Chapter 4

167 12 2
                                    


Fajar telah terbit dari peraduannya. Membuat seluruh permukaan yang ada dibawahnya terlihat terang.

Sementara Vero masih tidur dengan pulas ditempat tidurnya. Dering ponsel Vero terdengar dan Vero dengan malas mengangkatnya.

"Hala?" ucapnya sambil berusaha memelekkan matanya.

"Are you ready for this morning?" tanya suara diseberang sana.

Vero yang merasa tidak asing dengan suara yang didengarnya langsung beranjak dari tempat tidur dan entah kenapa matanya yang tadi sangat susah dibuka melotot terkejut.

"Is it you?" tanyanya antusias.

"Who?" suara orang tersebut -yang tak lain adalah Simon- terdengar bingung.

"Nevermind!" jawab Vero yang tentu saja sedang berusaha menjaga Image-nya terhadap orang itu. Lalu memutuskan sambungan secara sepihak, dan dengan bersemangat berlari ke kamar mandi.

***

Vero POV.

Setelah selesai mandi, segera aku bersiap-siap. Memakai seragam -yang kugulung bagian bawah lengannya- dengan rapi. Di depan cermin, memakai kupluk kesayanganku, gelang favoritku, dan jam tangan favoritku.

Segera aku mengambil tas dan berlari keluar kamar dan segera menuju ke bawah. Dan berjalan ke ruang makan.

"Pagi sayang!" sapa mama.

"Pagi ma, pagi semua!!" jawabku girang.

"Kamu harusnya jangan lari-lari gitu Vee. Nanti jatuh!" kata papa.

"Lo kenapa dek? Kok kayaknya seneng banget gitu?" tanya kak Alex.

Oh iya. Aku belum kasih tahu ya? Dia ini kakak keduaku. Namanya Alexander Jhonsons Lordsky. Dan kakak pertamaku, dia kuliah di luar negri untuk meneruskan perusahaan CEO papa dan mama di Paris. Namanya Kevin Hughes Lordsky.

"Ada deh!" ucapku.

Kak Alex mendengus kesal lalu mengacak-acak rambutku sampai kupluk yang ada dikepalaku terlontar ke bawah meja.

"Aduh kak. Kan jadi jatoh tu kupluk gue!!" desisku kesal sambil mengambilnya.

"Abis lo bikin gue gemes!" ucapnya yang kusambut dengan cibiranku.

Setelah sarapanku selesai, aku langsung beranjak dari kursi dan berlari menuju garasi.

Aku menemukan Jaguar R-sport silver-ku dan mengeluarkannya dari garasi.

"Ma, Pa! Vero berangkat dulu yah!" teriakku.

"Iya, ati-ati sayang!" jawab mama dari dalam rumah.

"Ayok, jalan!" kata sebuah suara yang tak lain adalah kak Alex yang membuatku terlonjak kaget.

"Sejak kapan kakak disini?" tanyaku heran.

"Barusan sih!" jawabnya.

"Trus, kenapa ada di mobil Vero?"

"Gapapa. Gue cuma lagi males nyetir" jawabnya santai.

"Enak aja lo! Punya mobil sendiri kan? Turun dari mobil gue!" usirku.

"Gue buru-buru nih. Ntar lagi telat. Gue gak bakal sempet ngantar lo ke universitas! Gue itung sampe tiga atau gue teriak..." ancamku.

"Iya deh, iya!" katanya lalu keluar dari mobilku lalu berlari ke garasi dan mengeluarkan Lamborghini orange-nya.

Setelah itu kami beriringan menuju gerbang komplek, dan berpisah dari situ. Karena takut terlambat, apalagi dengan kemacetan, aku menaikkan gigi lalu menancapkan gas.

Untungnya mobilku memang dirancang untuk mengebut alias balapan.

Ketika melihat dari radius 3 kilometer pak satpam sekolahku hendak menutup gerbang, aku mengklaksonnya dan membuatnya terlonjak kaget.

Akhirnya aku berhasil melewati gerbang itu dan memarkirkan Jaguar-ku. Aku pun keluar dari mobil.

"Sorry pak!!! Aku dah telat banget ini!" teriakku pada pak satpam tadi. Sementara ia hanya menggeleng- gelengkan kepalanya sambil mengomel-ngomel tak jelas.

Tak lama kemudian, terdengar suara klason mobil dari arah gerbang dan membuat si pak satpam terlonjak kaget. Lagi. Muncul 4 mobil mencolok yang aku fikir aku pasti tahu siapa-siapa saja pemiliknya.

Mereka juga memarkirkan mobil masing-masing tak jauh dari tempatku memarkirkan Jaguar-ku. Tepatnya diseberangku. Salah seorang dari mereka -yang tak lain adalah Simon- keluar dari mobil Mclaren-nya. Mereka keluar dari mobil mereka dengan tertawa-tawa. Memakai kacamata hitam. Tunggu. Apakah mereka memang begini setiap hari? Aku tak tahu. Karena waktu kelas 10 dulu aku selalu diantar oleh kak Alex dan tidak pernah terlambat seperti ini.

Mata Simon bertemu dengan mataku. Ya, aku tahu pasti. Karena sewaktu wajahnya ke arahku ia langsung berhenti tertawa. Ia langsung melepas kacamatanya dan menyapaku dengan senyum miringnya.

"Hey girl!" katanya. Sementara aku hanya membalasnya dengan menatapnya sinis. Sudah setengah menit kami bertatap-tatapan seperti ini dan harusnya aku berterimakasih pada Evan karena berhasil membuyarkan 'aktivitas' kami dengan dehamannya.

Aku langsung tersadar dan tanpa buang-buang waktu lagi, dengan langkah cepat aku berjalan ke kelasku.

Sesampainya dikelas, aku tidak melihat ada guru. Dan suasana kelas yang berisik.

"Kok pak Edy belum masuk Cyl?" tanyaku pada Cecyl, teman sebangkuku sekaligus sahabatku.

"Dia hari ini gak dateng!" jawabnya enteng.

"WHAT??!! HOLY SHIT!!!" teriakku.

"Yang bener aja, gue udah buru-buru kesini, takut telat. Eh, dianya gak dateng" omelku frustasi. Dan disusul oleh suara tertawaan teman-temanku.

Dan tak lama kemudian Evan masuk ke dalam kelas. "Weyss...guys! Kalian harus liat. Ntar istirahat kedua pada kelapangan lo semua. Lo pasti udah pada tau. Ya nggak?" katanya yang langsung kubalas dengan pelototan tajam dariku. Aku menyilangkan tanganku didepan dada.

"Eh, Vero... Apa kabar?" katanya dengan nada suara ketakutan. Sementara aku memutar kedua bola mataku melihat tingkahnya.

==>><<==

Whatsup' all!
Gimana fourth chap-nya? Bagus nggak?

Please leave vote or comment-nya ya!

Sign,
Fanny

On My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang