Chapter 4

279 32 0
                                    

Ai's POV

"Kau berusaha lari?"

"Eh?", aku menghentikan langkahku dan berbalik, Ayumi telah lebih dulu berhenti dan kini ia menatapku dengan tatapan interogasinya lagi.

"Kau berusaha untuk menghidarinya kan?"

"Menghindari siapa?", aku berusaha mengelak, meskipun aku sadar aku tidak akan pernah bisa berbohong pada gadis ini.

"Ryo-sama."

"Aku tidak bermaksud mengindarinya."

"Hhhhh.", gadis itu menghela nafas panjang, "tiba-tiba mengatakan bahwa kau ada urusan mendadak dan harus segera pergi ketika Rei-sama dan Ryo-sama mengajak kita makan, kau tidak menyebut itu dengan 'berusaha menghindar'? Aku tahu Ai-chan, aku tahu apa yang kau rasakan, jadi berhentilah membohongi perasaanmu dan akui bahwa kau mencintainya sebelum semua terlambat dan kau kehilangan kebahagiaanmu."

Mataku mulai memanas, bulir-bulir air mulai menggenang di kedua mataku. Aku tahu, aku tahu apa yang Ayumi katakan tidak salah. Tapi...

"Keito-senpai adalah laki-laki yang baik.", aku mengulang kembali perkataan Ryosuke hari itu. "InsyaAllah aku akan bahagia bersamanya."

"Kau mencintainya?"

"Ayumi-chan...", aku menatap lembut gadis di hadapanku, "aku belum tentu menikah dengan laki-laki yang aku cintai, tapi aku akan mencintai laki-laki manapun yang Allah takdirkan untuk menikah denganku. Aku memutuskan untuk menikah pdengannya bukan sekadar karena aku mencintainya, tapi karena cintaku pada-Nya, pada Rabbku, Sang Pemilik Cinta. Jadi aku mohon, hargai keputusanku, ne?"

Ayumi terdiam sejenak, tatapannya melembut, "Wakatta, gomen ne, Ai chan.", gadis itu mendekat dan kemudian memelukku.

***

"Jadi, kau akan pergi lagi?"

Aku mengangguk.

"Kapan?"

"Dua minggu lagi, insyaAllah."

"Kau ini... sampai kapan kau akan terus menghindari kami, aku tahu banyak kenangan pahit yang ingin kau lupakan, tapi tidakkah kau ingat ada kenangan manis bersama kami yang bisa selalu kau simpan?"

"Jangan salah paham Rei, aku pergi bukan karena aku tidak ingin kembali. Aku menyadarinya ketika tiba di Jepang beberapa hari yang lalu. Kau tahu Rei, tidak banyak penduduk Jepang yang mengenal Islam. Aku ingin memperkenalkan Islam kepada seluruh Jepang, aku ingin berdakwah Rei, aku tidak ingin menyimpan Islam untuk diriku sendiri. Aku akan berkeliling Jepang untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam. Jadi, kepergianku sama sekali tidak ada hubungannya dengan Diamond Corp."

Pria di hadapanku ini tiba-tiba tersenyum dan tertawa kecil.

"Naze? Kau menertawakan impianku?", aku mendengus kesal.

"Gomen, bukan itu maksudku. Aku hanya teringat seseorang yang juga mengatakan hal yang sama persis dengan apa yang baru saja kau katakan."

"Eh, benarkah? Siapa dia?"

"Ai."

Gadis itu lagi.

"Dia mengatakannya saat kelas 1 SMP. Sejak saat itu dia mulai mempelajari semua hal tentang Jepang, mulai dari bahasa hingga budaya Jepang. Mungkin itulah yang membuatnya mudah beradaptasi disini.", Rei melanjutkan.

"Sou ka."

"Baiklah, jika memang itu yang ingin kau lakukan, aku akan selalu mendukungmu. Tapi berjanjilah untuk kembali, setidaknya pulanglah ketika Idul Fitri atau Idul Adha. Kami selalu merindukanmu, kau tahu?"

Aku tersenyum simpul dan kemudian berkata,"Aku janji, insyaAllah."

***

10 bulan kemudian

Waktu cepat sekali berlalu. Kini, sudah hampir satu tahun aku tidak kembali kesini. Rei pasti marah besar padaku, aku tidak bermaksud untuk memutus komunikasi selama 10 bulan belakangan ini, tapi memang karena kesibukanku berpindah tempat dari satu pulau ke pulau lain membuatku tidak terlalu sering mengutak-atik ponsel milikku.

Keito juga pasti marah padaku karena aku tidak datang di hari pernikahannya. Bukan karena aku tidak ingin hadir, tapi aku ingat betul, saat itu aku sedang terjebak di salah satu pulau kecil di sekitar Hokkaido, beberapa hari terjadi badai sehingga tidak ada satu kapalpun yang berani berlayar keluar pulau.

Hhhhh...

Aku harap mereka bahagia.

Aku tersadar dari lamunanku ketika langkahku terhenti di depan sebuah pintu. Aku sudah sampai ternyata. Aku sendiri tidak tahu kenapa tempat ini selalu jadi tempat pertama yang ingin kutuju ketika aku kembali kesini.

"Tok tok tok.", kuketuk daun pintu di hadapanku dengan lembut.

"Assalamu'alaikum...", aku membuka pintu ruangan ini secara perlahan sembari mengucapkan salam.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah."

Eeeh? Seseorang menjawab salamku? Siapa?

Aku menyapu seisi ruangan dengan kedua mataku, tidak ada siapapun di ruangan ini, hanya ada sesosok tubuh yang terbaring di ranjang. Sosok yang selama beberapa tahun ini tertidur pulas disini.

"Eeehh?", aku memastikan kembali penglihatanku. Sosok itu... sosok itu...

"Kei-sama?"

***

Wakatta : aku mengerti
Gomen ne : maaf ya
Naze : kenapa

***

Maap telat update buwanget yaa readers...
Makasih buat yg udah setia menanti. :')
Happy reading~

Ai no AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang