TUJUH

4.6K 257 16
                                    

Hampir satu jam berlalu sejak Arjun pergi dari rumah setelah mendapat sebuah telefon. Tapi belum juga kembali. Saat aku meminta ikut tadi, dia hanya meninggalkan sebuah kecupan untukku dan sebuah janji kalau ia akan kembali secepatnya bersama Dara.

Aku menggigit jemari, gugup. Berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Pikiranku tidak akan bisa tenang sebelum dua orang yang aku cintai itu kembali dengan selamat. Apalagi malam sudah semakin larut.

"Non, minum dulu." Suara bi Sera tak mampu menghentikanku. Berkali-kali aku mendesah frustasi saat sosok yang aku tunggu-tunggu tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya.

Ingin sekali menghubungi Arjun, tapi aku juga tidak ingin mengganggu jika saja dia sedang bernegosiasi atau sejenisnya. Semua ini membuatku serba salah.

Deru mobil yang berhenti di depan rumah membuatku terlonjak. Melangkah secepat mungkin -bahkan berlari kencang- untuk melihat siapa yang datang.

Saat sosok tegap suamiku akhirnya keluar dari mobil dengan tubuh mungil dalam gendongannya, aku mempercepat langkah untuk menyambut keduanya.

Sosok mungil itu langsung saja kuraih. Kupeluk erat dan kuciumi seluruh wajahnya, tak peduli jika saja kegiatanku itu mengganggu acara tidurnya. Yang aku pikirkan hanya untuk melampiaskan apa yang aku rasakan. Menunjukkan betapa aku sangat bersyukur bayiku baik-baik saja dan bisa kembali secepat ini.

"Ayo masuk dulu, udara semakin dingin. Kasihan Dara," ajak suamiku. Ia menuntun langkahku menuju rumah.

Kami langsung saja menuju kamar. Membaringkan Dara di atas kasur dan melakukan apa saja untuk membuatnya hangat lagi. Kasihan sekali dirinya yang masih sangat kecil harus merasakan udara malam yang menusuk. Terlebih harus merasakan yang namanya penculikan di usianya sekarang ini, yang masih belum mengerti apa-apa.

Air mataku menetes begitu saja memikirkan segala hal itu. Dalam hati berjanji kalau aku tidak akan meninggalkan Dara walau itu hanya untuk makan malam saja. Bila perlu, aku akan makan malam di kamar saja demi menjagainya.

"Semuanya baik-baik saja, sayang." Arjun mengecup pelipisku yang tak lepas-lepas juga dari Dara. Aku mengabaikannya, lebih memilih untuk memperhatikan Dara yang menyedot susu dan mulai terlelap.

~~~

"Aku minta maaf," kata suamiku yang sejak tadi kuabaikan. Aku baru saja merapikan selimut yang menutupi tubuh kecil Dara yang akan aku biarkan untuk tidur di antara kami malam ini.

Akhirnya aku bisa mengalihkan pandanganku dari Dara. Menatap dengan sedikit bersalah pada suamiku karena telah mengabaikannya sejak tadi.

"Mas minta maaf atas apa yang terjadi pada Dara malam ini. Mas tidak akan membiarkan hal seperti tadi terulang lagi. Bila perlu, mas akan menyewa beberapa penjaga untuk menjamin keselamatan kalian," lanjutnya.

"Mas minta maaf atas nama mama."

Aku kembali menatap padanya. Jangan bilang mama yang ada di balik semua kejadian ini?

"Iya, mama mengakuinya." Arjun menjawab seolah ia tau apa yang aku tanyakan dalam diriku sendiri.

Kupejamkan mata, ingin menepis kebencian yang perlahan muncul pada mama mertuaku itu. Entahlah, sepertinya kesabaranku mulai habis untuk menghadapinya. Beliau terlalu nekat untuk berbuat sejauh ini. Bahkan sampai menghalalkan perbuatan kejam seperti ini.

"Aku cape, mas. Sebaiknya mas juga istirahat saja. Ini sudah cukup larut," kataku mengalihkan.

"Mas bisa mengerti kalau kamu belum bisa memaafkan mama. Sejujurnya mas sendiri juga sangat tidak menyangka kalau mama akan berbuat sejauh itu hanya untuk memojokkanmu. Dan mulai sekarang hal itu tidak akan terjadi lagi."

The Second Story of Us (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang