Gemerisik air menggoda dua ekor kelinci putih keluar dari sarangnya. Langit berawan perlahan-lahan sirna bersama berkilaunya bintang-bintang yang memantul di atas sungai. Bulan yang tak lagi sendiri mulai menampakkan sinar kuning keemasan yang menyinari hutan di malam hari.
Angin kembali berhembus dengan kencang. Tanah yang tenang kini bergemuruh yang membangunkan seisi hutan. Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin nyaring bersama suara kepakan sayap burung gagak yang mulai menutupi hutan.
Tanah kebebasan kini tak lagi menjanjikan kedamaian.
Seorang pria berlari secepat yang ia mampu. Jubah yang ia kenakan telah terkoyak memperlihatkan luka cakaran yang memenuhi hampir seluruh tubuhnya. Rambut kuning keemasan miliknya perlahan-lahan menjadi kemerahan bersama darah yang mengalir di pelipisnya.
Kaki telanjangnya seakan lihai melompati akar pohon maupun belukar yang ada di hadapannya. Tatapan tajam dari sepasang manik berwarna biru laut itu menyiratkan kegundahan dipertegas dengan raut wajahnya yang menegang. Dipikirannya kini hanya satu, menemukan gadis itu.
Sepasang kelinci putih terdiam di sisi seorang gadis yang tak sadarkan diri di tepi sungai. Si mata putih mengamati tubuh gadis sementara si mata biru mengamati ratusan pasang mata yang menatap lapar. Tubuh mereka perlahan transparan lalu menyatu membentuk cahaya putih kebiruan yang menyelimuti si gadis.
Ribuan gagak masih melarang bulan untuk membiaskan sinar mentari. Diikuti lolongan serigala yang menghantui tanah kebebasan. Dedaunan telah mati beruguguran sementara batangnya membeku dengan kristal es yang tumbuh mengitarinya. Kehidupan telah sirna bersama sepasang telapak kaki telanjang yang menyetapakinya.
Doa-doa yang terpanjat satu per satu terkabulkan. Langkah kakinya perlahan melambat hingga benar-benar berhenti. Nafasnya yang menderu kini berangsur-angsur normal. Pria itu bersimpuh dengan perasaan lega bercampur marah yang menggerogoti akal sehatnya. Lantas mengguncang-guncang tubuh bersimbah darah itu kasar, seolah berharap keajaiban terjadi pada gadis yang tergeletak tak sadarkan diri.
"Rufina, sadarlah!" jeritnya dipenuhi rasa panik. Tak ada sedikit pun tanda-tanda gadis itu akan sadar melainkan denyut nadi yang semakin melemah. Ketakutannya perlahan-lahan menggerogoti akal sehat yang semakin lama semakin membuatnya gila.
Pria itu menautkan kedua jarinya lalu meletakkannya di atas dada gadis bersurai merah muda itu. Kedua matanya mengatup diikuti bibirnya yang tergerak merapalkan ayat demi ayat yang mengelilingi tubuh si gadis. Tubuh gadis itu berangsur-angsur diselimuti cahaya putih kebiruan. Lalu cahayanya menghilang, bersama darah yang menyelimuti tubuh Rufina.
Manik mata mereka bertemu. Jemari gadis itu tergerak menyusuri paras pucat yang menampakkan raut wajah kelegaan. Lalu ia mulai mengulas senyum manis di bibir merah mudanya. "Kau terluka."
Manik mata milik Rufina mengedar ke sekitar. Tanah kebebasan kini tak lagi menjanjikan kedamaian. Ribuan serigala melangkah mendekat seiring memudarnya cahaya yang melindungi kehidupan yang tersisa di dalam hutan. Lantas membuatnya berdiri menghadap kegelapan yang mulai menggerogoti tanah kebebasan.
Sudah saatnya ia kembali.
Air mata kembali menetes. Kemungkinan terburuk kini berada di depan mata. Sepasang kekasih mulai menghapus jarak di antara keduanya. Memberikan kenangan terakhir, sebelum kata 'perpisahan' itu menjadi nyata.
Tanpa kata 'selamat tinggal', Rufina menghilang di telan cahaya putih yang keluar dari dalam tubuhnya. Cahaya menyebar ke seluruh penjuru hutan bersama kelopak sakura yang membalut tubuhnya. Menelan apapun yang mengganggu kedamaian dari tanah kebebasan, mengembalikan kehidupan di dalamnya.
Gadis itu telah menepati janjinya.
Pria itu merebahkan tubuhnya di atas tanah. Matanya menatap langit yang menampakkan milyaran bintang yang bertaburan menemani bulan. Air matanya turun membasahi pipinya tak menampik penyesalan mendalam yang membuat dadanya sesak.
Kedua tangannya terangkat ke atas. Tergerak sembari berbisik pada angin yang membelai wajahnya lembut. Debu putih lambat laun menggerogoti tubuhnya yang mulai transparan. Ia tersenyum, sebelum benar-benar menghilang tertiup angin.
"Aku mencintaimu."
Sebuah kristal biru pun tertanam di samping kelopak sakura terakhir dengan setetes air mata yang mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lucian : Story of The Hidden Kingdom
FantasyBiarkan aku bercerita kepadamu. Sebuah buku usang mengatakan, dulu terbentang sebuah negeri yang diselimuti kebahagiaan dan berkah dari-Nya. Di mana tanaman tumbuh menjulang tinggi dan di dalamnya dipenuhi kehidupan yang damai nan tentram. Hewan ber...