5. Dimulai Dari Vivi (part 2)

73 5 0
                                    

Menurut Indi, Gunawan dulunya adalah anak bandel dan anak stelan. Lalu berubah sejak bertemu dengan mereka, yang membuatku makin tertarik, bagaimana mereka bisa merubah seseorang yang dulunya bandel menjadi alim?
Seorang bapak-bapak masuk ke kosan dan memanggil ibu Bambang dengan panik.

"Perempuan ini dicari polisi! Ada polisi dibawah!" kata bapak-bapak itu sambil menunjukku.

Aku terkejut, untuk apa mereka membawa polisi? Mengapa tidak mereka saja yang datang kesini?
Aku meremas tangan Indi karena panik, lalu Indi menenangkanku.
Pintu diketuk, seorang polisi datang diikuti wajah cemas pakde dan bude ku. Sepertinya, aku mengenal polisi itu...

"Permisi, saya dari kepolisian mau menjemput saudara saya" begitu kata polisi itu.

Betul, polisi itu adalah saudaraku! Aku tidak pernah tahu dia adalah polisi, dan sekarang dia datang sebagai polisi, aku betul-betul terkejut! Kalau tahu dia adalah polisi, aku akan meminta perlindungannya dan tidak akan menyusahkan teman-temanku seperti ini!

Bambang, Indi, dan Gunawan menjelaskan semuanya. Sedangkan orangtua Bambang diinterogasi, aku diceramahi macam-macam oleh pakde dan bude ku.
Setelah proses selesai, aku harus pulang. Aku menjabat tangan teman-temanku untuk terakhir kalinya dengan wajah bersalah, bagaimana tidak, mereka didatangi polisi, pasti mereka akan malu dengan tetangga.

"Maaf Bang, Wan, Di...." kataku tertunduk.

"Nggak papa Vi, beneran, lu pulang aja" Indi tersenyum, namun kali ini senyumnya kelihatan dipaksa.

Lalu aku pulang, dengan rasa bersalah.

*****

"Apa sih yang kamu pikirin, Nak? Pakde sama bude sampai nggak bisa tidur semalam" kata Pakde ku memulai pembicaraan.

"Tadi kan temen-temenku udah bilang pakde, mereka mau nyelamatin aku" jawabku pelan.

Sambil istirahat di perjalanan, kami mampir dulu di restoran, sekalian menceritakan semuanya yang telah terjadi.

"Temen-temen kamu juga panik nyari kamu nak" begitu katanya. "Pakde sampai minta tolong om buat jemput kamu, om kan polisi, masa kamu lupa"

Aku hanya diam, sesekali menyendok nasi goreng ke mulut, masih merasa bersalah. Pakde ku yang harusnya sibuk bekerja sampai malam malah harus mencariku, om yang harusnya bertugas malah menyempatkan diri untuk ke Jakarta Barat demi aku.

"Jangan ngobrol sama orang nggak dikenal lagi di sosial media, nak" pesan Pakde.

Selama setengah jam lebih, aku diberi khotbah oleh pakde ku. Aku hanya tertunduk, sesekali mengangguk. Namun jauh dalam hatiku, aku merasakan bahwa cerita ini seru dan menambah pengalamanku.

*****

Aku sampai ke rumah, abangku yang tumben-tumbenan ada dirumah kelihatannya kesal denganku karena ia juga harus ikut mencariku dan tidak bisa main bersama teman-temannya ke bengkel, aku meminta maaf kepadanya. Lalu masuk ke kamar dan mencatat cerita itu di diaryku sambil mengingat semua kejadian itu.
Ah, aku juga belum mencari orang untuk di interview dan belum mencari pengalaman, bagaimana ini? Kejadian ini membuatku tidak bisa berpikir bagaimana caranya mencari bahan novel.
Setelah selesai menulis diary, aku membacanya ulang dan mulai berfikir, cerita ini seru dan menarik bagiku.
Dan mengapa tidak kujadikan novel saja?
Aku tersenyum lebar dan mencari kertas, menulis kerangka cerita dan menentukan klimaksnya, aku akan meng-interview Bambang, Indi, dan Gunawan tapi lewat sosial media.
Ini akan menjadi novel yang menarik dan aku segera menelefon editorku

"Bos, bos, maksudnya, Pak Ofan! aku udah nemu bahan cerita bagus!" kataku tersenyum

"Apa genrenya? Deadline masih lama kok" kata editorku.

"Realita, bos!" kataku semangat.

"Realita? Tunggu tunggu, memangnya kamu udah nemu narasumbernya?! Tanya pak Ofan heran.

"Udah pak! Saya minta libur saya dicabut dan deadline dimajuin!" aku memaksa.

"Kalau seperti itu yaudah, deadline nya setelah natal" kata editorku lagi.

"Oke bos! Aku sayang Pak Ofaaaannn!!!!" seruku tersenyum dan menutup telefon.

Aku mengkonfirmasi dulu kepada narasumber yaitu Bambang, Indi, dan Gunawan. Mereka setuju dan bersedia di interview, aku lalu aku mulai mengetik novelku. Dan untuk pertama kalinya, novelku tidak ber-genre thrill maupun horror atau fantasi.

Tangan Tangan KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang