(Lunar POV)
"Ukh... ukh... NENEK!". Aku terbangun dengan peluh memabasahi diriku. Bahkan rambutku terasa lengket dan membuat tengkukku terasa gatal. "Nenek,", panggilku. Tidak ada sahutan?! Kuedarkan pandanganku ke seluruh kamarku. Ini bohongan, kan?! Kemana dinding yang selama ini mengelilingi kamarku!?
Aku pun turun dari ranjang. Berjalan dengan hati-hati menuju tempat dimana dulunya tembok berdiri. Di sana. Tepat di bawah sana. Banyak tubuh terogok bagaikan sampah di tepi jalan. Aku menutup mulutku melihat kondisi tubuh mereka. Mengenaskan. Dengan tubuh terpanggang sempurna dari ujung kaki hingga ujung rambut. Masih jelas terlihat kegiatan apa yang mereka lakukan sebelum meregang nyawa
Ada yang bercengkrama, berjalan pulang, dan bahkan ada yang berniat tidak benar pada seorang nenek tua."Tidak mungkin! Siapa yang melakukan ini?!". Aku yang amat terpukul dengan keadaan desaku berjalan mundur dan berlari menuruni tangga seraya meneriakkan nama Kakek dan Nenekku.
"Ka...". Suaraku menggantung di udara ketika kulihat dua orang yang amat kukasihi duduk manis di teras. Air mataku mengalir bukan karena aku bahagia. Tapi justru sedih karena melihat senyum bahagia mereka. Sedih karena mereka menghadapi ini sendirian. Sedangkan aku?! Tertidur pulas dengan memimpikan seorang pria yang hampir mengusik hidupku.
"Itu dia!!". Aku menoleh pada sumber suara di ujung jalan. Andaikan di sana ada pohon, aku pasti tidak dapat melihat dengan jelas cahaya obor dan juga runcing-runcing yang mereka bawa.
"Tangkap penyihir itu! Dia telah nembuat Lady Lumina membakar wilayah kita!!", teriak seseorang yang kuyakini adalah pemimpin kelompok itu sembari menunjukku. Kemarahan terukir jelas di wajahnya ketika sesekali api obor menerangi wajahnya.
Aku berjalan mundur. Bersyukur tidak ada dinding kokoh yang menjadi tembok. Cuma beberapa tiang beton yang menjadi penopang lantai rumah kami.
"Tangkap dia!!", teriak orang itu lagi. Membuat mereka berlari mengejarku.
Lari!!! Lari!!!
Satu kata yang sedari tadi diteriakkan hati kecilku dan direspon baik oleh otakku.
Kakiku membawaku berlari melewati anak sungai yang selama ini menjadi wilayahku bermain. Melewati hutan lebat yang menjadi tempatku dan Nenek memetik buah dan tumbuhan obat yang kami perlukan.Teriakan mereka masih terdengar. Aku menatap langit. Apa salahku?! Apa salahku?! Kenapa aku dihukum seperti ini? Aku selalu memberikan hadiah terbaik bagi Sollys of The Lumina. Aku juga membuat lukisan yang indah saat Lakhtis of The Lucius. Aku juga merangkai bunga saat perayaan Moonlight dan Chamber Livium. Kenapa aku dihukum seperti ini? Apa hadiahku kurang bagus? Apa selama ini rangkaian bungaku tidak indah?! Kalau itu masalahnya, kumohon. Jangan begini! Jangan melimpahkan masalahku pada mereka.
Aku menggelengkan kepala. Tidak memercayai apa yang baru saja kualami. Air mataku berceceran di sudut ekorku saat aku menggelengkan kepalaku.
Yang terpenting saat ini aku harus lari dan akh!!!!
Aku dikenal gadis paling ceroboh di desa. Tapi, mengapa air terjunpun tidak ku lihat?!
Apa aku akan mati? Apakah aku dapat bertemu Kakek dan Nenek?!
Pandanganku menggelap saat kurasakan kepalaku menabrak keras air yang berada di bawah.
(Takuma POV)
Hari ini, aku dan Ryuuma sedang berjalan di hutan Fenolysps. Pohon di hutan ini rata-rata menjulang tinggi di angkasa. Tinggi seakan-akan dapat menyentuh istana para penguasa langit.
Kayu dari pohon di hutan ini sangat istimewa. Terutama pohon ilgneu. Menurut cerita, pohon ilgneu adalah tangga yang digunakan Lady Lunar saat turun ke Bumi 500 tahun lalu. Namun, sesampainya di Bumi, ia menghancurkan tangga itu sehingga potongan tangganya itu tumbuh menjadi pohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan... Utara... Selatan...
Romantik500 tahun telah berlalu... Namun... Ingatan itu terus terbayang layaknya layar film yang terbentang... Selalu bergaung layaknya cerita yang dibisikkan di telinga sebelum tidur... Ini sudah 500 tahun... Namun... Tak seorang pun dapat melakukannya... ...