M&B//13

314 17 0
                                    

"She believe. She could. So She did"

Bradley

Resah. Itu yang aku rasakan. Malam ini hatiku resah. Rasanya tak menentu. Ada sesuatu yang buruk pikirku.

Aku tak dapat memejamkan mata. Kulirik jam pada nakas. 22.43 hufttt...kuhembuskan nafas. Mencoba mereda keresahan hatiku.

Saat kucoba pejamkan mata, ponselku berdering. Kuambil iPhone ku yang berada di nakas. Kulihat ID caller nya.

Jasse call...

Ku mengerutkan kening.

Ada apa kakak Merrel menelpon?

Tak berpikir panjang ku jawab panggilannya.

"Hallo?"

"Hallo Bradley, maaf ganggu lo malam-malam. Gue bisa minta bantuan lo?" Kudengar nada khawatir dan panik saat Jasse menelpon ku.

"Sure. Lo butuh bantuan apa?"

"Lo bisa ke Rumah Sakit sekarang?"

Rumah Sakit? Batinku.

"Siapa yang sa--" belum sempay omonganku selesai saat aku tersadar, mataku membulat sempurna.

"Merrel? Sakit apa? Dimana? Gue bisa Jasse" kataku dengan nada khawatir.

"Ya Merrel. Penyakitnya kambuh. Nanti alamatnya gue sms. Thank Brad"

"Oke"

Aku menyibak selimut dan bergegas menyambar jaket serta kunci mobil.
Kuturuni tangga rumah dengan tergesa-gesa sehingga menimbulkan bunyi gaduh.

"Mau kemana Bang?" Tanya Bundaku sambil memegang segelas air putih.

"Mau ke rumah sakit bun. Boleh ya?"
Bujuku.

"Ini udah malam sayang, apa nggak bisa ditunda besok?"

"Nggak bisa bund. Ini urgent banget" kataku tak sabar.

"Siapa yang sakit emangnya?" Tanya bundaku tenang.

"Merrel"

"Ya Tuhan! Yaudah sana pergi sayang. Buru cepet.." Bunda mendorong ku menuju teras rumah.

"Yaudah abang panit bun" ucapku dan mencium pipi bundaku.

"Iya. Hati-hati bang. Jangan ngebut!"

"Sip"

Range Rover hitamku membelah jalan ibukota di malam dengan rintikan hujan.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung menuju kamar rawat Merrel tanpa bertanya pada resepsionis karena aku sudah meminta Jasse memberitahunya.

VVIP no. 218

Disana Jasse berdiri dengan ponsel yang ada ditelinganya. Kutepuk bahunya agar dia sadar bahwa aku sudah datang.

"Bro.."

"Hei Brad. Sorry gue ganggu lo malam-malam gini" ucapnya.

"Sanati aja Jasse...gue bakal datang buat Merrel"

"Thanks"

"Orang tua lo giman. udah lo kabarin?"

"Udah, tapi dia nggak bisa pulang hari ini gara-gara cuaca Brad"

"Pasti mereka juga khawatir Jasse."

"Sekarang Merrel udah di ruang rawat kenapa lo nggak masuk?" Ucapku memandang Jasse.

"Dokter lagi visite Brad"

"Gimana bisa kambuh?" Tanyaku

"Biasanya dia kambuh setau gue karena Merrel bolong minum obatnya"

Aku hanya mengangguk dan berfikir tentang Merrel yang melupakan untuk meminum obatnya.

Pikiranku buyar saat ruang rawat Merrel terbuka dan muncul dokter berusia sekitar lima puluh tahunan.

Aku dan Jasse mengampiri dokter tersebut.

"Gimana adik saya dok?" Tanya Jasse pada dokter Rusdi yang kutau dari name tag nya.

"siapa keluarganya?" Tanya dokter Rusdi memandang kami berdua.

"Saya kakaknya dok"

"Sebaiknya kita bicarakan di ruangan saya"

"Baik dok" jawab Jasse. Lalu dia memandangku "titip Merrel"

Aku menganggukan kepala dan memasuki kamar Merrel.

Disana, tertidur seorang yang kucintai. Memejamkan mata. Bernafas dengan bantuan oksigen. Tangan dengan infus. Tubuh tertutup dengan selimut rumah sakit.

Ku ambil kursi dan duduk di dekat brankarnya. Kuperhatikan wajah damainya.

Betapa dia tadi menahan rasa sakit yang menjalar pada tubuhnya. Kugenggam tangannya lalu kubisikan kata yang terlintas di otakku pada telinganya.

" I was still right here

You were scared, but I told you

Open up your eyes

Never stopped being someone who could love you well "

Dan kukecup keningnya lama.

Always Love You, Merrel


















Shellvirad_M&B

9 Desemeber 2015

18: 10 WIB

Regards,

Hujan.






Another SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang