Delapan: Hampir yang Tak Kunjung Menghampiri

282 11 10
                                    

"Almost, almost is never enough
So close to being in love
If I would have known that you wanted me
The way I wanted you
Then maybe we wouldn't be two worlds apart
But right here in each other's arms
And we almost, we almost knew what love was
But almost is never enough"
—Almost Is Never Enough, Ariana Grande ft. Nathan Sykes

----------

Pernah dengar kata hampir?

Hampir meraih nilai sempurna,

Hampir memenangkan suatu kejuaraan,

Hampir mendapat hadiah dari sebuah lotre yang kau ikuti,

Dan hampir-hampir yang lainnya.

Waktu umurku menginjak delapan tahun, aku dihadiahi sebuah buku bersampul hitam dengan tinta emas di atasnya yang bertuliskan KBBI: Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kado itu dari nenekku yang datang jauh dari kampung. Almarhumah tahu betul aku gemar menulis, dan katanya untuk bisa menulis sebuah frasa atau kalimat utuh aku harus membaca setidaknya seratus kata. Tentu saja ia berkata begitu, ia dulunya adalah seorang editor surat kabar Swara Kita—salah satu media cetak di Manado—pada tahun 1989, merangkap seorang penyair yang sajaknya dimuat di mana-mana.

Aku punya banyak KBBI di rumah, jujur saja. Banyak. Selain seorang pendiri kafe di bilangan Jakarta Pusat, Ayahku juga seorang dosen Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta yang berakreditasi baik. KBBI dari edisi terjadul sudah pasti ada di rak bukunya. Namun tidak seperti yang satu ini, tidak dengan sampul keren; warna hitam mengkilat dan warna emas di atasnya. Yang mungkin saja menjadikan kado ini begitu spesial bagiku. Meski halamannya sudah berubah warna menjadi putih gading, terkadang kuning, atau bahkan berbintik cokelat di beberapa sisinya.

Nenek tak memberitahuku kalau ini pernah jadi kepunyaannya dulu, tapi begitu membuka halaman pertama aku langsung tahu bahwa ini pernah jadi miliknya. Namanya tertera di sana, dengan tambahan tulisan yang dikutipkan.

"Satu kalimat bukanlah seratus kata, tapi untuk merangkainya kau harus membaca sebanyak-banyaknya."

Tentu saja sekarang aku tahu maknanya, bahwa aku sebenarnya tak perlu membaca seratus kata demi menyelesaikan kalimat-kalimatku, itu hanya sebuah istilah apabila hendak menulis, baiknya kita banyak membaca dulu. Sebab tulisan itu bisa mempengaruhi banyak orang. Dan penulis tak mungkin seseorang yang bodoh untuk cukup bisa mempengaruhi orang lain melalui tulisannya.

Hanya saja kado itu diberikan padaku saat umurku delapan tahun. Aku belum paham kias, terang saja benar-benar kulakukan sehari seratus kata untuk dibaca. Aku ingat saat aku membuka halaman bagian "H" aku menemukan kata hampir. Namun tak jelas kuingat kata keberapa itu dalam KBBI.

Hampir yang kutahu selalu dalam artian baik, sebagaimana makna literal yang kubaca dari KBBI,

Hampir
1. Kurang sedikit; nyaris
2. Tidak lama lagi
3. Dekat (pada; dengan)

Atau saat kudengar Ayahku berteriak 'hampir' ketika tim kesebelasan favoritnya mengarahkan bola ke gawang tapi meleset (perlu kau tahu saat itu 2006, jamannya Piala Dunia). Dan hmm.. Hampir mencetak gol? Bukankah itu hebat?

Sebab itu aku tak pernah tahu bila hampir bisa jadi seburuk ini. Seburuk hampir saja bisa bersamanya. Seandainya dia juga jatuh hati padaku.

Sayangnya; dia pun hanya hampir jatuh hati. Tolong garis bawahi atau cetak miring saja kata hampir itu. Karena hampir tak akan pernah cukup, tidak sampai ia berubah menjadi telah.

Antologi Puisi dan Cerpen: Patahan SayapHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin