EMPAT

587 13 5
                                    


"Hei Sheila! Kau mendengarkanku tidak?!" Seruan dari Marko membuat Sheila terlonjak.

"Gak usah teriak bisa gak sih?!" Seru Sheila tak kalah kerasnya. Marko mendengus

"Cewek bodoh" gumamnya.

"Aku mendengar itu." Sahut Sheila, bodo amat, ketus Marko dalam hati.

"Kan aku sudah bilang berapa kali, aku menyetujui rencana bodoh ini karena ibuku sedang sakit. Jika aku tidak menurutinya, maka penyakitnya akan kambuh.mengerti?" Marko mau tak mau harus kembali menjelaskan apa yang dia katakan tadi.

"Drama." Ejek Sheila, "meskipun dia ibumu, dia tidak bisa mengatur jodoh. Huh, karena ibumu juga aku harus bertemu denganmu setiap waktu." Desis Sheila membuat Marko kini menatapnya.

"Jangan pernah menyalahkan ibuku." Sanggah Marko. Sheila tetap diam, seakan-akan diam lebih bermakna dibandingkan ia harus meladeni Marko. Marko menatap wanita itu, tubuhnya yang proposional, kulitnya yang putih, matanya yang indah, rambutnya yang kecoklatan, cuma satu yang kurang, tidak ada senyum yang menghiasi wajahnya.

Coba saja dia senyum, pasti semakin cantik

Eh? Apa katanya tadi? Cantik? Dirinya memuji wanita itu?

"Apa lihat-lihat?" Teguran dari Sheila membuat Marko dengan segera memutar pandangannya. Ia berdehem pelan, menghilangkan kegugupannya karena tertangkap basah.

"Sepertinya kau niat sekali menghadiri pertemuan ini, hingga merubah warna rambut." Sindir Marko, "apa kau tidak ingin terlihat dingin didepan ibuku, hum? Agar ia bisa dengan cepat menjodohkan kita, begitu?" Sheila menghembuskan nafasnya kasar, ia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Marko.

"Terserah saja, aku malas berdebat denganmu." Sheila lebih baik menyerah, ia tak mau menghabiskan tenaganya, sekali lagi, untuk meladeni pria konyol ini.

"Coba saja dulu aku tidak mengenalmu, mungkin sekarang aku akan bahagia." Ujar Marko sambil menatap langit. Ia mengeratkan tuxedo yang dipakainya, udara cukup dingin.

"aku sangat-sangat bahagia ketika mengetahui kau akhirnya pindah ke California. Kau tahu? Hidupku benar-benar tenang." Marko memberikan beberapa penekanan di setiap kata-katanya. Namun biarpun begitu, Sheila tetap diam, enggan mengomentari ceritanya.

"Aku tidak tahu seperti apa lagi dirimu ini dimataku, yang jelas, kau bukanlah lagi seorang gadis kecil yang selalu memintaku untuk membelikan gula kapas. Kau, sudah lebih buruk dari itu." Ujarnya. Sheila tetap tidak bergeming, membuat Marko semakin gemas. Ia kemudian berfikir, kira-kira perkataan apa yang cocok agar ia bisa memancing Sheila?

"Dan mungkin saja, di surga sana, Viola tidak akan pernah mau memaafkanmu" kali ini Sheila menoleh, Marko pun menoleh pula kearahnya, memasang senyum tersinisnya.

Dasar pembunuh!

Gadis kecil pembunuh!

Pergi sana! Kami tidak mau main denganmu!

Kamu benar-benar mengerikan!

Setan kecil!

PLAK!!

Marko meringis, ia mengelus pipinya yang memerah akibat sebuah tamparan yang keras. Ia menoleh kearah Sheila, menatap wanita itu tidak percaya.

"Hei! Kenapa kau memukulku? Berani-beraninya kau!" Sekelebat masa lalu itu tiba-tiba saja melintas dipikiran Sheila. Membuatnya bertindak sangat tidak wajar, ia menampar pipi mulus Marko.

"Hei! Jawab aku!" Marko tak terima. Ia tak terima jika Sheila dengan lancang menamparnya. Sheila hanya diam, tangannya bergetar, sebuah bulir bening telah siap meluncur dari ujung matanya. Namun sebelum itu terjadi, Sheila telah lebih dulu hengkang dari pandangan Marko.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Stupid JulietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang