Liar pt. 3

114 32 5
                                    

Axel duduk seraya memandangi jendela. Hujan lagi hari ini. Udara semakin dingin dan bahkan sinar matahari tak dapat menerobos awan abu-abu yang tebal.

Sudah beberapa hari ini hujan turun tanpa henti. Begitu pun dengan menghilangnya kucing hitam itu.

Axel tak bisa menghilangkan Charlotte dari pikirannya. Senandung nyanyian yang Charlotte bisikan di telinganya pun masih dapat ia ingat dengan baik. Hanya saja, hujan turun tanpa henti.

"Yo, Axel," panggil seseorang, membuat Axel menengok. Dilihatnya seorang laki-laki dengan senyum ceria.

Axel langsung mengalihkan pandangan dari kakak sepupunya itu, membuat laki-laki yang berumur 23 tahun itu mengerucutkan mulutnya seperti anak kecil.

"Adikku yang manis, biar ku tebak, lagi ngegalauin cewe ya? A cie, siapa Xel?" Tebaknya sok tau.

"Cih, gak ngurusin orang, sendirinya juga masih jomblo, cepet nikah sana," balas Axel. "Kak Rangga ngapain disini, toh?"

"Numpang mandi," jawabnya, disambut oleh tatapan serius-dong-kenapa-sih dari Axel. "Yaelah, namanya juga pepus umum, ya, baca bukulah!"

Axel tahu kakak sepupunya ini bukan tipe orang yang suka pergi ke tempat seperti perpustakaan, dia bukan tipe orang yang rela pergi ke luar rumah untuk membaca buku.

Axel menatap Rangga dalam-dalam. Mungkin saja apa yang di pikirkan oleh Rangga dapat menghiburnya sedikit.

"Apaan, sih, liat-liat?" Tanya Rangga.

Ternyata bener, yang jaga perpus sini emang cantik. Berapa ya umurnya? Tapi imut banget sih.

Axel berusaha untuk menahan tawanya mengingat tempat ini adalah perpustakaan. Rangga hanya menatap Axel bingung.

"Kak, yang jaga perpus sini umurnya 22 tahun loh kak," kata Axel. "Dia juga belum punya pacar, dan keliatannya, dia lagi nyari, deh."

"Ha-haaah, a-apaan, sih? Kamu bisa baca pikiran orang, ya?" Ujar Rangga gugup.

Dia segera berdiri dan melihat-lihat rak buku kemudian kembali dengan sebuah buku bersampul coklat dengan tulisan berwarna emas.

"Xel, ini buku judulnya Charlotte!" Ujar Rangga dengan wajah bahagia.

Axel diam, tepatnya, dia membeku. Seketika dia merasa tubuhnya kaku. Dia menggigit bibirnya dan menunduk. Bahunya bergetar. Dia merasa sangat takut. Entah apa, tapi Charlotte telah memberikan ingatan yang buruk untuknya.

"Xel? Kamu kenapa Xel?" Tanya Rangga terkejut. "Eh, sorry, sorry, aku gak maksud buat nyinggung namanya."

Axel berdiri. Dia melihat Rangga menataonya khawatir. Dia menghela napas panjang.

"Minta maaf buat apa?" Tanyanya.

Axel segera berbalik meninggalkan Rangga tanpa menunggu jawaban darinya. Dia membuka pintu perpustakaan dengan kasar, membuat semua orang terkejut.

Dia menatap langit yang masih mendung dan hujan turun begitu deras. Dia menggelengkan kepalanya dan berlari meneroboh hujan. Dia tak tahu akan pergi kemana, tapi saat ini perasaannya campur aduk.

"Dek, awas!" Teriak seaeorang.

Axel terjatuh begitu seseorang menarik tangannya. Tak lama mobil melaju di depannya dengan kecepatan tinggi bersamaan dengan suara klakson yang memekakkan telinga.

"Gak apa-apa kan dek?" Tanya seorang pria yang menolongnya tadi.

"Ya ampun dek, hati-hati, kan kalau sampai ketabtrak bahaya," ujar seorang wanita paruh baya yang sedang menggendong seorang balita.

Orang-orang mulai mengelilingi Axel. Dia hanya heran, bagaimana bisa kejadian ini menarik perhatian terlalu banyak orang?

Ada apa?

Apa dia baik-baik saja?

Kelihatannya, dia sangat merepotkan.

Kalau terjadi kecelakaan, aku ingin mengambil fotonya, hehe.

Aku ingin dia mati saja.

Axel menutup telinganya. Sudah cukup baginya mendengarkan "suara kejujuran" orang-orang hari ini. Mungkin, dia bisa gila.

"Aku baik-baik saja," kata Axel pada akhirnya. Kalimatnya membuat orang-orang di sekitarnya menjauh.

Dia berdiri kemudian menatap langit. Masih sama, masih hujan, masih kelabu, masih gelap. Tiba-tiba saja, dia merindukan matahari.

Dia pergi dari tempat itu, sampai akhirnya, hujan berhenti, namun langit masih kelabu. Kakinya membawanya ke tempat dimana dia bertemu Charlotte beberapa hari yang lalu. Dia melangkah mendekati pohon besar dimana dia menemukan Charlotte, berharap bertemu Charlotte sekali lagi.

Axel menelan ludah begitu dia melihat sosok Charlotte yang basah karena hujan. Axel segera memeluk gadis itu. Wajahnya pucat dan tubuhnya dingin. Seperti sudah tak bernyawa.

Pundak Axel bergetar. Charlotte tiba-tiba membuka matanya lemah. Axel menggenggam tangan kiri Charlotte yang dingin erat-erat, sekuat yang dia bisa.

"Bukannya, kucing itu sudah mengatakan bahwa aku ini sudah mati?"

Deg!

Dada Axel terasa sesak, sekaligus nyeri. Dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Axel menutup matanya, namun dadanya malah bertambah sakit.

Tak!

Dia merasa tulang jari Charlotte yang patah akibat genggamannya. Dia membuka matanya dan melihat Charlotte yang tersenyum lemah padanya. Saat ini dia tak peduli. Ya, dia tak peduli jika Charlotte harus hancur di depan matanya.

Tangan kanan Charlotte bergerak. Tak lama angin bertiup sangat kencang. Suhu dingin mengalir ke seluruh tubuh Axel. Dia menyadari bahwa tangan Charlotte memyentuh pipinya. Namun di saat yang bersamaan, dia kehilangan kesadarannya.

Lie-LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang