Part Five: Pandora Terbuka

5 0 0
                                    

Sudah 3 hari Maria dirawat di istana ini. Dan sejak kejadian itu, ia tidak bertemu dengan pemuda bermata coklat. Setiap hari, ia selalu menanyakan pada maid. Ia ingin mengucapkan terima kasih karena telah menolong dan merawatnya. Namun, jawaban yang diberikan tetap sama. Mereka tidak tau kemana pemuda itu pergi setelah kejadian itu.

Pagi ini, seperti kebiasaannya selama 3 hari di istana, ia mengunjungi taman belakang. Duduk di sebuah bangku putih panjang dengan air mancur di depannya.

Taman istana ini sangat indah. Dipenuhi bunga beraneka warna yang memikat hati. Matanya tertuju pada sebuah bunga keemasan. Bunga itu berdiri anggun tidak jauh dari tempatnya. Ia pun bangkit dan menunduk di dekat bunga. Mendekatkan hidungnya untuk menghirup aromanya yang seperti susu.

"Kau... apa yang kau lakukan di tamanku?"

Maria terlonjak kaget. Ia menolehkan kepalanya. Matanya bertemu dengan mata penolongnya. Buru-buru ia membersihkan gaunnya dan membungkuk sekilas pada pemuda itu.

"Maafkan saya, ngg...". Dia memerhatikan penampilan pemuda tersebut. Jubah dari bulu beruang kutub dengan serat-serat onyx di beberapa tempat. Lunar tertegun. Pemuda itu bukanlah orang biasa. Baju yang dikenakan pemuda ini sangat mahal. Belum lagi sebuah pedang dengan gagang dihiasi topaz yang menghiasi pinggul kirinya.

"Ma... maaf, Yang Mulia.". Ia menundukkan kepala. Tidak berani menatap langsung pada mata saphire di hadapannya.
"Angkat wajahmu.". Ragu-ragu ia mengangkat wajahnya. Langit bertemu langit. Seperti dipukul gada, rasa sakit merayapi kepala Lunar. Ia memegang kepalanya. Rasa sakit itu membawanya pada sekelebat bayangan kabur.

"Hei, kau tak apa?". Maria menggeleng. Menolak uluran tangan pemuda di depannya. Ukh... ia meringis. Rasa sakitnya semakin menjadi manakala pemuda itu mendekat padanya.

"Ukh... kumohon. Jangan ...". Bayangan gelap menguasai dirinya.

(Takuma POV)

Ada apa dengan gadis ini? Kenapa dia begitu kesakitan? Perasaan dia tampak baik-baik saja. Aku menggelengkan kepala. Dasar gadis aneh. Aku memerintahkan beberapa pengawal yang kebetulan lewat membantuku membawa gadis ini ke kamarnya.

Ya. Gadis ini menempati kamar di sebelah kanan kamarku. Kenapa? Aku sendiri juga bingung. Biasanya di kamar yang ia tempati, akan didiami oleh ayah dan ibuku jika mereka berlibur ke mari. Aku tak pernah mengizinkan siapapun mendiaminya. Entahlah. Aku yakin gadis ini berbeda. Ada sesuatu yang lain sejak aku melihat mata langitnya.

Matanya itu... mengingatkanku pada seseorang. Tapi, sekeras apapun aku mencoba mengingat, hantaman rasa sakit mengurungkan niatku untuk mengingat lebih jauh.

Dan... disinilah aku. Di kamar orang tuaku, berhadapan langsung dengan wajahnya yang sudah lebih dari 3 jam terlelap. Di ruangan ini, cuma ada aku dan gadis ini. Aku tidak tau mengapa. Biasanya, aku akan memerintahkan Ryuuma menemaniku. Namun, kali ini berbeda. Aku mengusir Ryuuma dan para maid yang berada di kamar ini. Ryuuma sempat kaget sebelum akhirnya mampu menguasai keterkejutannya.

"Kau membuatku terlihat aneh, Nona.", gumamku sambil menatap pada wajah damainya yang terlelap.

(Maria POV)

"Ukh... di mana ini?". Aku terbangun di sebuah taman. Taman ini sangat mirip dengan taman pemuda itu, tetapi mengapa aku bisa terbangun di sini? Apakah pemuda itu tidak membawaku ke kamar? Aku menggeleng. Tidak mungkin seorang bangsawan mau menolong rakyat jelata sepertiku.
Aku mengedarkan pandanganku. Semuanya benar-benar sama, kecuali tiadanya bunga ljneu yang sempat kuhirup.

"Apakah ini masih di istananya?!". Aku bergidik ngeri. Mungkinkah aku diberikan pada bangsawan lain?!

Tap... tap... tap..
Aku memutar kepalaku. Di sana. Tepat di belakangku, seorang pemuda dengan mata birunya menatap tajam diriku. Perawakan dan wajahnya sama dengan pemuda itu, kecuali pakaian dan pedang yang bertengger di pinggulnya.
Aku meneguk ludahku. Sesuai dugaanku, aku diberikan ke bangsawan lain. Tepatnya saudara kembarnya.

Bulan... Utara... Selatan...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang