Pergi Menjauh

179 6 0
                                    

Pagi ini kusiapkan diriku untuk lebih tegar dari hari sebelumnya. karena hari ini adalah hari teristimewa yang membuat keluargaku hampir hancur.

Tanganku asik dengan bagian jari-jemari yang sedang merapihkan segala peralatan sekolahku, kali ini mungkin akan lebih banyak aku membawa barang kesekolah, karena mungkin aku tidak kembali kerumah seperti biasa merasakan kesendirian disana.

"Tin..tin..tin..!".bunyi Klakson ayahku dengan rasa marah menunggu kedatanganku untuk pergi bersamanya.

" iya.. Tunggu ayah, sebentar lagi". Sahutku dari balik jendela kamar yang dekat dengan halaman rumah.

"Cepat...!! Risel ayah nanti telat !!". Teriaknya sambil melihat jam tangannya itu.

Dengan tas besar dan berbagai barang didalamnya yang terasa berat dipunggung tubuh mungil itu menuju kearah ayah membuat ayah terheran-heran.

" apa ini..? Apa yang akan kamu lakukan dengan semua ini?". Tanya ayah sambil berkerut dahi.

"Aku ada acara disekolah, acara eskul". Alasanku untuk mengelabui ayah.

" baiklah, terserah kamu saja nak...". Sahut ayah dengan rasa tidak perduli dengan perasaan herannya itu sambil menjalankan motornya.

Setibanya disekolah.

"Nak, maafkan ayah.. semalam ayah telah melukaimu..".ujarnya sambil merapihkan rambut panjangku.

" iya seharusnya ayah minta maaf pada ibu, dan...". Ayah mendekapku penuh erat.

"Ini tidak semudah itu nak, sudah ayah berangkat kerja dulu, ayah sudah telat". Gumamnya sambil melepas dekapannya pada tubuhku.

Hingga akhir pulang sekolah aku segera bergegas pergi dengan tas bermuatan besar dan berat itu.

Aku terus berjalan dengan kesedihan yang beradu dalam jiwaku, entah akan seperti apa keluargaku namun aku lelah berada disana. Saat aku pergi mungkin mereka akan lebih leluasa untuk memulai pertengkaran itu kembali seperti semalam.

Pada malam itu, ayah datang dengan wajah penuh amarah aku yang merasa bingung hanya melihatnya dari kejauhan. Saat itu ibu menangis dan merintih dijambak dan dipukuli hingga terduduk dilantai dan aku belari ke arahnya seketika. . .

" parrr....!!!!". Tangan itu mendarat dipipi ku yang berdiri dihadapan ibuku yang sedang terduduk dilantai.

Sungguh tamparan itu begitu perih dan panas dipipiku, aku hanya terdiam dan mengeluarkan air mata, namun ayahku masih saja mengoceh suatu hal yang aku tidak mengerti. Ibu mendekapku sambil mengusap wajahku dan menciumiku dengan air mata yang menyentuh helai rambutku.

rangkulan ibuku  membangunkan tubuhku yang terdiam ketakutan, ibu mulai berdiri menatap ayahku. Penuh dengan kesedihan, penyesalan dan rasa kesal.

Seketika dengan sigapnya aku senangkap tangan ibuku.
"Bu, sudah.. sudah...". Gapaian tangan kecil itu menahan tangan yang ingin menampar laki-laki kasar itu.

" ohh.. Riselku sayang maafkan ibu, membuatmu terluka...". Rintihnya dengan rasa penyesalan sambil memeluk tubuhku menenangkan ketakutanku.

Lalu ayah pergi dengan tidak ada permintaan maaf sepatah kata pun.

Sebelumnya hal seperti itu memang sudah biasa ku lihat dan kurasakan, berulang kali ku terima permintaan maaf itu hingga berulang kali pula aku menerima siksaannya karena membela ibuku.

Sungguh kali ini aku begitu geram dengan perilaku ayah ku.

Aku melarikan diri dari sekolah
Aku berjalan dan aku terus saja berjalan tanpa arah hingga larut malam, malam itu anak dengan usia 9 tahun yang masih bersekolah kelas 3 sekolah dasar masih saja berjalan ditepi jalan dengan seragamnya hingga ia bertepi disebuah masjid kecil, karena langkah kaki kecil itu lelah menapaki jalan sepanjang hari.

Risel pun masuk ke masjid itu dan melihat banyak anak yang berwajah berseri-seri dengan seorang laki-laki tua yang sedang menjelaskan sesuatu.

Langkahku makin dekat dengan mereka hingga mereka semua terheran melihatku dengan pakaian seragam yang masih melekat ditubuhku.

"Nak, dari mana asalmu?". Seorang bapak-bapak berpeci itu bertanya sambil mengusap kepalaku dengan tersenyum.

" aku... aku... Tidak tahu, karena aku terus saja berjalan sepanjang hari tanpa menghafalkan jalan pulang". Sayup redup Risel sambil menjawabnya.

"Yasudah, marilah bergabung dengan yang lain". Bapak itu tersenyum sambil merangkul pundakku.

Dibawanya aku pada seorang wanita. Berjalan kearah belakang masjid dan sebuah rumah yang sangat berdekatan dengan masjid kecil itu. Sesampainya disana diberikannya sebuah pakaian tertutup untuk Risel kenakan. Sampai Risel diurusi dari mandi sampai memakai pakaian itu.

Lalu dibawanya Risel ke masjid kecil itu lagi.

Hingga ku habiskan waktu malamku disana dengan banyak anak yang masih asing di hadapanku namun begitu ramah dan asik berbincang dan belajar disana sampai akhirnya ketika semua anak pergi untuk pulang aku hanya masih saja terdiam di dalam masjid itu.

"Nak, kamu belum pulang?". Celetuk seorang bapak pengajar itu tadi.

" aku tidak tahu jalan untuk pulang... dan aku tidak ingin pulang". Air mata itu terjatuh saat mengatakannya pada bapak itu.

"Baiklah sudah malam begini juga tidak baik mengantarkanmu pulang, biarlah kamu tinggal dirumah bapak sementara. Namun mengapa kamu tidak ingin pulang nak?". Bapak itu bertanya dengan wajah bingung.

" aku takut". Keluh Risel.

Ajakan bapak pengajar itu dengan mengapai tangan ku"Baiklah, ayo ikut bapak kerumah dan bawa tas mu itu".

Sampai akhirnya Risel mengikuti bapak itu.

Sampai NantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang