SIMPATI

32 4 0
                                    

Minggu sore yang cerah dan aku sedang duduk di meja Nurse station menatap catatan rekam medik yang ada di hadapanku. Iseng-iseng ku bolak-balik lembar demi lembar memahami perjalanan pasien ini mulai dari pertama ia masuk sampai hari ini hari ke tujuh dia di rawat di sini.

Bingung??,,kenapa meski hari minggu aku tetap bekerja. Inilah pekerjaan ku yang kadang tak menengenal hari libur. Sebagai seorang tenaga medis, seorang bidan lebih pastinya, kami terbiasa bekerja di saat orang lain asik menikmati akhir pekannya. Karena harus ada yang tetap memberi terapi dan menangani keluhan pada pasien-pasien yang juga tak kenal hari libur. Oleh karena itu, kami di beri jadwal kerja yang terkadang mengharuskan kami tetap bekerja di hari libur dan mendapat libur di hari-hari kerja. Aneh memang, tapi justru disitu seninya, kami bisa menjadi seorang workaholic tapi di saat yang lain kami serasa menjadi pengangguran.(;D)

Aku sedang berjalan menyusuri koridor menuju salah satu kamar perawatan salah satu pasien ku. Sambil menenteng sebuah bak instrument kecil.

"sore Ny. Lidya"sapa ku begitu aku membuka pintu ruangannya sambil tersenyum

"selamat sore, sus" balas orang yang dimaksud tak kalah ramah.

"bagaimana kabarnya hari ini bu?"Tanya ku berbasa basi.

"lebih baik sus"

"saya suntik dulu obatnya yach bu"ucap ku seraya menyuntikkan cairan obat yang ku bawa ke IV port yang ada di selang infusnya. "bagaimana darahnya bu, masih banyak keluar?"Tanya ku mengingat beberapa hari yang lalu pasien ini sempat syok karena perdarahan.

"sudah tidak terlalu banyak, suster sena? "ia menekankan kalimatnya yang terakhir, mencoba memastikan.
Setengah terkejut aku menatap pasien ku satu ini, senyum ku kontan saja merekah.

"wah ibu jadi hafal nama bidan disini yach??hmm,,tandanya ibu dah kelamaan nich dirawatnya"gurau ku seadanya

"begitulah nak,,aku sendiri sudah bosan terus diam di tempat ini, ingin rasanya aku segera pulang"suaranya begitu sendu, ada raut kerinduan di matanya,hatiku mencelos, sepertinya aku sudah salah berucap.

Tapi tunggu, tadi dia memanggilku dengan sebutan apa?,'nak, owh rasanya hatiku benar-benar hangat mendengarnya, tandanya dia merasa cukup nyaman dengan ku. Selanjutnya percakapan kami pun mengalir, awalnya masih seputar keluhannya saat ini sampai terus berlanjut dengan kehidupan pasien ku ini sebelum sakit. Anehnya aku senang saja meladeninya mengobrol.
Tak terasa hampir sejam penuh aku menemaninya mengobrol, dengan agak sungkan aku pun permisi kepada ibu Lidya untuk kembali melaksanakan tugas ku, setangah kecewa dia membiarkan ku pergi.

"baru selesai injeksi sena?"seseorang menyapaku saat aku baru saja menutup pintu ruang rawat ini.

Aku berbalik dan mendapati sesosok pria tampan yang berdiri tepat di hadapan ku. Tubuhnya yang tinggi dan di balut kaos Polo warna biru langit yang di padu dengan celana jins sehingga mengekspos kulitnya yang putih bersih dan posturnya yang atletis dengan lengan yang kokoh yang selalu siap melindungi siapa saja yang berada dalam rangkulannya. Please deh, mulai gak fokus nih kayaknya.

"ehh, kak Andra, sowry ralat dr. andra maksudnya"sahut ku sedikit menggoda pria di hadapanku ini.

Aku sedikit mendongak untuk menatap orang ini, mklum tinggi ku hanya sebatas pundaknya.

"nyantai aja kali sen, gak usah pake dokter-dokteran segala"pria ini menyunggingkan senyum manisnya.

"gak bisa dong dok, kan sekarang udah jadi dokter, malah calon spesialis jantung lagi, makin gak boleh dong pangil biasa-biasa aja" balas ku tetap sambil senyum-senyum jail.

"kamu panggil dokter sekali lagi, aku gak mau ketemu kamu lagi,okey?"ancamnya yang anehnya malah membuatku tertawa di bandingkan takut.

"wow,,santai bro,,,iya deh gak lagi- lagi,,,btw kapan datang kak di Jakarta?"ucap ku akhirnya setelah berhenti tertawa

Called It LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang