I Need Something Different

1.9K 135 8
                                    



" Tetsuya. "

" Iya, Sei-kun? "

" Bisa kau jelaskan kekacauan yang kau buat ? "

Kuroko Tetsuya, 21 tahun, mulai mengalihkan pandangannya dari laptop dan setumpuk buku ke sebelah kanan. Wajahnya yang datar menatap berbagai macam buku yang tergeletak tak berdaya di lantai tanpa rasa bersalah.

" Maafkan aku, Sei-kun. Tadi aku mencari berbagai macam referensi untuk bahan cerita ku. Rasanya aku tidak puas dengan hasilnya, aku tidak bisa mendalami kisahnya. " Ucapnya seraya mengerutkan dahinya, tanda frustasi. Niat Akashi untuk mengamuk tak jadi ia lakukan ketika melihat wajah bagai baby face menatapnya dengan pandangan nanar. Kuroko benar – benar berjuang keras, terbukti dari wajahnya yang kusut, baju yang agak acak – acakan, plus cangkir disebelahnya yang Akashi yakini bekas kopi. Dilihat pun sudah dapat ditebak jika ia telah begadang,

Akashi Seijuuro, 22 tahun, memandang sekitar kamar apartemennya. Ia yakin semalam kamarnya masih baik – baik saja, masih bersih dan rapi. Dan kini, kamarnya sudah bagaikan kapal pecah. Dilengkapi dengan sosok pemuda ringkih dengan wajah imut yang ternodai kantung mata yang menghitam. Entah kenapa wajahnya kini lebih mirip panda.

Akashi memandang iba.

" Beristirahatlah dulu, Tetsuya. Aku tau pekerjaanmu sebagai novelis memaksamu untuk melakukan ini, tapi kau juga butuh istirahat sejenak. " Nasehat Akashi seraya beranjak mendekati kekasihnya. Jujur saja ia sempat terkejut melihat keadaan ini ketika baru terbangun dari alam mimpi. Sempat terlintas dipikirannya jika Tetsuya-nya diculik oleh seseorang, mengingat ketika pertama kali bangun Tetsuya sudah tidak ada disampingnya.

Seingatnya, ia sudah melihat dengan kepalanya sendiri jika Tetsuya sudah tertidur di pelukannya. Bahkan Akashi sempat terjaga beberapa saat karena terpesona oleh wajah polos Tetsuya ketika tertidur. Ah, kekasihnya itu benar – benar malaikat birunya...

" Sekarang katakan padaku, jam berapa kau terbangun ? " Tanya Akashi.

" Tepat setelah Sei-kun berhenti memperhatikanku dan tertidur, jujur saja aku agak susah melepaskan pelukanmu.. " Jawab Kuroko lengkap dengan wajah datarnya, namun tercetak jelas sedikit semburat merah di pipinya.

Akashi merasa pipinya memanas. Bukan karena ia terkejut dan malu, tetapi karena pemandangan yang disuguhkan di depannya. Bayangkan saja, Tetsuya-Nya kini tengah terduduk imut, baju kemeja yang acak – acakan dengan celana pendek hingga sebatas atas lutut, ditambah wajahnya yang putih pucat dihiasi rona merah yang menawan (lupakan sejenak mata pandanya).

Akashi meneguk ludah.

Sabar, Akashi. Sabar.. Ini masih pagi, kasihan tetsuya masih lelah. Jangan dimakan dulu.

" Apa kau sudah makan, Tetsuya ? " Akashi membalikkan wajahnya, beranjak ke dapur untuk mengalihkan pikirannya dari hal – hal nista dipagi hari. Salahkan Aomine yang menularkan virus mesumnya itu.

" Belum. Aku baru sadar sekarang sudah pagi. " 15 detik setelah mengatakan itu, Kuroko langsung menguap dan menghapus sedikit air matanya. Ia melirik sekilas laptopnya. Raut gelisah masih terpampang di wajah kusutnya. Sungguh, deadlinenya besok pagi, dan dia masih belum mendapat ide sama sekali.

'Deadline ini membunuhku.' Pikir Kuroko.

Akashi menghela nafas. Tangannya mulai gesit membuat secangkir teh hangat, morning tea. Setelahnya ia mulai memasak telur dadar dan memanggang roti, bermaksud membuat sarapan untuk kekasihnya yang kelelahan. Sedangkan Kuroko mulai menata kembali buku – buku yang berserakan di lantai akibat ulahnya tadi malam. Selesai akan tugas masing – masing, mereka pun kompak beranjak ke meja makan untuk sarapan bersama ditemani sedikit kejahilan Akashi di pagi hari. Kuroko hanya tersenyum tipis.

Ah... Kuroko bersyukur dirinya memiliki Akashi.

.

.

.

.

.

" Ne, Sei-kun. Apa kau bisa membantuku ? "

Akashi menoleh sejenak dan mengangkat sebelah alisnya. Setelah sarapan, mereka pun mandi bergantian dan melakukan aktivitas masing – masing : Kuroko menyelesaikan deadline dan Akashi hanya terduduk membaca suatu buku tentang bisnis. Pekerjaan Akashi? Tenang, Akashi sudah lembur kemarin lusa sehingga ia tak perlu melirik pada dokumen - dokumen laknat itu kembali.

" Apa yang kau mau untuk kubantu, Tetsuya ? " Akashi jelas tidak akan mengabaikan permintaan dari Tetsuya tersayangnya. Ia pun menutup bukunya dan meletakannya diatas laci, kemudian mulai beranjak dari sofa empuknya ke arah si surai biru langit. Tangan direntangkan dan sukses merangkul leher sang kekasih.

" Katakan apa yang kau butuhkan.. " Akashi mulai menyesap aroma vanilla dari perpotongan leher yang dirangkul.

" Aku butuh inspirasi untuk ceritaku. " Kuroko menjawab lengkap dengan wajah datar.

Ampun. Wajah apa beton sih kok datar banget digituin. Nak, ekspresimu mana ?

" Aku tidak bisa menceritakan hal – hal yang mainstream dan monoton. Aku tidak mungkin menceritakan cerita romance yang ada di bianglala, kolam, rumah, sekolah, kelas, taman bermain, dan sebagainya. Itu semua sudah pernah dipakai. Aku ingin yang lain, tapi tetap berkonsep sederhana. " Lanjut Kuroko dengan panjang lebar. Sepertinya kali ini ia benar – benar memikirkan inspirasi untuk cerita ini.

" Dan ingat Se-kun, sederhana. Jadi jangan mengusulkan cerita tentang luar negeri. Lagipula Negara seperti Paris dan lainnya juga sudah sering digunakan sebagai setting cerita diberbagai novel. " Tambahnya ketika Akashi akan mengutarakan sesuatu. Akashi langsung berdengus ketika mengetahui Tetsuyanya sudah mengetahui maksudnya. Ia pun mulai berpikir dengan otak jeniusnya.

10 menit kemudian, Akashi mulai menampakkan seringaiannya. Kuroko yang melihatnya hanya menatap bingung (walau ekspresi masih minim) pada perubahan mimik wajah Akashi. Akashi langsung tersenyum 'manis' pada Kuroko.

" Aku tahu sesuatu, Tetsuya. Segera berganti baju, kita akan berjalan – jalan. " Perintah Akashi. Baru saja Kuroko akan menyela, Akashi langsung berdelik.

" Ini perintah. " Tegasnya.

Kuroko hanya bisa menurut pasrah jika mantan kapten basketnya ini bertitah. Padahal ia ingin memperingatkan bahwa hari terlihat mendung, tapi kali ini Akashi benar – benar serius.

Sudahlah, lagipula dia memang sedang membutuhkan inspirasi.    




To Be Continued.. 


Give Me Inspiration!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang