Please, Ann - 8 [END]

17K 2K 566
                                    

p.s thanks buat semua temen-temen yang baca cerita ini. Aku seneeeng banget sama apresiasi kalian. Maaf kalo ada yang enggak berkenan yaaa. Dan terakhir, makasih banget banget buat Anny-ku yang merana karena namanya menjadi sangat menyebalkan di sini hahaha cc:  just-anny

*****

Setelah kejadian nasi goreng yang berakhir dengan pertengkaran kecil di antara mereka, Anny menjadi sensitif tiap kali ada Rara di dekat Diga. Baiklah, tanpa diingatkan sekalipun, ia juga tahu kalau ia sungguh payah dalam hal memasak. Tapi tidak bisakah Diga menghargainya sedikit?

Sudah dua hari berlalu, tapi Anny masih saja kesal jika mengingat peristiwa itu. Seolah perlahan-lahan ia tersingkirkan dengan keberadaan Rara. Di satu sisi ia kesal, tapi di sisi lainnya ia harus mengakui kalau Diga selalu menghargainya. Diga rela memakan nasi goreng tanpa rupa dari karya tangannya tanpa mengeluh. Mengingat bagaimana Diga yang lagi-lagi mengalah, Anny rasanya sadar bahwa ia memang sudah kelewat egois.

Tapi kan bisa kalo enggak usah nyuruh Rara buat bawain makanan waktu itu, batinnya kemudian berdecak kesal. "Tetep aja Diga yang enggak paham perasaan gue," gerutunya meyakinkan diri.

"Mana sekarang sering pergi sama Rara tanpa ngasih tau gue pula," gumamnya penuh kekesalan.

Anny lagi-lagi berdecak saat menyadari ia salah menggoreskan garis pada kertas yang terbuka lebar di atas meja gambarnya. Konsentrasinya buyar seketika hanya karena mengingat beberapa kali melihat mobil Diga melintasi depan gedung fakultasnya. Di dalam mobilnya, Diga tak sendiri. Ada Rara yang menemaninya di sampingnya.

Memang sengaja Anny tak bertanya perihal kesibukan apa yang sedang Diga lakukan bersama Rara. Anny ingin menangkap basah keduanya jika sedang bersama.

*****

"Kamu masih di perpus, Dig?" todong Anny tanpa basa basi setelah panggilannya diangkat oleh Diga.

Setelah yakin tak bisa menyelesaikan gambaran desainnya dengan baik untuk malam ini, Anny memutuskan untuk menyusul Diga ke gazebo perpus. Emosinya ia tahan susah payah saat ia mendapati Diga sedang berduaan dengan Rara beberapa meter di depannya.

"Iya, kenapa?"

Anny tersenyum tipis. Diga enggak bohongin gue berarti, batinnya seraya memandang lurus ke arah punggung Diga dan Rara yang bersebelahan.

Pertanyaan kedua. "Kamu ngerjain tugas sama siapa?"

Ada jeda yang tak begitu panjang saat akhirnya Diga menjawab. "Sama anak-anak yang lain."

Jawaban yang tepat untuk membuat emosi Anny semakin memuncak. Telponnya ia putus sepihak. Dihelanya napas panjang-panjang seraya berjalan dengan dagu terangkat ke arah meja Diga.

"Mulai kapan kamu bohong sama aku kayak gini, Dig?" tanya Anny dengan tatapan tajam ke arah Diga yang terkesiap karena kehadirannya yang tiba-tiba.

Di hadapan Diga dan Rara, Anny tersenyum sinis. Sekarang siapa yang egois? Kamu, Dig.

*****

"Mulai kapan kamu pinter bohong sama aku?" Anny mengulang pertanyaannya saat Diga berhenti menariknya menuju kolam ikan di sudut gazebo. Saat malam seperti ini, area kolam memang sepi dan hanya diterangi oleh lampu remang berjajar sepanjang jalur pejalan kaki di dalam kampus.

Diga mengusap-usap wajahnya dengan kasar. Anny bisa melihat betapa lelahnya wajah Diga. Tapi ia menutup mata. Tak ingin terpengaruh dengan Diga yang terlihat mengiba melalui tatapannya.

"Kepalaku pusing denger kamu marah-marah tiap hari cuma gara-gara Rara, Ann," keluh Diga seraya memijat pelipisnya.

Anny mendengus sinis. "Kenyataannya memang aku berhak marah, Dig."

Please, AnnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang