TIGA

457 21 0
                                    


"Mana ya, tuan Soetomo, lama sekali." Entah sudah berapa kali nyonya Adriawan bergumam seperti itu. Ia terus saja sibuk dengan kegiatannya sendiri, mondar-mandir tidak jelas didepan suaminya yang sedang asyik membaca buku.

"Sebentar lagi datang, mungkin sedang dalam perjalanan. Kau pergilah saja ke dapur, lihat apakah kira-kira masih ada yang kurang." Usul tuan Adriawan, yang membuat aktivitas istrinya itu seketika saja terhenti.

"Benar katamu, aku harus ke dapur." Sang suami tersenyum melihat kelakuan istrinya yang segera berlari kecil kearah dapur seraya memanggil nama asisten rumah tangganya. Ia pun kembali membaca buku yang sedang dipegangnya.

TING NONG!

Suara bel memecah keheningan rumah keluarga Adriawan. Tuan Adriawan menoleh kearah pintu dan berniat membukakan pintu untuk sang tamu. Namun istrinya lebih dulu mendahuluinya.

"Biar aku yang bukakan, biar aku." Bisik istrinya senang. Tuan Adriawan hanya mengangguk.

"Baiklah. Apa saja asalkan kau senang." Jawabnya. Ia pun bersiap-siap diruang tengah, siap untuk menyambut kedatangan sahabatnya dan calon menantunya.

"Selamat malam nyonya Adriawan." Seorang pria paruh baya tersenyum ketika nyonya Adriawan membukakan pintu untuknya. Nyonya Adriawan tersenyum senang, apalagi ketika melihat wanita cantik bermata kecoklatan senada dengan warna surainya yang berada dibelakang pria paruh baya itu. Senyumnya semakin merekah.

"Silahkan masuk. Tuan Soetomo."

°°°°°°°°°°°°°°°

"Yah, udah dateng lagi." Marko mendengus ketika melihat sebuah mobil alphard hitam memasuki halaman rumahnya. Ia menutup tirai jendela kamarnya dengan kesal.

"Apa gue kabur aja?" Sebuah pikiran konyol tiba-tiba saja terbesit di pikiran Marko. Ia kembali membuka tirai jendela kamarnya dan melihat kebawah, ia menelan ludah, tinggi juga, pikirnya dalam hati.

"Tapi gue gak mau ketemu sama tuh cewek." Gumamnya frustasi. Ia nyaris saja ingin mengacak-acak rambutnya, namun tangannya terhenti, ia melihat kearah cerminnya.

"Tenang Ko, elo gak boleh ngacakin ni rambut. Udah rapi dan dipakein pomade, tenang, tenang." ujarnya. Seperti mensugesti dirinya sendiri.

"Marko, Marko!" Suara ibunya terdengar memanggil namanya. Ia menepuk jidatnya sendiri. Padahal tadi ia berdoa semoga ibunya akan sibuk berbicara tanpa memanggilnya, tapi tetap saja tidak mungkin, yang dijodohkan kan dirinya, bukan ibunya.

"Turun nak! Ada Sheila nih dibawah!" Mendengar nama Sheila, Marko semakin berat saja melangkahkan kakinya.

"Iya ma, tunggu satu menit lagi.!" Jawab Marko. Wajahnya mengkerut, mau tak mau dia harus turun. Yah, mau tak mau.

∞∞∞∞∞∞∞

"Nah, itu dia Marko."

Nyonya Adriawan kembali tersenyum cerah ketika melihat anaknya turun melangkahi anak tangga. Sepertinya Marko sedang membuat ibunya senang malam ini, yah meskipun dengan memasang senyum terpaksa.

"Selamat malam, paman." Sapa Marko pada tuan Soetomo. Tuan Soetomo berdiri, ia menepuk pundak Marko dan tertawa kecil.

"Wah, kau sopan sekali, bahkan ayahmu sangat jarang menyapaku seperti itu." Ujar tuan Soetomo, Marko hanya terkekeh pelan. Lalu mata elangnya kemudian menoleh kearah wanita berkulit putih yang memakai dress hitam itu. Berbeda dengan ayahnya, wanita itu hanya terduduk dengan ekspresi datarnya. Mata Marko menyipit ketika melihat ada yang berbeda dari wanita itu,

kemana rambut blonde nya?

"Kenapa hanya memberi salam pada tuan Soetomo? Ayo beri salam juga pada Sheila." Perintah ayahnya, oh, haruskah Marko melakukannya? Ini penjatuhan diri namanya.

A Stupid JulietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang