Prologue

4K 221 22
                                    

Naomi POV

Aneh. Ya, aneh. Sudah kuduga ada yang aneh dengan adikku selama dua minggu ini. Tepatnya semenjak ia kembali dari dinas di negeri sakura. Awalnya kukira ada pekerjaannya yang tidak selesai sehingga ia merasa tidak enak padaku, tapi berulang kali aku memeriksa laporan pekerjannya hasilnya tidak ada masalah sama sekali. Keanehannya dimulai ketika ia suka pergi seusai jam kantor tapi ia tak pernah memberitahukan ke mana padaku. Ia mengaku pergi menemui temannya, tapi aku sudah menanyakan pada semua teman-teman dekatnya tak ada satupun yang menemui adikku pada jam-jam itu. Sementara dalam kesehariannya, Sinka jadi lebih banyak merenung memikirkan sesuatu. Setiap kali kutanya apa permasalahnnya ia hanya mengelak. Soal dinasnya di Jepang juga ia tak cerita banyak, hanya memberikan laporan formalitas biasa. Padahal seingatku waktu Sinka kembali dinas dari Seoul, ia cerita padaku sampai ia tidak tidur semalaman. Apa sebenarnya yang terjadi di Jepang?

Haduh, Sin...Sin. Sekarang ini cici cuman berharap kamu gak ngerusak apa yang udah cici bangun buat kita selama 4 tahun ini. Kamu tahu tanpa Veranda kita ga akan berada di mana kita sekarang. Kalau salah satu dari antara kita saja bekerja tidak benar, cici ga punya muka buat ketemu Veranda atau papanya.

Ya, aku dan Sinka hanya lulusan SMA. Papa kami meninggalkan keluarga kami di saat kami masih kecil, jadi mama kamilah yang menjadi tulang punggung keluarga dengan membuka toko kelontong. Dengan pekerjaan yang sederhana itu, mama kami mampu mensekolahkan aku dan Sinka sampai SMA. Sedangkan untuk kuliah hanyalah khayalan semata bagi kami. Meskipun begitu aku harus tetap bersyukur, sewaktu aku SMA aku bertemu dengan seorang malaikat bernama Veranda. Aku menyebutnya malaikat bukan karena ia cantik. Maksudku iya memang dia cantik, tapi yang terutama ia mau berbicara dengan papanya untuk memberikan aku pekerjaan.

Perusahaan papanya Ve bukan perusahaan besar, tapi perusahaan yang sedang berkembang dan punya beberapa cabang di dalam dan di luar negeri. Posisiku yang sekarang adalah manager di salah satu cabang perusahaan bukanlah didapat karena aku bersahabat dengan Ve, tapi karena prestasiku sendiri selama 3 tahun setengah. Papa Ve kagum dengan cepatnya perkembanganku jadi aku bisa melompat naik jabatan. Dan ketika aku mengatakan padanya adikku lulus SMA kemudian ingin segera bekerja, Papa Ve sangat senang. Ia bilang satu Prasetya lagi akan sangat membantu perusahaannya.

Semua utang budi itu, entah bagaimana aku bisa membayarnya.

Teeeettttt!!Teeettttt! Teeeetttt!

Aku membiarkan telepon di ruanganku itu berdering tiga kali sebelum kuangkat teleponnya.

"Halo?"

"Halo, Bu Shinta, ada telepon dari Bu Jessica."

"Oh ya." Jawabku singkat lalu aku diam sesaat untuk menunggu telepon disambungkan.

"Halo, Naomi?"

"Halo, ya Ve. Ini aku. Kenapa? "

"Suara kamu kok kaya beda, Mi? Lagi sakit?"

"Ha? Engga kok, Ve."

"Oh ya bagus deh kalau sehat. Kayanya aku udah lama ga denger suara kamu jadi agak aneh aja."

Aku tersenyum. Ve memang ditempatkan di kantor pusat dan aku di kantor cabang yang letaknya di pinggir ibukota jadi aku jarang bertemu. Telepon juga sesekali dan seringnya soal pekerjaan. Berbeda waktu aku masih seorang admin biasa kami sering mengobrol bersama. Bisa dikatakan mendengar suaranya seperti ini aku agak rindu.

"Aku juga udah lama ga denger suara kamu, Ve. Ketemu aja terakir berapa bulan lalu ya?"

"Haha entar kalau udah agak senggang kita ketemu deh, Mi."

"Oh ya, Ve. Ada apa kamu telepon aku? Kalau ngobrol-ngobrol sih enaknya jangan pas jam kerja gini."

"Itu, Mi. Aku baru terima laporan dari kamu soal transaksi kita di Jepang, tapi aku belum terima laporan bulan ini. Apa terselip di sana atau memang belum dikirim? "

The Tale of Two SistersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang