The Informal Meeting

31 1 0
                                    

Ayra's POV

Saat ini aku sedang menikmati jam makan siang dengan berjalan kaki bersama Aze menuju cafe tempat biasa kami-aku, Aze, dan Xyl- berkumpul.

Kelas sudah berakhir, dan untungnya itu adalah kelas terakhirku dan Aze hari ini, jadi kami bisa sedikit bersantai-santai.

Aku dan Aze berencana untuk membahas tentang audisi kita di cafe nanti. Xyl memang tidak kami beritahu kalau kami hari ini akan membahas tentang itu di cafe, tapi toh biasanya kalau jam makan siang sudah tiba, kita selalu berkumpul disini, jadi tidak perlu khawatir, dia pasti datang.

Namun anehnya, aku belum melihatnya sama sekali sejak pagi tadi. Dia seharusnya ada di kelas Sejarah sampai jam makan siang, tapi tadi saat kami ke kelasnya dia tidak ada. Aku takut dia membolos, lagi. Xyl memang cukup sering membolos, tapi biasanya dia memberitahu kami jika besoknya akan membolos, biasanya dia akan mengirimkan pesan singkat seperti 'Hey, besok gue bolos yaa' atau kadang seperti 'Woy, besok gue mau bolos. Lo berdua sekali-kali ikutan bolos dong bareng gue, terutama lo Ay, lo tuh terlalu rajin, gue berani taruhan lo belum pernah bolos selama kuliah disini'.

Kurang ajar sekali, bukan? Ya, memang sih, aku belum pernah membolos satu kali pun selama berkuliah disini, paling tidak masuk hanya karena sakit, tapi segitu anehnya kah? Maksudku, aku rajin masuk karena ingin mempertahankan nilai-nilaiku yang bisa dibilang cukup bagus, jadi itu wajar-wajar saja kan?

"Ay, kira-kira Xyl kemana ya? Apa dia lupa kesini? Atau dia makan sama temen-temennya yang lain? Atau jangan-jangan dia marah sama gue gara-gara kemaren gue suruh makan sate tikus?!" seru Aze.

"Ih lo emang paling bawel ya, gak heran kalo Xyl sering sebel sama lo. Lagian Xyl gak bakal lupa kesini, dia juga gak bakal makan sama temen-temennya yang lain karena gue yakin dia gak bakalan mau keluar kampus tanpa lo, dan yang terakhir, itu gak masuk akal sama sekali. Dia kan gak baperan, jadi mana mungkin dia marah sama lo cuma gara-gara insiden 'sate tikus' kemarin," jelasku panjang lebar.

"Eh, iya juga ya. Mana mau dia keluar kampus makan siang tanpa gue. Dia kan paling benci digodain sama cowok-cowok playboy di kampus, terutama Jack, si manusia paling flirty sejagad raya. Sedangkan kalo ada gue, tuh cowok-cowok pada kabur sendiri entah kenapa" ucap Aze sambil terkekeh geli.

"Ya jelaslah tuh cowok-cowok pada kabur, mereka kan gak mau kena marah lo lagi. Jujur aja nih Aze, lo kalo lagi marah tuh ngomelnya gak selesai-selesai. Panas nih kuping dengerin ocehan lo," timpalku sambil memegang salah satu telingaku yang kerap kali menjadi korban kebawelan Aze.

"Hehe sorry Ay. Emang suara gue mematikan banget ya buat telinga lo?" tanyanya.

"Sebenernya sih bukan suara lo yang salah, tapi cara ngomong lo yang kelewat cepet, gak pake titik koma sama sekali, dan gak berhenti-berhenti itu yang jadi masalahnya," jawabku.

"Ya abisnya gimana lagi? Itu keluar begitu aja dari mulut gue. Gue gak sadar," jelas Aze.

Tak terasa kami sudah sampai di cafe tempat kami biasa berkumpul. Interact Cofeehouse. Cafe ini bernuansa musik. Dinding-dindingnya dihiasi wallpaper putih bergambar not-not balok, meja-mejanya ada yang berbentuk piano, keyboard, dan gitar. Di setiap kursi disediakan satu buah MP3 player dan sebuah headset, jadi kita bisa mendengarkan lagu apapun yang kita sukai. Beberapa ornamen dan lukisan menambah keindahan cafe ini.

When Friendship Becomes LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang