Reo POV
Hei, ada apa dengan anak itu sih? Si Melody Addams itu loh. Sikapnya aneh banget hari ini. Yah, nggak tau juga sih, tapi aku baru bertemu dengannya saat jam istirahat ini. Perasaan tadi kulihat cewek bertubuh cebol itu (walaupun tidak secebol Karin Fletcher, salah satu dari sohibnya itu, dia malah kelihatan seperti anak SD, atau bahkan seperti kurcaci di film Charlie and the Chocolate Factory) baik-baik saja, malah sedang seru mengobrol dengan konco-konconya itu. Tapi entah kenapa saat aku datang ke meja yang diduduki mereka, dia merasa terganggu.
Seriously, what's wrong with that kid?
Aku jadi ingat saat-saat kita masih sering bersama. Setiap hari, sejak kami berdua lulus SD dan masuk ke SMP yang sama. Tapi semua berubah sejak cewek itu datang. Astaga, aku menyesal sekali pernah mengencaninya. Cewek itu membuatku terpaksa mengakhiri persahabatanku dengan Melody. Sejak itu aku terpaksa menjauhinya, for that bitch.
Dan saat aku sudah kesekian kali menatapnya, Melody pergi meninggalkan meja menuju wastafel tempat cuci tangan. Aku ingin sekali meminta maaf dengan Melody dan mengulang semuanya kembali, meski aku tahu kenangan itu takkan bisa terulang. Tapi sepertinya gengsiku ini menghalangi niat baikku itu.
Persetan dengan itu semua. I'll be a man and talk to her.
"Ray, don't go anywhere. I'll be back, ok?" Perintahku. Ray menjawabnya dengan anggukan yang penuh dengan pertanyaan. Aku tidak memperdulikan itu dan langsung pergi menyusul Melody. Astaga, kenapa wastafel-wastafel itu harus terletak di ujung cafetaria sih? Bikin ribet aja.
"Reo, tunggu!" Cegat Ray sambil menarik tanganku kearahnya. "Apa lagi?" Protesku sambil melepaskan tanganku dari genggaman Ray. Ray tertawa kecil lalu menyerahkan uang recehan. "Nih, nitip 7-Up dari vending machine yang disana, ya!" Pesan Ray sambil menunjuk vending machine di sebelah counter pengambilan makanan. Uuggh dasar pemalas, tinggal jalan sedikit aja kok nggak mau. "Ugh.. Fine." Geramku sambil memasukkan uang receh itu ke kantong celanaku dan mulai berjalan gontai kearah lorong tempat wastafel-wastafel itu berada.
Dan saat aku tiba disana, aku melihat pemandangan yang mengerikan.
Melody berusaha dibunuh seseorang!
Orang gila yang berusaha menenggelamkan Melody di bak wastafel itu memakai jubah hitam dan topeng dari film scream. Oh tidak, aku paling takut tokoh ini dari semua film thriller yang pernah kutonton. "AAAAA!!!! SCREEEAAAMM!"
Oke, kuakui teriakan itu terdengar sangat cempreng dan sangat cupu. Yah, kira kira hampir seperti suara perempuan begitulah. Tapi teriakkanku itu berhasil membuat orang gila itu lari ngacir ke pintu darurat dan kabur lewat sana.
Walaupun takut, aku tidak bisa membiarkannya lolos begitu saja. Aku berusaha mengangkapnya dengan menarik tudung jubahnya itu. Yang terakhir kulihat sebelum dia kabur lewat pintu darurat adalah sekilas rambut yang kemerahan.
Dasar Scream gadungan, kali ini dia beruntung bisa lolos lewat pintu darurat. Sialan! Tapi masih ada Melody disana yang harus kuselamatkan. Kulihat Melody disana sedang melepas sumbatan di wastafel itu dan terbatuk-batuk.
"Mel... Melody! Lo nggak apa-apa kan?" Tanyaku dengan nada setengah berteriak sambil mengguncang-guncang tubuh Melody. Dan tepat setelah itu Melody muntah di wastafel itu.
Aku tak tahu apa yang terjadi pada tubuhku, tapi tiba-tiba saja kedua tanganku sudah ada di punggung Melody. Dan tanganku terus mengelus punggung di badan mungilnya itu sambil terus menenangkannya. "It's ok Mel, let it all out... It's ok..." Aku bolak-balik membisikkan kalimat itu di telinga Melody.
Melody menengok kearahku sambil terus menangis. Matanya merah dan terus mengeluarkan air mata, bibirnya terus bergetar tidak wajar. "R-Reo... Gu-ue hampir aja m-mati..." Katanya terbata-bata. Entah refleks atau apa, tiba-tiba lagi aku memeluk Melody. "Tapi lo nggak jadi mati kan?" Balasku.
Astaga Reo, what were you thinking? She doesn't even like you anymore. She hates you.
Karena aku tahu diri aku langsung melepaskan pelukanku dan menjauh selangkah darinya. "O-okay Mel, let's get outta here." Ajakku. Melody hanya mengangguk dan jalan duluan. Saat aku ingin pergi dari sana, ada benda yang menarik perhatianku.
Sepucuk surat.
Aku mengambil surat aneh beramplop hitam itu dan membukanya. Inilah isi tulisannya—
Cieee... Temen baru nih yee. Wait, emang gue ngizinin lo buat punya temen baru di sekolah ini? Dasar anak baru, baru hari pertama aja udah sok-sokan caper. Gimana kalo temen baru lo ini gue tenggelemin dulu? Biar lo tau rasanya kesepian itu kayak gimana.
-Chocky
Ooh, jadi si Scream gadungan itu namanya Chocky. Tapi perasaan di sekolah ini nggak ada yang namanya Chocky deh. Mungkin ini nama samaran atau semacam itulah. Tunggu... Anak baru? Jadi targetnya itu si anak baru yang duduk satu meja sama Melody itu? Sialan. Cewek itu harus kujauhi dari Melody. Karena gara-gara cewek itu Melody berada dalam bahaya.
After school...
Rae POV
Akhirnya jam sekolah selesai juga. Yah, tepatnya hari sial ini selesai juga. Sekarang aku tinggal bersantai di rumah dan melupakan semua kejadian sial yang kualami hari ini. Mulai dari Guru Sejarah, sampai kasus pembunuhan.
Dan juga Dylan Ravenskye.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadows
Tajemnica / ThrillerKehidupanku berubah drastis ketika aku pindah ke New York. Tepatnya menjadi sebuah mimpi buruk. Pertama, aku harus bertemu dengan cowok brengsek yang gayanya selangit, Dylan Ravenskye. Mentang-mentang dia anak kepala sekolah jadi dia bisa mengerjai...