3. Dalam Air, Aku Damai.

2.6K 64 0
                                    

Aku melemparkan tubuhku ke Kasur sessampainya aku di kamar. Masih memikirkan kejadian beberapa jam lalu, di ruang UKS. Aku tidak tahu apa maksudnya, apa mungkin dia sungguh meyukaiku? Atau dia hanya bercanda denganku dan mengetahui bahwa sebenarnya aku tidak tidur? Kata-kata yang dilontarkannya benar-benar bisa membuatku gila. Seakan dia baru saja dia mengatakannya di sebuah gua, suaranya menggema, di otakku.

Tubuhku lengket dengan keringat, aku bangkit dari tidurku lalu berjalan menuju kamar mandi luar kamar. Tak lupa aku ambil handuk dan beberapa potong pakaian bersih sebagai ganti pakaianku.

Begitu memasuki kamar mandi, aku melepas semua pakaianku lalu mengguyur tubuhku dengan air di bak kamar mandiku. Segar. Air itu seakan menghapus segala keringatku beserta seluruh masalahku. Kalau kau bertanya, bukannya aku tidak suka olahraga namun aku hanya tidak suka sepakbola dan basket. Aku suka renang, membuatku damai dan tenang berlama-lama di dalam air.

Membayangkan birunya air kolam renang membuatku ingin renang. Mumpung besok libur aku putuskan untuk pergi renang besok di kolam renang dekat komplek rumahku.

Selesai mandi, aku keluar dari kamar mandi dengan sudah berpakaian bersih. Kulemparkan baju kotorku ke dalam keranjang di dekat kamar mandi. Aku beranjak menuju meja makan lalu memanggil ibu untuk makan bersamaku.

Ibuku keluar dari kamar sambil membawa album foto, album yang berisikan kenangan keluarga kami saat masih utuh. Ada ayah di sana, tersenyum bersamaku dan ibu.

"Anton, lihat fotomu ini. Saat kau berulang tahun pertama kali. Lihat ayahmu, dia sangat senang memilikimu."

"Ibu, sudahlah bu. Aku juga rindu ayah, namun jangan berlarut-larut seperti ini. Biarkan ayah tenang disana, bu, aku mohon."

"Maafkan ibu, Nak. Ibu hanya berharap kau bisa menikmati hidupmu lebih dari ini."

"Tidak bu, aku senang hidup seperti ini. Aku senang memiliki ibu, itu sudah cukup buatku."

Ibu memelukku. Kurasakan pundakku mulai basah, ibu menangis lagi. Bukannya aku tidak sayang dengan ayah namun jika ayah terus-menerus membuat ibu seperti ini, aku juga bisa membencinya.

"Sudah bu, aku lapar. Ayo kita makan."

Ibu mengangguk dan menuangkan sayur dan beberapa sendok nasi ke piringku. Aku melakukan hal yang sama padanya, aku menuangkan sayur dan nasi di atas piringnya. Ibu tersenyum lalu mengecup keningku. Aku balas senyumnya dan menepuk-nepuk pundaknya.

Kami selesai makan lima belas menit kemudian. Aku beranjak ke kamar setelah selesai mencuci piring yang baru kami pakai untuk makan.

Masih memikirkan masalah yang sama, Rama. Aneh rasanya mendengar seseorang mengucapkan hal seperti itu padaku. Terlebih lagi dia laki-laki, sama sepertiku. Tapi kenapa aku tidak merasa jijik, maksudku ayolah? Aku dan dia sama-sama lelaki.

Tapi dia tampan dan aku suka menatap indah wajahnya. Bulu matanya lentik, benar-benar cantik. Ya Tuhan, ada apa denganku? Bagaimana bisa aku menyukai sesama lelaki? Apa aku sakit? Apa aku sudah gila?

Aku geleng-gelengkan kepalaku, kuusir jauh-jauh perasaan ini. Tapi kenapa jantungku mulai berdetak lebih cepat? Wajahnya seakan berada di mataku saat ini.

Sudahlah, aku pejamkan saja mataku. Lebih baik aku tidur daripada memikirkan perasaan gila ini yang jatuh pada orang yang benar-benar salah.

Benar saja, tak butuh waktu lama, kantukku mulai menyeretku menuju dunia mimpi. Aku hilang, aku terbang.

Xxx

Kolam renang masih sepi karena baru saja buka dan aku sudah nyelonong masuk. Bisa dibilang aku masih benar-benar sendiri di sini. Serasa aku lah pemilik kolam renang ini. Aku tertawa dalam hati. Dengan cepat aku melucuti semua pakaianku dan menyisakan celana renang yang memang sudah aku pakai dari rumah, untuk menghemat waktu.

Masa lalunya.Where stories live. Discover now