Halo semua!
Maaf ya yang sebelumnya sempet baca cerita ini:_:
Aku hapus semua ceritanya...
Soalnya... menurutku ceritanya agak lari dari jalur.
Jadi... maaf ya kalo aku remake besar-besaran.
Tapi... aku berusaha agar ceritanya tidak membosankan...
Dan tentunya... nyambung. Hehehe...
Enjoy my first story^_^Cerita ini sudah diwariskan turun-temurun. Dahulu kala, tepatnya 500 tahun yang lalu, dunia pernah mengalami masa keterpurukan. Pada masa itu, dunia tampak terbagi menjadi dua, yakni utara dan selatan.
Ya. Utara dan selatan. Si dingin dan si hangat. Si es dan si api. Dua hal yang sampai kapanpun tidak akan pernah bersatu. Tidak! Bukan 'tidak akan', tetapi sulit bersatu.Leluhur kami berkata, sang putri bulan tidak tega melihat keadaan kami, turun ke bumi. Tidak memedulikan ancaman dan karma yang mungkin diterimanya jika ia pergi dari istananya.
Ia pun turun ke bumi. Berharap kedatangannya dapat menyatukan dua hati yang selalu bermusuhan.
Namun... ia salah. Kedatangannya justru merunyam keadaan. Seharusnya... ia mendengar perkataan ayahnya. Apa yang harus ia lakukan?
Otaknya belum mampu mencerna apa yang terjadi. Entah kenapa, tiba-tiba ia menangis dan sesuatu menarik kakinya menghampiri seorang pemuda yang terkapar di tanah.
Tidak memedulikan dentingan pedang yang masih beradu...
Tidak pula memedulikan darah yang mengotori gaun putih sutranya...
Tidak! Ia tidak peduli!
Ia meraih tangan pria yang tersenyum menyambutnya.
"Maaf.", bisik pemuda berambut sekelam malam. "Maafkan aku, My Lune.". Gadis itu hanya menangis segugukan saat pria tersebut berusaha menyentuh pipinya.
"Kumohon, Daniel. Bertahanlah!". Gadis itu memegang erat tangan pria yang bernama Daniel itu dan meletakkannya di salah satu pipinya. "Kau pasti bisa!". Daniel menggeleng lemah. "Tidak, Daniel! Kau pasti bisa. Tahan sebentar lagi... kumohon... tahan sedikit. Aku hanya butuh bulan.". Daniel menggeleng. "Satu-satunya yang kusesali ialah... melihatmu menangis, My Lune.". Mata biru langit Daniel terpejam. Menyisakan terikan pilu sang gadis."Daniel... Daniel...", jeritnya sambil memeluk tubuh Daniel yang mendingin.
Slash...
Gadis itu menoleh dan menatap horor kejadian di belakangnya. Kejadian itu begitu lambat layaknya kaset rusak yang diputar.
Seorang prajurit Daniel, yang melihat Kazuma masih bisa berdiri dan hendak menghampiri gadis itu, langsung melayangkan serangannya. Tepat mengenai jantung Kazuma.
"Tidak! Tidak!". Gadis itu menatap horor pada bagian bagian kiri dada Kazuma. "Tu... tunggu...". Gadis itu dengan gemetar menyentuh luka Kazuma. "Sial!", umpatnya. Kemampuannya belum kembali. Sekalipun sinar bulan yang menerangi bumi mencapai dirinya.
"Sial! Sial! Kumohon... bekerjalah!", umpat gadis itu. Ia begitu ketakutan. Pundaknya bergetar hebat melihat wajah Kazuma yang begitu cepat menjadi pucat."Hyaaaaa!". Prajurit itu hendak menyerang Kazuma. Lunar berusaha menghalanginya. Namun, sebuah tangan menarik cepat dirinya ke dalam pelukannya.
Grreb...
Jleb...
Gadis itu terpaku. Ia sulit bernapas. Bukan karena pelukan Kazuma yang erat. Melainkan ujung mata pedang menembus baju zirah Kazuma yang paling kuat dan tebal.
"Hyaaaa!". Prajurit itu hendak menyerang lagi. Lunar menjerit ketika tangan kanan Kazuma, Renjii menusuk prajurit tersebut.
"Anda tak apa, Yang Mulia?", tanya Renjii khawatir. Kazuma mengangguk. "Lanjutkan! Jangan biarkan ada yang lolos!", titahnya. Renjii mengangguk dan meninggalkan Kazuma dengan Lunar yang terisak di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan... Utara... Selatan...
Romance500 tahun telah berlalu... Namun... Ingatan itu terus terbayang layaknya layar film yang terbentang... Selalu bergaung layaknya cerita yang dibisikkan di telinga sebelum tidur... Ini sudah 500 tahun... Namun... Tak seorang pun dapat melakukannya... ...