•fanfiction
Shigatsu wa Kimi no Uso
(四月は君の嘘; Your Lie in April)
© Naoshi Arakawa
•
SAAT itu tenggat Mei, dan ruang musik kembali dipenuhi melodi-melodi.Saat itu, sakura belum sungguh mekar.
Bersamaannya, saat itu, ketika Arima Kousei bohong bahwa dia terserang maag agar membolos pelajaran olahraga, ketika memori kembang api dan insiden kolam renang kembali terangkat, bayangan si gadis dengan biola muncul dalam imajinya. Untuk keseribu kali.
Saat menyusuri koridor sembari tertatih-tatih mencapai ruang musik, Kousei sesekali mengumpat karena membiarkan gadis itu mengusik pikirannya lagi. Koridor yang lengang membuatnya tercekik. Kousei memang tidak pernah didiagnosis penyakit seberat Miyazono Kaori, tetapi kalau dipikir-pikir hari itu, ketimbang ia terus-menerus disayat oleh eksistensi yang memutarbalikan perasaannya, Kousei jadi ingin pergi.
Getirnya sama seperti ketika ia mendengar kabar itu. Ketika kakinya beranjak pulang dari kompetisi piano tahun lalu, dan Kaori menghadiahinya kematian.
Jemari Kousei mendadak terhenti. Clair de Lune milik Debussy belum selesai ia mainkan.
Pemuda itu tercenung.
Mengapa gadisku berbohong?
Kaori mengenalnya sedari lama. Wajar mereka kerapkali berpapasan di kompetisi---Kousei sekadar tak menyadarinya. Bahkan, Tuhan mempertemukan ia dengan sang violinis dalam sekolah yang sama.
Kaori harusnya berhasil saat mereka bertemu di taman siang itu.
Harusnya, ia menyatakannya, sebelum Tsubaki menyusun rencana dan Watari mendekat.
Banyak sekali peluang. Mengapa memilih sebelum mair menjemput?
Bodoh.
Kini, Kousei teramat mencintai gadis itu.
•
"Pianonya merasa bahagia, 'kan?"
Si gadis pirang bercanda sewaktu mengatakannya.
Pianonya terlampau bahagia sampai Kousei sibuk. Tuts-tuts itu beberapa kali digebrak oleh tangan yang jengkel. Gila kalau kamu nekat teriak sekonyong-konyong di sekolah saat upaya sakit perut bohonganmu berhasil dan jeritanmu jauh dari UKS.
Kousei baru melakukannya, dan, Kousei gila.
Hampir begitu jika tendangan pamungkas Tsubaki tidak mendobrak pintu.
"Kousei!"
Sering dilakukannya, gadis itu, berteriak pada Arima Kousei sekalipun jarak mereka terpaut setengah meter. Biasanya meminta pendapat, bertanya yang tak masuk akal, kemudian kalau jawabannya bukan selera Tsubaki, kerah Kousei akan ditarik dan dilemparkannya ke sudut ruang. Persis saat ini. Setidaknya, beberapa detik lagi. "Tebak! Aku punya berita bagus!"
Mundur perlahan, Kousei melirik dua orang murid di belakang Tsubaki. Yang satu dia kenal, namanya Watari. Tapi sebelahnya teramat asing. "Oh, dia selingkuh lagi?"
"Oi!" Yang tersindir menyahut kaget. "Hanya karena kini kau sendiri, bukan berarti mengejek yang laku adalah legal, ya! Tidak sopan!"
Tsubaki buru-buru menghalangi pandangan Kousei dengan melambaikan tangannya, bingung. "Salah." Tersenyum, dia balik bersemangat lalu memutar badan. "Perkenalkan! Alisa-chan, siswa pertukaran dari Indonesia!" dan dalam beberapa detik, Tsubaki berderap gemas di depannya. "Bagus, kan? Bagus, KAN?!"
"Eh?" Sang lawan bicara mengangkat sebelah alis, pasalnya, gadis itu terasa jauh namun familier. Yang membedakan cuma rambut hitam lurus dengan satu-dua jumputan ungu yang menjuntai sepinggang, lainnya hampir sama; mengingatkan Kousei pada seseorang. Kebetulan atau tidak, sebenarnya bukan masalah, dia harap. Tadi malam, sepulangnya dari kediaman Miyazono, Hiroko-san datang berkunjung dan mengecek kamarnya setiap dua menit sekali, seolah itu bakal mencegah Kousei dari usaha-menyusul-ibunya. "Kau memantrainya supaya datang ke sini?"
"Kau tidak asyik sekali, Kousei!" Sawabe Tsubaki cemberut, yang kemudian berlagak kesal sekaligus bangga dan melipat tangannya, membuat Kousei kembali baikan. "Oh, tentu saja tidak. Dia pianis. Alisa-chan ini tiba di Jepang musim dingin lalu karena suatu hal, dan kabar baiknya, mulai sekarang dia adalah bagian dari kita. Aku tidak menerima protes darimu!"
Semua yang ada di sana tertawa, kecuali Kousei. Dan ini yang paling dia benci: dunia akan melambat, matanya nyalang dan tubuhnya gemetar.
Kamar putih. Gadis pirang. Ketakutan untuk mati.
Kebetulan?
Tidak, batin Kousei.
Saat itu tenggat Mei, dan ruang musik kembali dipenuhi melodi-melodi.
Saat itu, sakura memekar indah, meruah-ruah.
Pun bersamaannya, saat itu, ketika Kousei berbohong mengenai ia yang telah menjuarai olimpiade olahraga, ketika imaji Miyazono Kaori benar-benar sulit dihilangkan.
Saat itu, bukan akhir dunia bagi Kousei, namun hatinya tercekat.
"Okaerinasai, Miyazono-san." katanya, berupaya menahan sesuatu.
Kau tahu aku merindukanmu. []
•
*Okaerinasai:
selamat datang kembali
KAMU SEDANG MEMBACA
kousei's.
FanfictionMati bukan yang kuinginkan, Kousei. ©2016 by @savagi-ta Shigatsu wa Kimi no Uso fanfiction [belum diedit. feel free to comment]