Please, Ann - 3

12.9K 1.7K 388
                                    

Diga menguap lebar-lebar sembari melemaskan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Semalaman ia tidur di sofa meski ukuran sofa tersebut tak cukup panjang untuk tubuhnya yang tinggi. Jam dinding yang berada tepat di atasnya menunjukkan pukul lima tiga puluh pagi.

"Dek ...." Diga menepuk paha Indira agar gadis itu membuka matanya.

Indira merespon dengan menggeliat kecil.

"Bangun, Dek."

"Lima menit lagi, Kak," rajuk Indira dengan mata yang masih terpejam.

"Indira ...." Diga menggeram pelan. Sebelah tangannya membuka kelopak mata Indira dengan paksa. "Ba-ngun," tegasnya.

Mau tak mau, Indira membuka lebar kedua matanya sembari mengerucutkan bibirnya dengan kesal.

"Mandi, Dek."

Indira sempat berdecak kesal setelah melirik ke arah jam dinding. "Masih pagi banget ini, Kak," gerutunya sembari perlahan mengubah posisi tubuhnya agar bisa duduk bersandar pada sofa.

Masih dengan wajah yang terlihat sekali sedang mengantuk, Diga menjelaskan dengan sabar. "Dari rumah sakit ke sekolah kamu kan jaraknya lumayan, Dek. Kakak ada kuliah jam delapan juga nanti. Belum juga Kakak harus jemput Kak Anny dulu sebelum ke kampus."

Indira menghela napas panjang. Mau tak mau ia harus mengalah. "Terus nanti Mama gimana, Kak?"

"Nanti Om Radit yang jagain," ujar Diga sembari berjalan menuju lemari kecil di sebelah tempat tidur Mamanya. Lelaki itu menarik satu handuk besar berwarna merah muda dari dalam sana kemudian melemparkan ke arah Indira yang sedang sibuk menguncir rambutnya.

"Mandi sana," perintah Diga bersamaan dengan handuk yang mendarat tepat di kepala Indira.

*****

"Semalem kamu tidur jam berapa, Ann?" Diga mengelus rambut Anny yang digerai bebas saat gadis itu sedang berusaha mengubah posisi jok agar ia bisa sedikit rebahan.

"Jam tiga," gumam Anny sembari mencari posisi yang pas.

Diga mengerutkan dahinya tanpa mengalihkan pandangan ke arah Anny. "Ngapain emang?" tanyanya sembari memutar setir ke arah kanan.

"Ya itu." Anny mengurungkan niatnya untuk berbaring. Kali ini gadis itu bersandar pada pintu mobil.

Mengetahui Anny menumpukan tubuhnya pada pintu, sebelah tangan Diga yang bebas, meraba-raba ke arah power lock yang berada di pintunya. Memastikan bahwa pintunya benar-benar terkunci rapat.

"Itu apa?" Diga melirik sebentar.

Anny melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku begadang bikin presentasi desain buat hari ini."

Diga sempat tersenyum tipis saat menyadari Anny yang selalu bersemangat jika Diga memancingnya untuk bercerita.

"Mana kan kamu tau ya, Dig. Pak Gun kan maunya yang detail ya. Bikin presentasi kayak gitu kan lama. Yang tampak depan lah, belakang lah, dalem lah, tiap ruangan lah."

Saat Diga melirik sebentar ke arah Anny, lelaki itu menyunggingkan senyum tipis saat wajah Anny memerah karena terlalu bersemangat. Jika saja kedua tangannya tak sibuk menyetir, sebelah tangannya pasti saat ini sudah bergerak untuk mencubit pipi tembam kekasihnya.

"Belum kelar capeknya ngerjain tugas maket semalem, udah aja dijejelin tugas presentasi," keluh Anny. "Eh, Dig—"

Diga bergumam pelan.

"Kok tumben kamu bawa mobil? Motornya mogok?"

Diga menggeleng pelan. Wajahnya berubah muram. "Aku semalem nginep rumah sakit."

Please, AnnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang