a.n
ini bab terakhir sebelum epilog yay! yay! yay! Epilognya bakal langsung di-post . Semoga suka : )p.s
manip yang di multimedia itu bukan editanku. Jadi... kredit buat siapa pun yang bikin editan itu. Ok."Kau mau ke mana, Hermione?" tanya Ginny ketika aku bangkit dari sofa sambil menenteng beberapa buku.
"Perpustakaan," jawabku sambil mengangkat sedikit buku-buku yang sedang kutenteng. "Aku mau mengembalikan buku-buku yang kupinjam ini."
Ginny mengangguk-angguk. "Oh," gumamnya.
"Kenapa?" tanyaku. "Kau mau ikut?"
Ginny menggeleng. "Tidak, tidak. Aku hanya—eh, penasaran."
Aku menatap Ginny dengan curiga. Ada yang aneh. Setelah beberapa saat, akhirnya aku tahu. "Ah," seruku. "Kau mengira, aku akan pergi dengan Draco."
Ginny menggaruk tengkuknya. "Tidak—eh, ya, bisa dibilang begitu, sih, tapi—"
"Ginny, aku tidak pernah dalam hidupku, pergi atau membuat janji dengan Draco," tegasku. "Lagi pula, aku sudah tidak pernah berbicara dengan Draco selama kira-kira, satu bulan atau lebih."
Ginny masih tampak salah tingkah. "Oke."
"Bagus," kataku. Kemudian, aku melangkah pergi meninggalkan ruang Gryffindor.
[.]
Seperti yang kukatakan pada Ginny, belakangan ini, aku tidak pernah berbicara dengan Draco Malfoy. Aku tidak tahu alasan persisnya. Tapi kurasa, aku yang menghindari Draco. Kalau aku melihat Draco di koridor, aku akan langsung membalikkan tubuhku dan mencari jalan lain.
Aku juga tidak tahu kenapa aku menghindar dari Draco. Kurasa karena... yah, karena aku mungkin menyukainya.
Aku tidak mau menyukai Draco Malfoy. Bukan apa-apa, tapi Draco, kan, juga tidak mungkin menyukaiku. Jadi seharusnya, aku menyingkirkan saja Draco jauh-jauh dari kepalaku. Tapi sialnya, orang itu tidak mau berDisapparate dari pikiranku. Menyebalkan.
Aku sedang berjalan-jalan mengitari rak-rak tinggi di perpustakaan, ketika bahuku ditepuk oleh seseorang, menyela pikiranku. Dalam hati, aku berterima kasih kepada siapa pun yang menepukku, karena dia, aku bisa menyingkirkan Draco untuk sesaat.
Aku membalikkan tubuhku dengan bersemangat. Begitu aku melakukan itu, aku langsung tahu bahwa aku melakukan suatu kesalahan besar.
Yang menepuk bahuku barusan adalah Draco.
Perasaanku saja, atau memang Draco ada di mana-mana?
Draco mendengus geli. "Kenapa mukamu langsung jelek begitu melihatku?"
Aku mengerutkan dahiku. "Ada perlu apa?" tanyaku. Sebisa mungkin, aku terdengar ketus. Ini salah satu cara agar suaraku tidak terdengar berbunga-bunga. Sebenarnya ada cara lain, sih. Mau tahu apa? Tutup mulut dan kabur.
Tapi aku tidak mungkin melakukan pilihan kedua. Pasti akan konyol sekali.
Draco tersenyum kecil. "Kau galak sekali."
"Ada perlu apa?" ulangku.
"Hanya menyapa," sahut Draco. "Tadi aku baru saja mengembalikan sebuah buku ketika aku melihatmu, kemudian aku langsung sadar bahwa kau sudah berhenti bicara denganku sejak, entahlah, minggu lalu? Bukannya aku peduli, aku hanya penasaran."
"Tidak ada yang perlu kubicarakan denganmu," kataku.
Draco mengangguk-anggukkan kepalanya. "Begitu," gumamnya.
"Ya, begitu," sahutku. Aku menegakkan tubuhku, bersiap untuk pergi.
"Kau mau meninggalkanku? Serius?" tanya Draco.
Kurasa hari ini Draco sedang dalam suasana hati yang baik, berbanding terbalik denganku. Biasanya Draco yang bersikap ketus. Kenapa sekarang sebaliknya?
Aku hanya mengangkat bahu. "Tidak ada lagi yang bisa kulakukan di sini."
Lagi-lagi, Draco menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti sekarang."
"Apa?"
"Kenapa kau bersikap ketus," kata Draco.
Rasanya perutku bisa jatuh kapan saja. Oh, tidak. Jangan bilang Draco sekarang bisa meramal!
"Kenapa?" Aku memberanikan diri.
"Karena kau menyukaiku."
Sekarang perutku benar-benar terjatuh. "Hah?"
Draco tersenyum kecil. "Iya, kan?"
"Tidak!"
"Akui saja."
"Tidak akan!"
Draco menghela napas. "Terserah kau saja."
"Kenapa kau yakin sekali kalau aku ketus padamu karena aku menyukaimu?" sahutku.
"Karena bukankah aku juga ketus padamu?" tanya Draco. "Kecuali hari ini. Hari ini aku sedang senang dan malas berketus-ketus. Orangtuamu baru mengirimkan buku komedi kemarin, dan buku itu benar-benar lucu!"
Oh begitu.
Tunggu... apa katanya?
"Apa kau baru saja mengatakan kau menyukaiku?" tanyaku. Kata-kataku keluar begitu saja, tanpa bisa kutahan atau setidaknya kusaring. Sial.
"Aku baru saja berkata, buku komedi yang dikirimkan orangtuamu lucu sekali!" sahut Draco.
Kurasa rasa kecewa di wajahku terpampang dengan jelas karena Draco tertawa. "Kau jelek sekali."
"Terserah!" seruku. Aku membalikkan tubuhku kemudian melangkah pergi. Aku bisa mendengar langkah kaki Draco di belakangku.
"Terus-teruslah bersikap ketus," kata Draco sambil berjalan di belakangku. Aku tidak bisa melihat wajahnya, tapi aku tahu dia sedang menyeringai. "Aku akan bersikap menyebalkan kalau itu terus membuatmu ketus. Tapi kalau kau mau memberiku tes atau apa, coba bersikap menyebalkan, dan lihat apakah aku ketus padamu atau tidak."
Aku tidak bisa menahan senyumanku. "Oke," kataku sambil membalikkan tubuhku. "Hmm... bagaimana kalau aku mengatakan bahwa aku ketus terhadap semua orang akhir-akhir ini?"
Draco menghentikan langkahnya. Ia menatapku dengan datar. "Aku tidak peduli," sahutnya. Ia melangkah lebar-lebar melewatiku.
Aku tidak bisa menahan tawaku. "Hei, aku hanya bercanda!" Aku berlari mengejar Draco yang sudah berjalan pergi entah ke mana.
Di waktu lain, mungkin aku akan sebal atau sakit hati kalau Draco meninggalkanku dengan ketus seperti tadi. Tapi tidak kali ini. Biar saja dia bersikap ketus terus.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Apparate [Dramione]
FanfictionBerhenti ber-Apparate ke dalam pikiranku, Malfoy!