Galau

329 6 0
                                    

Esoknya Lara sudah siap bercerita dengan heboh kepada teman – temannya soal pertemuannya dengan Darren tapi ternyata teman – temannya juga bertemu dengan Darren saat mereka ngeceng di Mall. Mereka bahkan makan siang bareng di food court dan Cindy menyombongkan diri sebagai yang berjasa. Dia bertanya pada Darren apakah mau makan bareng mereka. Lara langsung menutup mulutnya, kecewa.

“Aku nggak nyangka bisa sedekat itu sama Darren.” Kata Fina takjub

“Dia nggak sombong ya. Baik, ramah lagi” tambah Alina terpesona

“Dia bakalan SMS kita nggak ya?” tanya Cindy berbisik.

Fina, Alina dan Lara membeliaak kaget. Mereka langsung merapat. “Apa maksudnya dia SMS kalian atau nggak?” tuntut Lara

Fina, Alina dan Cindy tersenyum lebar. “Kemarin dia minta nomer kita semua” jawab Cindy semangat dan di susul jeritan tertahan Fina, Alina dan Lara.

“Oh... oh... aku juga mau!” kata Lara dengan kekecewaan yang amat sangat. Kenapa tuhan tidak adil padanya. Kenapa Ibunya harus memintanya menemani belanja?! Lara ingin menangis. Dia melewatkan makan siang bareng Darren dan kesempatan untuk dihubungi Darren.

“Semuanya kembali ke tempat duduk!” perintah pak Anto yang baru saja melewati pintu. Semua yang ada di kelas segera kembali ke tempat duduknya dan yang berjalan di belakang pak Anto segera masuk kelas begitu ada celah.

“Psst... Lan”

“Apa?”

“Kenapa kalian memberikan nomer ke Darren dan nggak sebaliknya?”

Bulan memincingkan mata ke Lara, seakan Lara baru bertanya kenapa murid SMA 1 harus memakai seragam. “Peraturan tak tertulis absolute. Tidak boleh menyebarkan nomer gank populer dan meminta nomer gank populer. Mereka yang memutuskan memilih siapa yang akan di hubungi”

“Oh...” kata Lara mulai mengerti. Dia bisa membayangkan kenapa begitu. Ponsel mereka pasti rusak karena terlalu banyak menerima SMS dan telfon.

Lara tidak jadi sedih setelah lebih dari dua minggu Cindy cs tidak di hubungi Darren. Mereka kecewa tapi menerima karena memaklumi kalau mereka bukan gank populer. Selain itu mereka sudah makan siang bersama jadi itu cukup. Lara sendiri selama dua minggu selalu deg – deg serrr. Lara galau karena dia beberapa kali menangkap Darren sedang melihat ke arahnya saat mereka bersimpangan di lorong kelas XI. Lara bertekat untuk memendamnya dan mengatakan itu hanya dirinya yang ke GR-an tapi Lara tidak tahan saat beberapa hari lalu Darren mengatakan ‘hai’ padanya.

Lara akhirnya mengungkapkan perasaannya pada Bulan. Dia cewek ter-cool diantara teman – temannya yang lain. Dia tidak pernah terlihat kegirangan dan centil meski dia seksi dan hot. Dia selalu bisa memberikan jawaban yang diinginkan Lara.

“Wah, gimana ya Ra. Yah sebaiknya nggak usah terlalu meninggikan harapan deh.” Kata Bulan yang membuat Lara lemas. Bulan memijit tengkuknya,  “Lebih baik kamu mengenal dia lebih dekat dulu”

“Aku tuh udah tahu dia semuanya. Aku tahu di mana rumahnya, anggota keluarganya berapa, hobinya apa, ukuran sepatunya berapa, nomer bajunya berapa.” Lara menggerak – gerakkan tangan di udara dengan frustasi. Lara menghempaskan tubuhnya ke kasur “Aku Cuma nggak tahu nomer telfon dan warna cede-nya”

Bulan menimpuk Lara dengan bantal, “Maksudku sifat-nya, Lara pe’a!” gemas Bulan.

Lara terkikik dan menyingkirkan batal dari mukanya. Lara menoleh ke arah Bulan yang duduk menyandar di dinding, “Dia itu baik, ramah dan nggak songong. Apalagi yang harus di tahu?”

Bulan mengangkat bahu, “Entahlah Ra, aku nggak tahu soal cinta – cinta begini. Kamu tanya soal kain dan desain aku tahu”

Lara memperhatikan pakaian Bulan yang menurutnya aneh. Bukan aneh yang buruk, baik malah. Terlihat sangat berbeda dan untuk mata para pecinta seni, kaos dengan pundak terbuka bermotif cipratan cat, celana kain ¾ warna coklat dan topi coklat tua yang di pakai miring itu bagus. Bertema dan melihat tas Bulan yang seperti kanvas itu, teman Bulan memang seorang seniman.

OH Ternyata...Where stories live. Discover now