9 - The Day

368 36 5
                                    

Ujian kelulusan semakin dekat. Setelah pulang sekolah, murid kelas 3 harus mengikuti kelas tambahan di sekolah dan ada juga yang mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah selepas jam tambahan. Maka dari itu, waktu untuk belajar semakin banyak dan waktu untuk beristirahat harus berkurang.

Orangtuaku menyarankan agar aku mengurangi hal yang kurang perlu di hari Minggu, sehingga aku bisa menggunakannya untuk istirahat dan belajar. Otomatis membuatku dan Jin Young jarang bertemu.

Hal itu cukup membuatku malas -bukan soal berkurangnya waktuku untuk bertemu dengan Jin Young- karena aku bukan tipe orang yang suka duduk lama dan berhadapan dengan buku pelajaran. Sehingga aku sering mengunci pintu kamarku agar kedua orangtuaku tidak mengetahui apa yang aku lakukan di dalam kamar. Lagipula, mereka pasti lebih sering mengecek keadaan Ji Sun yang nilainya lebih memprihatinkan dariku.

Kriiing!

Suara bel, yang menandakan jam tambahan telah usai, akhirnya berbunyi dan membuyarkan lamunanku. Aku langsung buru-buru membereskan barang-barangku dan bertindak seolah-olah tidak terjadi apapun.

"Ji Yeon-ah, ayo pulang," ajak Soo Hyun.

Aku mengangguk dan mengisyaratkan agar teman-temanku menungguku sebentar. Setelah itu, aku langsung berlari ke depan pintu kelas dan menghampiri mereka.

"Ji Yeon-ah, kau tadi melamun?" Ha Young menyenggol lenganku agak keras.

"Ani." Aku menggeleng dan mengelak dari tuduhannya.

"Jangan mengelak. Aku juga melihatnya." Kali ini Eun Si yang menyenggol lenganku. "Aku duduk di baris belakangmu. Kau lupa?" tanyanya sambil berjalan ke depan dan menoleh ke arahku.

"Kau melamunkan apa? Namjachingu-mu?" tanya Kyu Mi yang kini ikut menyerangku.

Aku kembali menggeleng dan mengelak dari semua tuduhan teman-temanku. Mereka semua tertawa dan membuatku mengerucutkan bibir karena kesal.

Ya Tuhan, tolong kirimkan seseorang untuk membantuku terlepas dari teman-temanku ....

Tiba-tiba saja kurasakan ponselku, yang kuletakkan di saku rok, bergetar. Dengan cepat dan hati-hati, aku mengambilnya dan langsung bersyukur begitu melihat nama orang yang meneleponku.

Terima kasih Tuhan ....

"Oh, ibuku sudah menelepon. Annyeong!" Aku buru-buru melambaikan tanganku ke arah teman-temanku dan berlari kencang untuk segera keluar dari gerbang sekolah.

Begitu kurasa aman, aku menerima telepon masuk tersebut sambil berjalan ke arah halte.

"Yeoboseyo?"

"Oppa! Jeongmal gomawo!" ucapku setengah berteriak kepada penelepon, Jin Young.

Ya, sebenarnya aku menerima telepon dari Jin Young, bukan dari eomma. Aku terpaksa berbohong -meskipun aku mengakui hal itu memang tidak baik- supaya aku bisa kabur dari pertanyaan teman-temanku yang merecokiku.

"Astaga." Bisa kurasakan Jin Young sedang kebingungan sekaligus kesal di ujung sana. "Apa yang terjadi padamu? Kau mau membuatku tuli?" tanyanya kesal.

Aku tertawa senang, karena pertolongan tak terduga dari Jin Young, sekaligus karena ia 'menderita'. "Kau sudah membantuku untuk keluar dari suatu masalah. Jadi aku senang sekarang," ucapku.

"Ah, geurae." Dari ujung sana terdengar juga suara tawa Jin Young. "Berarti secara tidak langsung aku sudah membuatmu bahagia?" tanyanya penuh percaya diri.

Aku berdiri dari dudukku di halte dam berjalan memasuki bis yang mengarah ke rumahku. "Chamkanman." Aku menjauhkan ponselku dari telingaku dan membayar tarif bis, lalu duduk di salah satu bangku yang masih kosong.

Operational Date [B1A4 - FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang