Bab satu

292 13 0
                                    


Bekasi

Kalian tau bekasi?

Yup! Sebuah planet yang dapat julukan hottest planet sepanjang masa.

Jika kalian udah merasakan hawa panas ditambah tiupan debu yang berhasil merasuk ke pori-pori. It's mean, kalian telah memasuki wilayah Bekasi.Baiklah, kita belum kenalan. Namaku Raline, but, I'm not Raline Shah. Kalau kalian anggap aku Raline shah, itu bagus and I like it. Aku hanya seorang gadis biasa berusia 19 tahun. Sekarang aku bekerja di salah satu rumah sakit swasta di planet bekasi. Awalnya, aku adalah anak Jakarta, sampai akhirnya saat aku kelas 6 SD ada kejadian buruk yang menimpa keluargaku dan kami harus pindah ke Bekasi. Tepatnya di Narogong. Daerahnya masih oke dan banyak makanan. Uh jadi laper. Tapi, ketika aku plesiran ke wilayah yang banyak mallnya (I guess, you know what I mean.) Wow! Fantastic baby! Hot banget. Seriusan.

"Mom, help me! Alin udah 7 tahun disini. Let me go from this planet, please!" aku berteriak sekencang-kencangnya di balkon, karena aku sudah tidak tahan.

"Lin! Kamu kenapa sih? Udahlah, terima aja kalau sekarang kamu jadi warga tetap Bekasi!" balas mamih yang teriakannya tidak kalah kencang dari aku sambil jemurin pakaian di halaman.

Ah! Si mamih pake denger segala. Padahal kan tadi gue reflek. Matilah gue diamuk mamih habis ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk masuk ke kamar, pasang headset, putar playlist sambil tiduran menatap mereka, poster Super Junior yang aku dapat dari bonus majalah.

Setiap aku melihat mereka, entah fikiranku melayang ke Korea sana. Khayalan absurd menjajah akal sehatku. Tentang khayalanku berada diantara mereka, menjadi orang yang berarti buat mereka. And now, Aku harus terima mentah-mentah kalau mamih masuk ke kamarku dan membuyarkan imajinasi haram ini.

"Lin! Mending kamu pikirin deh mau ambil jurusan apa buat kuliah tahun depan. Daripada protes nggak jelas," Mamih tolak pinggang di depan kasur tempat aku berbaring, keringatnya masih bercucuran.

Aku melepas headset yang sebenarnya sudah terlanjur nyaman bertengger ditelingaku. Aku tidak mendengar apa yang Mamih ucapkan. "Apa, mih?" tanyaku tanpa rasa bersalah.

"Lin! Mending kamu pikirin deh mau ambil jurusan apa buat kuliah tahun depan. Daripada protes nggak jelas," wajah Mamih keliatan marah.

Aku mencoba stay cool sambil berpikir kata-kata apa yang tepat untuk aku katakan ke Mamih supaya Mamih mengerti dan memberikan aku pilihan yang lebih baik.

Aku memutar bola mata dan merasa kalau kata-kata ini sudah tepat, "Hmm, Mih. Alin bukannya protes. Tapi, Alin ngerasa jiwa Alin ada disana." tunjukku ke arah poster pemandangan Korea.

"Ya ampun, Lin. Mamih kira kamu cuma berkhayal. Ternyata, kamu anggap serius," balas mamih.

Aku menghela napas, mencari ide-ide brilian. Aha!!!

"Mih, mih! Tante Sus usahanya lancar di Seoul?" aku memancing omongan.

"Iya. Kemarin dia telpon mamih. Cerita banyak tentang usaha kedai kopinya."

"Aku bantuin Tante Sus disana, ya, Mih!" seruku percaya diri.

Mamih melongo mendengar ucapanku yang mungkin terdengar angker di telinganya.

Aku fix bikin Mamih speechless. Ya, Allah. Please, respon baik, please!

"Terus kerjaan kamu disini gimana? Dan kamu nggak lanjut kuliah?"

Ujar Mamih yang gantian membuatku speechless sekarang.

Iya juga, ya. Gumamku. Ide please ide dateng sekarang!

Bismillah, semoga kata-kata ini topcer cespleng amburegul.

"Aku bisa kok kuliah disana sambil bantu Tante Sus. Aku pengen explore Korea, mih. Seriously, aku penat disini," aku bicara pelan-pelan dan aku yakin mamih mengerti.

Keadaan menjadi hening, aku diam mamih pun diam. Aku deg-degan menunggu jawaban Mamih.

Aduh! Mau berapa tahun hening begini?

Akhirnya Si Mamih ada tanda-tanda mau ngomong dan aku makin deg-degan.

"Sebenernya, Mamih berat bilangnya. Tapi, Mamih nggak bisa maksa kehendak Mamih kalau kamu memang nggak suka. Nanti Mamih bilang ke Tante Sus untuk ngurus kepindahan kamu ke Korea," ekspresi wajah Mamih datar, tapi suaranya agak sedih.

Aku terharu dengar kata-kata Mamih, tapi aku juga tidak bisa menutupi rasa bahagiaku ini yang mau meledak. Karena, Mamih sudah memberikan restu.

"Are you sure, Mih?!" sontak aku peluk dan cium pipi Mamih. I love you, Mih.

Mamih mengangguk dan tersenyum tipis, Aku bisa melihat ada kesedihan di wajah Mamih. Beliau berat melepasku, tapi aku tetap dablek. Mih, I promise. Anakmu ini pasti sukses di Korea.



Thanks readers ♡
Jangan lupa vote and comment ya!^^

Dikepung Sejuta CoganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang