(1) Gadis Desa

1.3K 47 6
                                    

ALURNYA MAJU MUNDUR DAN GAK ADA TANDA KHUSUS. JADI USAHAIN NGERTI YAH! Hehe :v

'Nur Fadilah Syawal'

Inspiration by: Via

Kepada Bintang Bintang

Premiere Episode

Saat menemui persimpangan dan harus memilih, kita tidak akan tahu rintangan apa yang akan dihadapi diperjalan nanti. Namun kita bisa meyakini bahwa jalan itu pasti berujung. Bahkan walaupun itu lebih jauh atau berbahaya.

Musim hujan, 2006

Sudah 15 menit ia lewati hanya dengan duduk dan menatapi bintang-bintang yang Tuhan taburkan pada langit gelap di atas sana. Belum setengah jam yang lalu, ia baru saja melepas kepergian El. Bocah laki-laki yang sudah ia anggap kakak laki-lakinya. Ya tentu saja alasan utamanya karena anak itu yang menyuruh gadis ini untuk memanggilnya kakak sejak pertemuan pertama mereka. Satu tahun yang lalu.

"Kenapa harus panggil Kakak?" tanyanya hari itu.

"Karena, kamu sama aku lebih tinggi aku. Jadi kamu mesti panggil aku, Kakak."

Begitu katanya dulu.

Tapi, sekarang si kakak itu pergi. Lantas siapa yang akan menemaninya mulai besok? Menemaninya bermain, menemaninya mencari makanan untuk hewan kesayangannya, menemaninya membeli susu di rumah mang Udi. Seperti hari hari kemarin. Selama satu tahun ini.

***

Masih di malam yang sama,

Seorang anak laki-laki dengan sepatu rodanya melesat handal walau di tanah berkerikil. Ia merasakan tubuhnya berguncang seru seiring jalan yang menurun. Angin pedesaan menyapa wajah dan menggoyangkan jambul kecilnya. Senyumnya lebar. Hingga sebuah batu menyandung sepatu rodanya,

"Adudududuh!" Ia menjerit. Pantatnya nyeri bukan main, dan debu sempurna mengotori celana dan kemeja hitamnya.

"Kamu kenapa?" Seorang anak perempuan muncul dari balik semak, susah payah menarik seekor kambing kecil dengan tali yang ia ikatkan pada leher hewan itu.

"Jatoh. Kamu gak bisa liat?" Si anak laki-laki bersepatu roda menjawab dengan jutek. Ia mencoba berdiri, namun terjatuh lagi dengan benturan yang tak kalah keras dengan yang tadi. Salahkan ia yang tidak melepas sepatu rodanya terlebih dahulu sebelum mencoba bangkit lagi.

"Ayo berdiri." Si gadis kecil mengulurkan sebelah tangannya yang tak memegang tali kambingnya.

"Tangan kamu pasti bau kambing."

Refleks, sang gadis kecil menarik kembali tangannya dan menggosok-gosokkannya di baju pinknya. Sementara sang anak laki-laki mulai melepas sepatu rodanya.

"Tapi kayaknya aku emang butuh bantuan." Berbeda dengan sikap juteknya tadi, ia mengulurkan sendiri tangannya, tak lupa dengan senyum manis dengan memperlihatkan jejeran giginya yang rapi.

Gadis kecil di depannya menyambut dan menariknya berdiri. Dengan tautan kedua tangan mereka yang belum terlepas, sang anak laki-laki memperkenalkan dirinya.

"Aku Abi. Kamu?"

"Elis." Si gadis kecil juga tersenyum manis kali ini.

"Okay, thank you." Abi menarik tangannya. Lantas membungkuk untuk memungut sepasang sepatu rodanya untuk dibawa pulang.

"Pakai sendalku."

Abi mendongak. Melihat gadis kecil di sampingnya masih senantiasa tersenyum, dan di dekat kakinya kini, telah tersedia sepasang sandal jepit hijau bergambr bunga-bunga.

Kepada Bintang-Bintang [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang