"Nice shoot Emma!" teriak sang pelatih sambil membunyikan peluitnya, seketika aku menutup kupingku.
"Shoot kamu bagus sekali Emma, terus pertahankan karena 2 minggu lagi kita akan bertanding melawan SMA lain. oke?" pelatihku itu kalau ngomong selalu dengan volume suara yang keras, hampir saja aku dibuat tuli jika mendengar ocehannya.
Namaku Emma Lively, umur 17 tahun, anak bungsu dari dua bersaudara, aku memiliki seorang kakak laki-laki, seorang ayah yang pekerja giat, dan seorang ibu yang pekerja giat juga.
"Emma....." sepertinya aku mengenal suara itu, dia kakakku., James namanya.dia sosok kakak yang sempurna buatku, dia melindungiku, menjagaku, menasehatiku. dan kini dia membukakan pintu mobil untukku dan kami pulang bersama.
"gimana latihannya? kapan tanding? aku akan mengikuti kejuaraan kendo besok. doakan aku yah." kata James.
aku hanya diam seribu bahasa, karena aku sedang tidak mood bicara hari ini setelah kejadian sewaktu di kelas. Jane. rivalku sejak kecil, hari ini dia sengaja menjatuhkan air kotor dan mengenai bajuku di taman sehingga aku basah, bau dan kotor, dan itu sangat membuat aku muak, dengan refleks aku menjambak rambut keritingnya dan.....
"Kalian berdua , silahkan ikut saya sekarang" ya, bisa kalian tebak, kepala sekolah datang.dan aku kena hukuman memungut sampah di halaman sekolah selama satu minggu kedepan.
sampai dirumah, kulemparkan tasku, kulepas sepatuku, kubaringkan tubuhku di ranjang dan kudekap mulutku dengan bantal dan ..
AAAAAAAAAAAAAAAAAAA aku berteriak sekencangnya. aku sangat kesal hari ini.
malam tiba, selesai mandi aku mencari diariku, menulis semua kejadian yg menyebalkan hari ini. kubuka-buka lembar demi lembar, dan hmmmm..... ternyata aku masih menyimpan foto Darren. Dia pria yang aku suka sejak pertama aku masuk SMA. sepertinya aku salah menyukainya. aku hanya berdiam diri selama 3 tahun ini, tak pernah ada usaha untuk mendekatinya. aku sudah menyerah terhadapnya. dia terlalu sulit untuk kudekati. aku ingin menangis saja, karena menyukainya terlalu menyakitkan untukku. dia tak pernah melirik ke arahku. kami tak pernah mengobrol. mungkin ada yang salah dengan diriku.
kututup diariku, lalu masuk dalam selimut dan selamat datang dunia mimpi imajinasiku.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------