bersepakat untuk mengintimidasinya, apa yang bisa dia lakukan.
“Ada yang ingin bertanya?” tanya guru menawarkan.
Lara mengerang dalam hati. Aku nggak mau!
“Udah punya pacar beloon?” tanya suara yang keras dan nge-bass dari belakang kelas. Suara riuh-rendah gabungan ‘ciee-cieee’, ‘suit-suit’ dan tawa ngakak mengikuti setelahnya.
“Belum” jawab Lara yang di sambut suara bass ‘aseeekkkk’ dan tawa histeris.
Suara berisik seperti pasar itu di sela suara penggaris kayu yang di ketukkan ke meja guru. “Sudah, sudah, jangan ribut. Di kelas sebelah masih ada pelajaran” tiba – tiba saja kelas menjadi tenang dan tersisa bisik – bisik rendah “Kamu bisa duduk bersama Bulan”
Lara mengikuti arah telunjuk gurunya yang mengarah ke bangku yang tidak strategis. Di depan bangku cowok yang tadi bertanya apakah dia sudah punya pacar atau belum. Penghuninya adalah cewek berkulit coklat tua dengan rambut pendek yang seperti cowok dan wajah cantik. Cewek itu tersenyum ramah pada Lara, membuat Lara bernafas lega.
“Hai, aku Bulan Herlambang, biasa di panggil Bulan” Bulan mengangsurkan tangannya yang lentik begitu Lara duduk di sebelahnya.
“Lara”
“Nanti aku kenalin sama temen – temen sekelas. Sekarang konsen aja ke Bu Lily kalau nggak pengen dapet omelan.” Bisik Bulan sambil menggerakkan jari – jari tangan kanannya seperti orang berbicara. Lara mengangguk mengerti dan mengeluarkan buku pelajarannya yang tidak baru.
Seperti yang sudah dijanjikan Bulan, begitu bel istirahat pertama berbunyi si pemilik badan petite nan seksi itu mengajak Nana berkumpul dengan cewek – cewek teman sekelasnya di kantin. Mereka menyambut Lara dengan hangat, tidak lebih dari 15 menit, mereka sudah mengobrol asik dan bertukar nama Facebook. Meski sudah berkenalan dengan semua teman cewek tapi Lara hanya tahu sedikit teman cowoknya. Salah satunya adalah cowok rese yang berada di belakang Bulan yang bernama Dio. Lalu cowok berbadan kurus di sebelahnya, Dhani.
Keasyikan mereka bertukar cerita berakhir karena bel masuk sudah berbunyi. Mereka berteriak histeris dan segera menyelesaikan makanan yang belum habis – habis karena keasyikan ngobrol. Yang paling dulu menyelesaikan makan adalah Bulan. Dia memberikan salam ‘adios’ pada yang lain dan langsung ngacir ke kelas duluan. Alhasil, hanya Bulan yang selamat dari soal ekonomi mematikan pak Budi. Lara yang murid baru tidak mendapatkan pengecualian.
YOU ARE READING
OH Ternyata...
Teen FictionLarasati Abimanyu, cewek yang nggak pernah suka dengan namanya ini pindah dari Malang ke Surabaya mengikuti Ayah-nya. Di sekolah yang baru, dia bertemu dengan cowok ganteng, idola di sekolah dan sepertinya tertarik padanya. Lara bersama sisi pemalu...