Aku terduduk lemas di sofa depan televisi. Kulirik ke arah Alvo yang sedang sibuk mengambil minum di kulkas. Lalu ia membawa dua kaleng minuman soda dan menyerahkan satu kaleng kepadaku.
"Kamar lo masih belum gue siapin," katanya. "Untuk sementara lo bisa tidur di kamar gue."
"Terus lo tidur mana?" tanyaku.
Saat ini kami sudah berada di apartemennya. Semalam aku sempat merengek kepada Alvo untuk tidak pindah ke sini. Karena aku tak mau harus tinggal berdua dengannya. Bahkan aku meminta Kak Lilith untuk membujuk orang tuaku agar tak membiarkan Alvo membawaku pergi. Tapi, tentu saja tidak berhasil. Karena sekarang Alvo adalah suamiku. Dan aku punya kewajiban untuk menurut kepadanya.
"Gue nggak boleh tidur sekasur sama lo?" tanyanya datar.
"Nggak boleh! Gue nggak mau!"
Seperti kemarin, semalam aku tidur di sofa tapi bangun-bangun aku sudah berada di kasur. Aku masih tak tahu bagaimana aku bisa berpindah tempat seperti itu. Tidak mungkin Alvo menggendongku ke kasur. Karena ketika aku tidur di sofa pun dia tidak peduli. Untuk apa dia repot-repot memindahkanku coba?
"Gue akan nginep di hotel," katanya seraya berbalik dan berjalan memasuki ruangan di belakang ruang TV.
Sontak aku bangkit dan mengekorinya. "Lo mau nginep di hotel?" tanyaku.
"Iya."
"Lo mau ninggalin gue sendirian di sini?" tanyaku lagi tak percaya.
Tiba-tiba Alvo berhenti yang membuatku menabrak punggungnya. Aku mundur selangkah ketika dia berbalik untuk menghadapku. "Lo nggak ngebolehin gue tidur sekasur sama lo, kan?"
"Ya ... ya ... tapi, kan, lo nggak harus tidur di hotel," kataku. "Lo kan bisa tidur di sofa depan. Atau sofa itu." Aku menunjuk ke arah sofa hitam yang berada di kamarnya. "Atau gue yang tidur di sana."
"Badan lo nggak sakit tidur di sofa terus?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat.
Ya sakitlah, pakai tanya!
Tapi, aku lebih memilih tidur di sofa daripada harus tidur sekasur sama dia.
"Lo sendiri ngapain ngajakin tinggal di sini kalau lo malah lebih milih tidur di hotel dan ninggalin gue sendirian? Mending lo tinggalin gue di rumah." Aku mengerucutkan bibir sebal.
"Apa kata orang tua lo kalau gue ninggalin lo di rumah sedangkan gue balik ke sini?"
Aku mengangkat kedua bahu tak peduli. Toh dari awal orang tuaku tahu aku tak menginginkan pernikahan ini. Pasti mereka mengerti jika aku tak ingin tinggal di sini. Mereka pasti juga tak keberatan.
"Memangnya kenapa kalau tinggal sendirian di sini? Lo takut?"
Aku menaikkan dagu dan memandangnya dengan tatapan menantang. "Gue takut? Nggaklah!"
"Ya udah," katanya tersenyum mengejek. "Apartemen gue malam ini buat lo."
Alvo berbalik dan kembali melangkah memasuki kamarnya.
"Lagian kenapa nyuruh pindah sekarang sih, kalau kamar buat gue belum lo siapin?" tanyaku mengikutinya di belakang.
"Belum sempat, gue sibuk banget." Alvo membuka lemari pakaiannya.
"Ya, kalau gitu nggak usah pindah."
"Nggak enak kalau harus tinggal di rumah orang tua lo terus," jawabnya seraya membuka kemeja yang dipakainya dan membuangnya ke tempat tidur. Mataku membelalak kaget melihat punggung telanjang Alvo yang tampak kencang. Cepat-cepat aku berbalik dan menutup mataku sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Disaster
RomanceZita terpaksa menikah dengan Alvo-anak dari teman mamanya-membuatnya menjadi bahan gunjingan karena umur Alvo yang terpaut jarak tujuh tahun. Ketika skenario cerai adalah jalan keluar yang diinginkan, apakah ketulusan Alvo dapat mengubah keputusan Z...
Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi