Chapter 11: Berbeda

8.7K 701 16
                                    

Ali melirik arloji yang ia pakai saat ini. Jam menunjukkan pukul 06.45 yang artinya 20 menit lagi bel masuk sekolah. Ali berdecak kesal, "Luna kemana, sih? Minta dijemput kok lama banget keluarnya."

Memang, sekarang Ali berada di depan rumah minimalis bercat krem milik Luna. Ingat, ini semua karena unsur terpaksa. Ali juga sebenarnya malas jika harus menjemput si gadis berbisa itu. Beberapa menit kemudian, keluarlah sosok gadis berambut sebahu lengkap dengan seragam almamater sekolahnya.

"Cih. Masih cantikkan juga Prilly," gumam Ali dalam hati. Ia malah bergidik geli melihat penampilan centil dan sok cantiknya Luna.

"Pagi, sayang.." Luna memeluk Ali dari belakang yang notabenenya Ali sedang duduk di jok motornya. Ali tersenyum kecut, "Udah siang, kali." gumamnya kecil yang tak terdengar Luna. Kesal. Itulah yang Ali rasakan.

"Naik cepet," perintah Ali, tanpa basa-basi. Luna menaiki motor gede kesayangan Ali, yang biasanya Prilly yang duduk di boncengan Ali. Ada rasa tidak rela menyelimuti perasaan Ali. Ia jadi teringat Prilly.

Ali menggas motornya se-ngebut mungkin. Biar cepet-cepet nyampe sekolah dan nggak lagi tersentuh Luna sedikitpun.

"Jangan ngebut-ngebut dong, sayang," rasanya Ali ingin muntah saat Luna mengucapkan kata 'Sayang' beda lagi ceritanya kalau Prilly yang bilang.

Selang 15 menit, merekapun sampai di parkiran sekolah. Dengan cepat, Ali mencabut kunci motornya dan berlalu dari Luna. Sebelumnya, ia sempat melihat Prilly dibonceng Verrel dengan motor CBR keluaran baru. "Ya elah, CBR doang. Gue juga bisa beli," dengus Ali. Saat ini Ali sedang sensi dengan siapapun yang bersama Prilly. Padahal, ia akui memang Ali yang salah.

Ali merasakan seseorang bergelayut manja di lengannya. Siapa lagi kalau bukan Luna? Ali menghentakkan lengannya agar terlepas dari cewe abal ini. Risih, lah. Kalau Prilly yang manja sih, gapapa.

Arah mata Prilly menuju ke Luna dan Ali. Ali yang menyadari itu, langsung menjauh dari Luna— yang susah banget dilepasin tangannya. Sekilas, Ali melihat raut yang susah diartikan dari wajah Prilly. Ingin rasanya ia mengacak rambut wangi Prilly, mencubit pipi chubbynya, menoel dagunya saat gadis itu sedang badmood, dan menarik hidung mancungnya. Intinya, Ali kangen semua tentang Prilly.

***

"Prilly Aurora!" Pekik Bu Jeni —guru Matematika yang super killer- sontak, Prilly tersentak kaget. Ada apa ni guru killer satu manggil-manggil? Pikir Prilly.

Sorotan mata Bu Jeni sangat tajam. Bahkan, Prilly sendiri tidak tau apa yang telah ia perbuat sampai Bu Jeni marah padanya. Mila menyikut Prilly agar tersadar, "H-hah, iya? S..saya?" Tunjuk Prilly pada diri sendiri. "Iya, kamu! Siapa lagi disini yang bernama Prilly Aurora selain kamu?!" Teriaknya. Prilly menelan ludah.

"Kamu! Daritadi bengong gak merhatiin ibu. Sekarang juga, keluar!" pekiknya sambil menunjuk pintu yang dimaksud untuk prilly keluar. Kalau udah seperti ini, Prilly tidak bisa membantah selain menurutinya. Prilly melirik Mila yang menatapnya iba. Dengan berat, Prilly melangkahkan kaki keluar kelas.

Setelah di luar, Prilly malah bingung harus ngapain. Jadi, Prilly memutuskan untuk ke pinggir lapangan basket. Melihat murid cowo yang sedang bermain basket karena jam pelajaran olahraga. Prilly menatap lurus murid yang sedang men-shoot bola kesana-kemari. Ia jadi teringat Ali yang sangat hobi basket. Tanpa disadari, ternyata yang sedang olahraga adalah kelasnya Ali. Dan disitu juga ada Ali yang sedang bermain basket.

"Huft. Salah kaprah gue," batin Prilly merutuki dirinya sendiri. Ia mengedarkan pandangannya ke arah lain, asal jangan menatap mata Ali yang mampu membuatnya tenggelam. Prilly duduk di kursi panjang dekat lapangan basket, dengan detik yang sama Ali juga duduk di sebelah Prilly sambil membasuh keringatnya.

"Aduh. Salah lagi deh, gue," lagi-lagi, Prilly membatin. Canggung. Atmosfer saat ini adalah (sangat) canggung. Prilly nggak tau harus gimana, begitupun dengan Ali. Akhirnya, mereka cuma diem-dieman aja disitu. Sesaat kemudian, Ali melanjutkan permainannya. Dan saat itu, Prilly bisa bernapas lega.

Sebenarnya, Ali ingin menanyakan banyak hal kepada Prilly. Pertama, "Apa kabar, Pril?" Kedua, "Lo baik-baik aja, kan?" Ketiga, "Kenapa lo keluar kelas? Cabut, ya?" Keempat, "Gue kangen lo."

Tapi, apa boleh buat. Itu bukanlah waktu yang tepat untuk menanyakan hal yang menurut Prilly pasti nggak penting. Sama halnya kayak Ali di hadapan Prilly sekarang, nggak penting, mungkin.

•••

A/N

Selamat sore menjelang malam ! Sumpah, aku kangen sama cerita ini. Kangen sama Prilly dan Ali yang konyol & idiot, kangen mereka yang sering ngebacot, yang sering kata-kataan. Kok jadi aku yang baper, ya? Wkwkwk okedeh aku emang kangen Ali-Prilly yang dulu tanpa Luna ataupun Verrel.

Sooo, Votes & Commentnya guys? :)

Mantan Kesayanganku [PENDING//VERY SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang