Part Seven: This is it, Gaia!

9 0 0
                                    

Seorang gadis dengan matanya yang sekelam malam tersentak dari tidurnya. Ia memegang dadanya. Berusaha menstabilkan ritme jantung yang seakan bisa lepas dari posisinya. Ia mengambil sehelai kain dan mengelap peluh yang membasahi mimpinya.

Selalu seperti itu, terutama ketika bulan bersinar terang seperti saat ini. Ia bangkit dan duduk di balkon kamarnya. Memandangi terangnya rembulan seraya memegang tanda aneh yang berada di bahu kirinya. Tanda yang sudah dimilikinya sejak lahir. Tanda yang menyebabkan dirinya diasingkan, bahkan oleh keluarganya sendiri.

Menurut tetua desa, tanda di bahu kirinya adalah tanda seorang yunf. Tepantnya tanda yunf of the lune. Sebagai seorang yunf Lady Lunar, ia tidak diperkenankan bergaul dengan anak biasa sejak lahir.

Dan ketika ia berusia 10 tahun, ia diasingkan ke gubuk ini. Memfokuskan dirinya membangkitkan kekuatannya hingga sekarang.

"Ukh!". Gadis itu memegang bahu kirinya yang terasa panas.

Suara kepakan sayap mengalihkan perhatiannya. Mulutnya terbuka lebar ketika melihat dua orang berbeda jenis kelamin turun dengan anggun menghampirinya. Ia membungkuk begitu melihat mahkota yang mereka kenakan. Meskipun, tindakannya dihentikan seorang diantara mereka.

"Angkat wajahmu, Gaia!". Gadis itu nampak ragu. Ia bukan Gaia. Namun, ia hanya nengikuti kata mereka karena tak ada seorang pun selain dirinya dan dua orang di depannya.

"Bagus.". Ia bergerak tak nyaman di tempat ketika pria di samping wanita itu menghampirinya.

"Lumina, sudah waktunya!". Ia meringis saat pemuda itu menarik kasar lengan kanannya dan menyingkap lengan bajunya hingga menampakkan tanda di bahunya yang bersinar.

"Kau benar, Lucius.". Wanita itu menghampiri gadis itu dan meniupkan sesuatu dari tangannya. "Bangunlah, Gaia. Sudah saatnya kau menolong Tuanmu."

Gadis itu membuka matanya dan langsung membungkuk dalam. Menyadari dua orang penting yang berada di depannya.

"Ma... maafkan saya, my..."

Lumina menggelengkan kepalanya. "Tak apa, Gaia. Aku tahu kau tidak bermaksud melupakan kami.", jawab Lumina.

"Tapi..."

"Sudahlah! Ada yang lebih penting dari itu!", Lucius mengacak-acak rambutnya. "Great eclipse akan tiba dalam waktu 2 minggu."

Gadis itu membelalakkan matanya. "Tidak mungkin, My Lord. Bukankah My Lady...". Lumina menggeleng. "Tidak, Gaia. Ini sudah lewat dari 50 tahun sejak kelahiranmu dan Lunar di dunia ini. Ini saatnya... kau menuntaskan janjimu sebagai yunf.". Lumina menggenggam erat tangannya. "Bawa adikku dalam terangnya bulan saat bulan bersinar dalam puncaknya."

"Tapi... bukannya saya harus membawa..."

"Lakukan saja, Gaia!", bentak Lucius. "Lakukan saja. Kami mohon. Jika kau mengikuti perintah semesta dengan menunggu lebih lama... kau sama saja mengingkari tugasmu sebagai yunf."

Gaia membulatkan matanya. "My Lord, jangan bilang kalau ...". Lucius dan Lumina mengangguk.

"Keputusan mereka jelas, Gaia. Tapi, kita tidak bisa membiarkan istana bulan kosong untuk selamanya, bukan?"

-------------------------------------------------------------
(Maria POV)

"Jadi Maria, apa yang biasa dilakukan penduduk selatan di pagi hari?". Saat ini aku sedang menemani Javelin, adik penguasa sekaligus penyelamatku di Utara. Miris memang. Aku yang notabenenya warga Selatan terpaksa menerima bantuan dari warga Utara.

Sudah jadi cerita umum jika penduduk Utara dan penduduk Selatan tidak pernah akur. Bahkan, 500 tahun yang lalu, perang besar menyapu dunia ini. Menurut legenda, akibat perang itu sangat dahsyat. Banyak wilayah Bumi hancur. Lautan Selatan banyak membeku karena wizard kaum Utara. Hewan-hewan berbulu khas penduduk Utara banyak yang dimusnahkan penduduk Selatan. Tidak hanya itu. Penaklukkan wilayah lawan sering dilakukan hingga para sezh, peri hutan, musnah karena hancurnya hutan yang mereka diami.

Melihat hal ini, suatu malam, diantara terangnya bulan, sang Lunar muncul demi mendamaikan pihak yang bertikai.

Namun, tindakannya tidak disetujui langit sehingga kedatangannya justru memperunyam keadaan. Akhirnya, semesta menghukumnya untuk tetap di Bumi hingga waktu yang tidak ditentukan.

"Maria,". Javelin mengibaskan tangannya di hadapanku. "Oh, ada apa, Yang...". Javelin menggeleng keras. "Jangan memanggilku seperti itu! Aku bukan Kakak! Panggil saja aku Javelin.".

"Baiklah. Javelin, tadi kau ngomong apa?", tanyaku mengalah. "Huft!". Javelin menggembungkan pipinya. "Apa penduduk Selatan sepertimu?", ujarnya kesal. "Hahaha... tentu saja tidak, Jave. Aku hanya... tidak mendengar yang barusan kau katakan.".

Aku menutup mataku. Menikmati sepoi angin yang menusuk tulang melewati diriku.

Kuakui, dibalik dingin dan kerasnya penduduk Utara, alam secara adil telah memberikan mereka pemandangan yang tidak pernah dimiliki penduduk Selatan.

Beberapa hari yang lalu, ditemani Javalin dan Devionne, aku diajak ke sebuah air mancur di dalam hutan pinus. Saat aku tiba di sana, mataku takjub melihat derasnya air mengalir sementara wilayah di sekitarnya membeku. Ketika aku ditarik Javelin ke dalam air terjun, hangatnya air mengaliri kakiku yang membiru karena dinginnya udara.

Kata Javelin, air terjun ini terbentuk bertepatan dengan kedatangan sang Lunar 500 tahun lalu. Konon, tempat ini adalah tempat favorit sang Lunar ketika dia di Utara. Suatu hari, karena tidak sengaja melihat orang meringkuk kedinginan di tempat favoritnya, ia mengubah tempat ini menjadi air terjun yang selalu hangat hingga dunia berhenti berputar. Air terjun ini kemudian dikenal sebagai Lunar Falls.

"Kau tahu Javelin, penduduk Selatan melakukan hal yang sama dengan kalian.". Aku tersenyum saat ia mengernyit mendengar perkataanku. "Apa maksudmu?! Ah... sudahlah!". Javelin mengibaskan tangannya. "Bagaimana Moonlight dan Nocturne of The Lune di sana?". Javelin menatapku dengan mata coklatnya yang membulat. Seperti anak kecil yang menunggu hadiah dari orang tuanya.

"Hmm...". Aku memegang dahiku seraya menikmati tiupan angin yang menusuk diriku. "Perayaannya sangat indah. Saat Moonlight, kami akan merangkai bunga dengan pita emas lalu membawanya ke kuil Lunar setelahnya,". Aku tersenyum mengingat kejadian menyenangkan yang kualami saat aku di Selatan.

"Kau... sangat rindu Selatan, ya?". Aku yang tahu makna tatapan Javelin segera menghapus air mataku. "Ah, begitulah. Kemanapun kau pergi, kau tak mungkin lupa kampung halaman, bukan?"

-------------------------------------------------------------

Seseorang berjubah hitam keabu-abuan menurunkan tudung kepalanya saat berada di depan gerbang yang menjulang tinggi di depannya.

"Sentum!"

Gadis tersebut merapalkan sesuatu dan membuat pintu di depannya terbuka. Ia melangkah masuk ke dalam.

"Seyyna!"

Orang-orang di sekitar gadis itu berdiri diam seperti patung. Arah jarum jam juga diam tak bergerak. Ia memejamkan matanya.

Dalam pikirannya, seorang gadis berambut coklat emas sedang bersama seorang gadis berambut pendek di halaman belakang.

Saya menemukan Anda, My Lady.

Gadis itu berteleportasi ke halaman belakang dan menghilang dari istana setelah membawa gadis berambut coklat emas yang terkulai lemah di bahunya.

"Ukh,". Javelin memegang pelipisnya yang berdenyut. "Maria?". Ia menoleh dan terkejut melihat gadis yang ia cari tidak ada di sampingnya. "Maria?! Maria?!". Ia panik. Ia menyuruh beberapa pengawal yang sudah sadar untuk menyisir istana.

"Maria... Maria...". Ia memegang kepalanya. Apa yang baru saja terjadi? Dan, kemana gadis itu pergi?

Dari kejauhan, gadis bertudung melihat wajah panik Javelin mencari gadis pingsan yang bersamanya. "Maafkan saya, Putri.". Sekali lagi, gadis itu berteleportasi ke suatu tempat antah berantah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 20, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bulan... Utara... Selatan...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang