1. Di Sebuah Kompartemen

56.6K 4.6K 2K
                                    

Aku melangkah terburu-buru menuju kereta yang sebentar lagi berangkat. Sial. Kenapa sih, di dekat peron sembilan tiga perempat tidak ada toilet? Aku terpaksa harus memutar jauh-jauh untuk menyelesaikan panggilan alam ini.

Aku melompat menaiki kereta. Tangan kananku menenteng sebuah koper kecil. Aku menghela napas lega karena masih dapat menaiki kereta sebelum kereta ini berjalan. Aku tidak bisa membayangkan harus mengendarai mobil terbang ke Hogwarts seperti yang dilakukan dua orang idiot di tahun kedua mereka.

"Kau lama sekali," komentar Ron ketika aku melangkah memasuki kompartemen kami.

"Kami mulai mengira, kau bertemu troll lagi di dalam toilet," sahut Harry.

Aku memutar kedua bola mataku. "Aku memang bertemu troll yang itu lagi. Kami saling bertukar gosip! Sudah bertahun-tahun lamanya aku tidak bertemu dengan sahabatku yang satu itu!"

"Kau bertemu troll?" Neville menatapku dengan takjub.

"Dia hanya bercanda, bodoh," tukas Ron.

"Oh, maaf," gumam Neville.

Setelah meletakkan koperku, aku menjatuhkan diriku di sebelah Luna yang sedang sibuk membaca sebuah majalah.

"Majalah apa itu?" tanyaku penasaran. "Apakah itu The Quibbler?"

Luna menutup majalah itu lalu tersenyum padaku. "Sekarang namanya bukan lagi The Quibbler." Luna meletakkan kedua tangannya di atas nama majalah, sehingga aku tidak bisa melihat tulisannya.

"Apa namanya sekarang?" tanyaku.

"Biar kutebak!" seru Ron. "Namanya pasti The Voldelek."

Luna tertawa kecil. "Bukan."

Ginny memutar kedua bola matanya. "Untuk apa mengingat-ingat Voldemort? Kita sedang memulai tahun baru di Hogwarts. Lupakan Voldemort."

Harry mengangguk. "Benar sekali."

"Ya, tentu saja benar. Kalau Ginny berkata Voldemort itu cowok terganteng di dunia, kau juga pasti akan berkata dia benar," gerutu Ron.

"Tom Riddle memang lumayan ganteng," komentarku. "Sebelum menjadi Voldemort, maksudku."

"Tidak heran. Kau saja menyukai Lockhart yang bodoh itu," sahut Ron.

Aku bisa merasakan wajahku menghangat. Sial.

"Jadi, tidak ada yang bisa menebak apa nama majalah ayahku sekarang?" tanya Luna.

"Tidak," kata Ginny. "Memang apa nama majalahnya?"

Luna mengangkat majalah di pangkuannya dan menunjukkannya kepada semua orang di kompartemen itu.

Aku, dan semua orang di kompartemen itu (kecuali Luna, tentunya) melongo.

Bye Voldemort! 

Itu tulisan yang tertera di halaman depan majalah Luna.

Aku tahu Ron dan Harry sebentar lagi akan tertawa terbahak-bahak. Jadi sebelum mereka bahkan bisa membuka mulut idiotnya untuk menertawakan nama majalah Luna, aku menatap mereka berdua dengan tajam.

Ron dan Harry sepertinya mengerti. Mereka saling melirik satu sama lain kemudian tersenyum geli. Entah apa yang mereka pikirkan.

"Bagaimana menurut kalian?" tanya Luna.

"Nama yang bagus," komentar Neville. Aku tidak tahu apakah dia bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

"Benar," sahut Ginny. "Seperti yang kukatakan tadi, kita harus melupakan Voldemort."

Aku menahan tawaku. Dasar Ginny.

"Bagaimana menurutmu, Hermione?" Luna menoleh padaku.

"Bagus sekali," pujiku. Aku berusaha mengatakannya setulus mungkin.

Luna tersenyum senang. "Bagaimana menurutmu, Ro—"

"Omong-omong, tahu tidak?" Ron tiba-tiba berkata. Aku memutar bola mataku. Dia pasti menghindari kewajiban menjawab pertanyaan Luna tentang nama majalahnya.

"Ada apa?" tanya Ginny.

Aku melirik Luna. Gadis itu tampak tidak keberatan. Dia malah menatap Ron dengan penasaran.

"Harry bilang, dia melihat Malfoy di peron," kata Ron.

Aku menoleh ke arah Harry. "Apa kau serius?" tanyaku. Tidak. Tidak mungkin. Mana mungkin Draco Malfoy ikut tahun ketujuh di Hogwarts? Setelah apa yang dia lakukan tahun lalu? Tidak mungkin.

Harry mengangguk. "Benar. Aku tadi melihat rambut putihnya yang seperti kakek-kakek itu."

"Mungkin dia hanya menjadi petugas kebersihan peron," usulku.

Ginny memelotot. "Orangtuanya mana mau!"

"Orangtuanya pasti mau. Setelah diampuni oleh Kementerian Sihir, mereka harus melakukan apa pun yang diperintahkan pada mereka," kata Ron.

"Tapi aku melihat dia menarik sebuah koper," kata Harry.

"Mana mungkin Malfoy masuk lagi? Tidak mungkin! Profesor McGonagall tidak mungkin mengiriminya Surat Hogwarts!" seruku.

"Mungkin McGonagall salah kirim surat," kata Neville. Raut wajahnya benar-benar serius.

Ron mengangguk setuju. "Atau mungkin, burung hantu yang digunakan McGonagall sedang mabuk."

"Atau mungkin, Profesor McGonagall mengampuni Draco Malfoy," timpal Luna.

Aku menoleh cepat ke arahnya. "Mana mungkin!"

"Kalau Kementerian Sihir mengampuni kedua orangtua Draco, kenapa McGonagall tidak mengampuni Draco?" Luna tersenyum.

Aku terdiam. Kurasa Luna benar. Tapi aku benar-benar tidak mau Draco masuk Hogwarts.

Kukira, aku bisa melupakan libur-musim-panas-bersama-Draco ketika masuk ke Hogwarts. Kalau begini ceritanya, mana bisa aku melupakan liburan yang menyebalkan itu![]


a.n

hayo ada apa tuh pas liburan musim panas. HAHA. Penasaran gak?

....enggak.

BTW, HI POTTERHEADS (atau yang bukan potterhead tapi baca cerita ini \kayak ada yang mau baca aja\)!. Aku udah dari lama banget pengen bikin FF Dramione. Di draft udah ada lebih dari 4 FF Dramione (karena siapa yang enggak ngekapal Draco sama Hermione HA?!), tapi aku memutuskan buat post yang ini. YAY.

Aku belum tahu jadwal update buat cerita ini. Jadi pantengin aja ya HEHE.

Satu chapter di Apparate enggak bakal panjang-panjang. Paling antara 400-600 kata. Kalau alurnya emang panjang paling mentok 1000 kata. Yang jelas, enggak bakal sampai 2000 kata.

Omong-omong, blurb sama banner-nya emang cacat banget. Maaf ye. Yang penting kan Dramione (?) yay wkwk

Selamat menikmati!

Apparate [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang