"Berhentilah mencari gara-gara." Ucap Eun Ji dengan nada yang kesal.
Na Yeong hanya menengokkan wajahnya, "Gadis itu menerima ucapan yang bukan sebenarnya..."
"Ah.. setidaknya berhenti melakukan hal seperti itu. Kau selalu berhasil membuatku merinding." Eun Ji bergidik ngeri. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Na Yeong yang terlihat seperti mayat berjalan, wajah pucat, ekspresi datar, dan sikap dinginnya, sungguh bukan seperti manusia.
"Mungkin karena sejak kemarin anak kecil korban pembunuhan seorang pembantu terus membututiku..." Na Yeong terlihat sedikit membungkuk sambil mengelus udara yang sekiranya kepala dari bocah tersebut, "...ia terus menanyakan dimana ibunya." Lanjut Na Yeong lalu melempar pandangan iba pada Eun Ji yang sudah hampir kehilangan kesadarannya itu.
Eun Ji terus berandai-andai akan gadis itu, jika saja ia tidak mengalami kecelakaan tujuh tahun yang lalu, gadis itu tak akan melihat sesuatu yang tidak seharusnya dilihat. Kecelakaan yang membuatnya berbaring lemah di rumah sakit selama enam bulan dan menewaskan salah seorang yang berharga dalam hidupnya telah membuat gadis itu banyak berubah. Menjadi dingin, datar, dan aneh.
"Berhenti menakutiku..."
"Anak itu akan mengamuk jika terus aku acuhkan, tadi pagi ia sempat hampir membuat Nam Joo terluka karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku..." Jelas Na Yeong kembali menegakkan tubuhnya, ia terlihat sedikit meninggalkan senyumannya saat mulai mengalihkan pandangannya dari anak tersebut. "Apa laporan yang kemarin belum selesai?"
Eun Ji mulai lega mendengar Na Yeong mengalihkan obrolannya. Ia mengangkat tangannya guna melihat jam tangannya, "Sedikit lagi, deadline pukul 17.00 aku bisa menyelesaikannya."
"Selesaikan dan aku akan mengeceknya sebelum itu..."
***
Pintu ruangan tersebut terbuka ketika seseorang menampakkan dirinya dari balik kayu tipis berbentuk kotak tersebut. Na Yeong berjalan pelan menuju meja kerjanya, berusaha melepas apapun itu yang memberatkannya sebelum menyandarkan dirinya sendiri di kursi.
Ruangan ini di desain se-klasik mungkin dengan cat putih tulang polos dengan ornamen coklat tua, berharap memberikan suasana tenang dan sesunyi mungkin. Na Yeong bukan lagi gadis dengan sifat yang rumit seperti halnya gadis lain, ia hanya akan menerima apapun itu, asal tidak mengganggu kenyamanan dan kesunyiannya sebagai seorang gadis penyendiri.
Tangan Na Yeong terangkat mengikuti bentuk alur mejanya, berjalan pelan hingga berujung pada sebuah bingkai yang tepat berada dihadapan kursinya. Gadis itu tertunduk sambil menduduki kursi tersebut, memandang bingkai yang terdapat sebuah foto didalamnya dengan pandangan kosong, "Woo Hyun-ah..."
Musim Panas, 2008
"Aku baru saja mendapatkan SIM ku." Ucap Woo Hyun mengacungkan SIM-nya tinggi-tinggi. Merasa bangga akan hal itu, ia terus-terusan memasang senyum terbaiknya sambil tak lupa melambai-lambaikan kartu tipis tersebut.
Na Yeong mendekat antusias seraya memandang SIM itu, "Kau menyogok? Bagaimana bisa pria kekanak-kanakan sepertimu bisa mengendarai mobil?"
"Hya... Apa perlu ku buat mobil itu bicara agar kau percaya?" Woo Hyun menurunkan tangannya, memasukan SIM tersebut kemudian mengeluarkan sebuah kunci sebagai gantinya, "Bagaimana dengan berkeliling menggunakan mobil? Akan aku belikan ice cream vanilla nanti. Kesukaanmu bukan?"
"Ini sudah gelap..."
Woo Hyun memanyunkan bibirnya, "Hyaaa~" Ucapnya seraya menarik tangan Na Yeong pelan, wajahnya terlihat sangat memohon.
"Ah, baiklah-baiklah... Tapi aku ingin ramen, bukan ice cream."
"Ramen? Setuju..." Woo Hyun menaikan kedua ujung bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories, a Person Like You
RandomKecelakaan itu membuatku menjadi aneh, melihat apapun yang tidak ingin aku lihat. Aku bisa melihatnya. Bagaimana cara orang mati tiba-tiba menatapku, muncul dihadapanku, dan berbicara denganku. Apapun itu, jujur saja itu sangat menggangguku. Menggan...