YOU and ME

61 6 1
                                    

Yang cetak miring itu flashback ya

4 April 2014

"Gue sebenarnya suka sama lo, Gwen. Dari dulu, tapi gue tau kalau lo cuma nganggap gue cuma sebagai sahabat"

Aku terkesiap, menatap matanya dalam-dalam. Batinku seakan berteriak karena tak setuju atas perkataannya.

"Gak gitu, Yan. Gue juga suka kok sama lo, malah gue yang nyangka kalau lo cuma nganggap gue cuma teman doang"

"Hahaha, masa lo gak bisa lihat itu semua dari perhatian dan gombalan gue ke lo?"

"Ya gue rasa itu semua cuma candaan lo doang"

"Hahaha..." dia tertawa.

"Hahaha..." suasana hening seketika.

"Jadi?" Aku menatapnya heran.

"Jadi?"

"Ah, lupain ajalah" dia langsung pergi ninggalin aku. Yang barusan itu apa? Dia nyatain perasaannya ke aku? Dan aku membalasnya? Tapi, kenapa dia langsung pergi? Emangnya dia gak mau nembak aku gitu? Cuma gitu aja? Ah, sebel!

24 April 2014

Aku sedang mengemasi peralatan tulisku ke dalam tas, kulihat ke sekeliling, cuma aku yang ada di kelas ini. Sendirian, jelas kali lah ya jomblo cap karat nya.

Waktu aku mau nyandang tas, ada sebuah penampakan yang sudah tak asing lagi bagiku. Dia berdiri di depan pintu dan tersenyum tipis padaku. Senyumnya itu lhoo..

"Hmm..Gwen.."

"Ya?" Aku langsung menatapnya, jaak kami kira-kira tiga meterlah.

"Anu..itu.." Dia menggaruk-garuk tengkuknya. Kocak! Serius, tampangnya kayak anak kebingungan cari orang tuanya yang hilang.

"What?" Aku berjalan mendekati 'nya'.
Lebih tepatnya mendekati pintu dan berjalan keluar, tapi dia lanhsung mencekal tanganku.

"Apa la......" dia menarikku ke bawah.
"..gi?" sambungku.

Sepanjang menuruni tangga, dia terus menggenggam tanganku. Hahaha, aku merasa aku seakan-akan anjing peliharaan dia, dan takut kalau aku akan kabur.

Aku benar-benar mengenal tempat ini,
Di sini berjejer deretan alat musik yang dibaluti kain putih dan sedikit berdebu. Aku lanhsung duduk di depan sebuah piano berwarna putih dan kulihat dia juga duduk tapi disampingku. Aku menatapnya heran.

"Ngapa sih kita kesini?"

"Ng..itu..hmm.." dia menghindar aro tatapanku.

"Lo baru belajar bicara ya? Udah ah, gue mau pergi aja" Aku langsung berdiri dan pergi meninggalkan dia.

Tiba-tiba dia berlari dan berdiri di depanku, wuihh, cepet banget bang.

Aku kesulitan menatapnya yang lima belas senti lebih tinggi dariku dengan jarak sedekat ini.

"Minggir, gue mau pergi!" Aku mencoba keluar dari ruangan ini.

"Bee, gue minta maaf kalau gue ada salah. Gue udah nyuekin lo lebih dari dua minggu ini, maafin gue" Dia menunduk.

"Oke, gue maafin lo. Tapi tolong minggir, gue mau lewat!" Aku meninggikan suaraku. Kulihat dia yang tersentak kaget, sejujurnya aku belum pernah berkata dengan nada yang setinggi ini padanya.

"Lo marah sama gue?" Dia menatapku dalam.

"Menurut lo?" Gue hanya menyipitkan mata dan dengan angkuhnya gue berjalan melewatinya.

"Please bee, tolong disini sebentar. Cuma lima menit, hanya lima menit" Aku tak menghiraukannya, sejak tanggal 4 lalu, dia sudah membuat mood ku hilang. Dan sumpah, aku gak tertarik untuk bicara padanya.

Aku berhenti lalu menghela napas dalam-dalam..

"Baiklah, dua menit" kataku tanpa memalikkan badan ke arahnya.

"Tapi?"

"Satu menit"

"Baiklah"

"Tiga puluh detik!"

.............

Aku mulai bosan dan menghitung mundur.

"7, 6, 5, 4, 3, 2, 1! Waktumu habis!"
Aku meninggalkannya dengan perasaan sangat kesal, aku sudah memberinya waktu. Tapi dia tidak berbicara mengenai apapun.
Aku sudah berdiri di depan pintu dan sudah memegang kenop pintu.

"Tunggu!" Akhirnya dia bicara juga, setelah semua kebisuannya.

"Waktu lo udah habis!"

"Biar!" Aku yang malah sekarang menggigil ketakutan. Dia tak pernah meneriakiku seperti ini sebelumnya. Dan ternyata, sangat sakit rasanya ketika orang yang kau cintai berkata kasar padamu. Aku paham sekarang.

Aku masih dalam kebisuanku.

"Gue cuma mau bilang..."

"Apa?"

"Gue suka sama lo, Bee" dia memeperendah suaranya.

Sekarang aku membalikkan badan ke arahnya.

"Gue udah sering denger kalimat itu dari mulut lo"

"Tapi, kali ini beda"

"Beda apanya? Gue gak pernah beda di mata lo, gue cuma lo anggap sebagai teman. Itu gak beda namanya"

"Please dengerin gue" dia berkata lirih.

"Udah ah, gue pulang aja" aku sudah memutar kenop pintu dan membukanya sedikit.

"Sebenarnya, gue suka sama lo! Gue sayang sama lo! Dan gue mau lo jadi pacar gue!!!" Dia berteriak, ya kira-kira dua oktaf lah..

Aku diam tak bergeming, tubuhku kaku. Barusan apa? Dia nembak gue? Bryan? Aku menangis, berbalik dan menatap mata cokelatnya. Aku mencoba menahan tangis, tapi tak bisa. Butiran air itu tumpah begitu saja, dia melihatku, melihatku menangis, dan kini dia tau kalau aku seorang gadis yang rapuh, sangat rapuh. Dia berjalan mendekat, dan memelukku.

"Lo jangan nangis lagi, gue gak tega lihat lo kayak gini"

"Lo bohong kan?"

"Gak, gue gak bohongin lo"

"Hikss...hiks.." tangisanku makin menjadi-jadi.

"Lo mau jadi pacar gue?"

Aku melepas pelukannya dan berjalan mundur.

"Iya, gue mau"

Dia langsung tersenyum dan meluk gue sekali lagi. Tapi, segera kulepas.

"Kenapa?" Dia terheran.

"Lo tadi meluk gue gue bolehin karena, itu pelukan seorang sahabat untuk menenangkan sahabatnya. Tapi, kalau yang barusan itu beda.."

"Kok beda?"

"Status kita apa?"

"Pacaran"

"Ya udah..hahaha" Aku tertawa menatap wajahnya tang terlihat polos dan kebingungan.

"Lo janji ya bakal selalu ada di sisi gue?" Aku mengarahkan kelingkingku padanya. Dan dia mengaitkan kelingkingnya.

"Iya, gue janji GWEN BYANCA"

Dan sekarang, gue resmi jadi pacarnya seorang Bryan Dirgantara,

24 April 2014





GIMANA?
Sorry ya kalau ngawur..

Jangan lupa vomments nya..

Salam penulis,

DEAANFI :)

DreamcatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang